Mataram,
Garda Asakota.-
Provinsi NTB
terpilih menjadi lokasi kegiatan Focus Group Discussion (FGD) tentang
“Optimalisasi Angkatan Kerja Guna Pemanfaatan Bonus Demografi Dalam Rangka
Memperkuat Ketahanan Sosial Budaya” yang diselenggarakan oleh Direktorat
Pengkajian Sosial Budaya dan Demografi Lembaga Ketahanan Nasional Republik
Indonesia (Lemhannas RI) di Ruangan Presisi POLDA NTB, Rabu (20/3).
FGD ini
merupakan kajian jangka panjang guna mencermati perkembangan lingkungan
strategis untuk menyusun naskah kajian dan rekomendasi kebijakan kepada
Presiden Republik Indonesia.
Oleh karena
itu, FGD ini didukung oleh narasumber yang kompeten di bidangnya, diantaranya
Kadisnakertrans Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi, S.Sos, MH, Kadis Koperasi dan
UMKM Kota Mataram H. M. Ramadhani, S.T., M.SI., Ketua Umum BPD HIPMI NTB I Putu
Dedy Saputra, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram Dr. Ihsan
ro’is, S.E., M.Si., Peneliti Nusatenggara Centre Prof. Dr. H. Kadri, M.Si.,
Ketua Pimpinan Muhammadiyah NTB Bapak TGH. Palahuddin, M.Ag. dengan fasilitator
dari Tenaga Profesional Bidang Sosial Budaya Lemhanas RI Dr. Dadang Solihin,
S.E., M.A, serta penanggap dari Tenaga Ahli Pengkaji Bidang Hukum dan HAM
Lemhannas RI, Irjen Pol Joko Rudi.
Menghadapi
bonus demografi, Pj. Gubernur NTB Drs. H. Lalu Gita Ariadi, M.Si. yang diwakili
oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB, I Gede Putu
Aryadi, S.Sos, M.H menyampaikan sebagai daerah dengan potensi sumber daya
manusia yang besar, Provinsi NTB memiliki posisi strategis dalam memanfaatkan
bonus demografi yang ada guna mendukung pertumbuhan ekonomi dan pembangunan
sosial di NTB.
Potensi
tersebut, terutama dalam sektor pariwisata, pertanian, dan industri kreatif,
diharapkan dapat dioptimalkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan sosial di NTB.
“Namun,
persoalan ketenagakerjaan masih menjadi tantangan di daerah ini, termasuk dalam
menangani isu pekerja migran, mengingat daerah kami merupakan salah satu
penghasil PMI (Pekerja Migran Indonesia) terbesar di Indonesia,” ungkap Aryadi.
Oleh karena
itu, Pemerintah daerah berkomitmen untuk mewujudkan perlindungan bagi warga NTB
yang bekerja di luar negeri, dengan merancang program zero unprosedural untuk
PMI.
“Partisipasi
aktif dari berbagai pemangku kepentingan sangat diharapkan untuk dapat
menciptakan solusi holistik dan inklusif. Semoga melalui forum diskusi ini,
ide-ide dan pengalaman yang dibagikan dapat menjadi dasar untuk implementasi
kebijakan yang efektif di masa depan,” ucap Aryadi.
Sementara itu,
Plt. Gubernur Lemhannas RI yang diwakili oleh Deputi Pengkajian
Strategik Prof.Dr.Ir. Reni Mayerni, MP., menyampaikan bahwa bonus
demografi bukan sekedar suatu masa yang akan datang, tetapi momentum krusial di
mana negara bertanggung jawab untuk mengotipmalkan angkatan kerja melalui
pendidikan yang berkualitas, pengembangan keterampilan yang relevan dengan
tuntutan pasar kerja, dan penguatan sektor industri, termasuk promosi
kewirausahaan, dapat menjadi solusi alternatif dalam menciptakan lapangan kerja
baru dan meningkatkan daya saing ekonomi.
“Optimalisasi
angkatan kerja mempunyai peran penting untuk memperkuat rasa kebersamaan serta
solidaritas di antara anggota masyarakat yang merupakan aspek penting dari
ketahanan sosial budaya. Dengan demikian angkatan kerja yang kuat berperan
untuk menjaga negara,” tutur Reni.
NTB merupakan
provinsi penting sebagai pengirim PMI terbesar ke-4 di Indonesia. Meski PMI
memberikan kontribusi besar dan devisa bagi negara, namun penyerapan pekerja
lokal di NTB perlu ditingkatkan, apalagi di NTB ini angkatan kerjanya cukup
tinggi.
“Bertolak
belakang dengan Banten. Di Banten jumlah industrinya lebih banyak dari angkatan
kerjanya. Akibatnya dia mendapat limpahan tenaga kerja dari daerah lain. Karena
itu, perlu ada cross program untuk NTB sehingga angkatan kerja di NTB tidak
mencari kerja jauh-jauh ke luar negeri,” ujar Reni.
Pada
kesempatan yang sama, Tenaga Profesional Bidang Sosial Budaya Lemhannas RI Dr.
Dadang Solihin, S.E., M.A. sebagai fasilitator dalam FGD yang menghadirkan
beberapa narasumber tersebut berharap hasil diskusi bisa terus difollow up dan
membentuk matriks kerjasama konsorsium.
Mengawali
paparannya, Kadisnakertrans Provinsi NTB I Gede Putu Aryadi, S.Sos, M.H,
mengungkapkan NTB memiliki jumlah angkatan kerja sebesar 2,98 juta, yang
menunjukkan pertumbuhan setiap tahun dan menandakan perbaikan ekonomi. Meskipun
merupakan provinsi kecil, namun NTB menjadi pengirim PMI terbesar ke-4 di
Indonesia dengan penempatan terbanyak di sektor ladang sawit di Malaysia.
Selain itu, NTB memiliki beberapa Proyek Strategis Nasional dan menjadi
Destinasi super Prioritas Nasional.
Namun, ada
beberapa isu ketenagakerjaan yang menjadi PR bersama, diantaranya: Penyiapan
hard skill dan soft skill angkatan kerja agar sesuai kebutuhan pasar kerja,
rekrutmen ilegal, trafficking tenaga kerja, dan rekrutmen PMI non prosedural.
“Oleh karena
itu, butuh kerjasama dengan pihak kepolisian dan penegakan hukum. Kerjasama
dengan dunia usaha dan industri untuk meningkatkan kompetensi tenaga kerja
lokal, serta revitalisasi pendidikan dan pelatihan vokasi,” terangnya.
Sementara itu,
Kadis Koperasi dan UMKM Kota Mataram H. M. Ramadhani, S.T., M.Si. menyoroti
kondisi demografi Kota Mataram yang cenderung meningkat, didorong oleh
kelahiran dan migrasi penduduk. Kota Mataram, sebagai destinasi pariwisata dan
ekonomi kreatif, berupaya meningkatkan pelayanan publik dalam menghadapi bonus
demografi tahun 2030.
“Sektor
pariwisata menjadi penting bagi kota ini yang diposisikan sebagai salah satu
Kawasan Strategis Pariwisata Daerah Mataram Metro dan sekitarnya.
Penyelenggaraan event besar seperti MotoGP 2022 di sirkuit Mandalika memberikan
kontribusi signifikan terhadap perekonomian NTB,” ujarnya
Ketua Umum BPD
HIPMI NTB I Putu Dedy Saputra menekankan pentingnya pembentukan
badan/organisasi khusus yang menangani kebijakan ketenagakerjaan dari hulu
sampai hilir, serta perlunya perhatian khusus terhadap daerah pelosok dalam
peningkatan akses pendidikan dan kesempatan kerja.
Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram Dr. Ihsan Ro’is, S.E., M.Si. menyatakan
perlunya peningkatan kualitas dan kuantitas lulusan sarjana, serta peran
perguruan tinggi dalam menghasilkan lulusan yang siap memasuki dunia kerja
dengan keterampilan yang relevan.
Prof. Dr. H.
Kadri, M.Si. sebagai Peneliti Nusatenggara Centre menekankan pentingnya
kriteria tenaga kerja yang produktif dalam memanfaatkan bonus demografi, serta
perlunya kondusivitas daerah untuk menarik investasi. Pemberdayaan anak muda
dalam industri dan bisnis kreatif juga menjadi fokus.
Narasumber
terakhir Ketua Umum BPD HIPMI NTB TGH. Palahuddin, M.Ag. menyoroti
pentingnya investasi kualitas SDM melalui pendidikan dan keterampilan, serta
perlunya perhatian khusus terhadap perguruan tinggi swasta dan peran lembaga
pendidikan nonformal dalam pelatihan keterampilan sesuai kebutuhan pasar kerja.
Terakhir,
Irjen Pol Joko Rudi Taji Bidang Hukum dan HAM Lemhannas RI sebagai penanggap
menyoroti perlunya penguatan regulasi dalam pengelolaan demografi, khususnya
terkait penegakan hukum dalam eksploitasi dan pelanggaran ketentuan tenaga
kerja.
Pada sesi
diskusi, Kadisnakertrans NTB mendorong Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta agar
bisa mendirikan LSP di NTB. Pendirian LSP ini sangat strategis,
mengingat Provinsi NTB adalah Destinasi Wisata Super Prioritas dan
memiliki beberapa proyek strategis nasional.
“Dengan
hadirnya LSP di NTB penyerapan tenaga kerja bisa maksimal dan bisa mengurangi
biaya ke luar kota untuk uji kompetensi. Jadi ketika ada rekrutmen yang
membutuhkan sertifikat kompetensi, tenaga kerja lokal bisa memiliki
sertifikat kompetensi,” harap Aryadi.
Ia juga
menjabarkan tantangan besar ketenagakerjaan saat ini adalah masih sering
terjadi missmatch atau ketidaksesuaian antara skill dan kompetensi SDM dengan
kebutuhan industri. Jadi banyak lembaga pelatihan vokasi melahirkan
pengangguran baru, karena lulusan tidak sesuai dengan kebutuhan dunia industri.
Oleh karena
itu, tahun 2021 Disnakertrans NTB membuat program inovasi PePADU Plus untuk
memaksimalkan kerjasama dan kolaborasi dengan DUDI dan seluruh stakeholders
untuk mempersiapkan tenaga kerja agar terserap ke dunia industri.
“Program
inovasi PePADU Plus sejalan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 68 Tahun
2022 tentang Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi,” ujar mantan
Aryadi.
Selain itu,
Sejak 2 tahun terakhir Disnakertrans NTB mengoptimalkan Bursa Kerja Khusus
(BKK) dengan menghadirkan pengajar dari dunia industri. Jadi anak didik bisa
menggunakan alat secara profesional. Apalagi bisa dibuktikan dengan sertifikat
kompetensi.
Ia juga
menyampailan UMP dan UMP menjadi isu hangat dalam Dewan Sidang Pengupahan,
seolah-olah UMP dan UMK adalah standar gaji. Padahal UMP dan UMP berlaku untuk
pegawai dengan masa kerja di bawah 1 tahun.
Banyak
perusahaan yang memandang standar gaji berdasarkan UMP dan UMK. Ini sangat
merugikan pekerja yang memiliki skill dan pengalaman, di mana gajinya sama
dengan pegawai baru.
“Beban, kondisi dan resiko kerja adalah hal yang mendasar dalam penyusunan struktur dan skala upah. Itulah sebabnya perusahaan harus bisa mensejahterakan pekerja/buruh dengan upah yang layak, berkeadilan dan berkelanjutan,” pungkasnya. (**)