Dompu, Garda Asakota.-
Beda pemerintahan daerah dengan perusahaan pribadi terletak pada system penyelenggaraan organisasinya. Meski sama-sama memiliki suatu system dan mekanisme kerja tersendiri, namun system dan mekanisme kerja pemerintahan daerah lebih tersistem dan lebih terarah sebagai sebuah proses atau upaya untuk mencapai tujuan kesejahteraan rakyat dan nilai
pertanggungjawabannya adalah juga kepada rakyat. Namun jika perusahaan pribadi, lebih bertitik tekan kepada kecenderungan atau ‘selera’ pimpinan perusahaannya tanpa harus bertanggungjawab kepada rakyat.
Di Kabupaten Dompu, terjadi hal yang sangat aneh dimana Pemerintahan Dompu dibawah kepemimpinan Bupati Dompu, Drs. H. Bambang M. Yasin, disinyalir mem¬perlakukan penyelenggaraan pemerintahan itu seolah-olah seperti perusahaan pribadi. Padahal setiap aktivitas penyelenggaraan pemerintahan dibiayai dari anggaran APBD II Kabupaten Dompu.
Bagaimana tidak, dari beberapa kali aksi demonstrasi yang digelar oleh warga pemilik modal yang dipelopori oleh Sriguna, terung¬kap bahwa Bupati Dompu diduga memin¬jam uang sebesar Rp40 juta dari Sri Guna untuk keperluan dinas Pemda Dompu mela¬kukan perjalanan dinas ke Australia. Tidak hanya Bupati Dompu, istri Bupati Dompu, Hj. Eri Haerunnisa, diduga juga ikut meminjam uang kepada Sri Guna sebesar Rp30 juta untuk keperluan THR. “Dan semua transaksi itu diketahui oleh mantan Asissten II Setda Dompu, H. Saladdin dengan bukti kuitansi yang tertera diatasnya akan dikembalikan dengan bunga pinjaman sebesar 20 persen. Namun kami menuntut dari semua pinjaman itu cukup dikemba¬likan pokoknya saja,” ungkap Sri Guna pada saat menggelar aksi demonstrasi dihadapan kantor Pemkab Dompu pada Senin lalu, (20/2), bersama dengan puluhan pemilik modal yang memiliki nasib yang sama dengan diri dan diadvokasi oleh Liga Mahasiswa Nasional Demokrat (LMND) Dompu.
Selain Bupati dan Istri Bupati, Sri Guna, warga Desa Kareke Kecamatan Dompu ini, juga membeberkan pejabat-pejabat Pemda Dompu yang mendapatkan aliran pinjaman dari dirinya. Pejabat-pejabat tersebut yakni, mantan Assisten II Setda Dompu, H. Salad¬din, diduga juga mendapatkan dana pinja¬man dirinya sebesar Rp40 juta untuk keper¬luan survey ancaman letusan gunung Tam¬bora di Kecamatan Pekat, pinjaman biaya perjalanan dinas rombongan Dharmawanita ke Mataram diduga sebesar Rp30 juta.
Pejabat lain yang diduga menerima aliran dana pinjaman Sri Guna itu yakni oknum Kabag Umum Setda Dompu, M. Amin, S. Sos., oknum Kasubbag Rumah Tangga, Titto, oknum mantan Kasubag Rumah Tangga dan mantan Sekda Dompu, Drs. H. Zaenal Arifin. Parahnya lagi, Sri Guna mem¬beberkan adanya dugaan aliran dana pinjaman yang dipergunakan untuk memu¬luskan dan menaikkan plafon anggaran di DPRD yang pada saat itu disinyalir dibawah tangan oleh salah seorang oknum wartawan Dompu, FH, dan diduga dialirkan ke Komisi I DPRD Dompu sebesar Rp10 juta, Komisi II sebesar Rp10 juta, Komisi III sebesar Rp10 juta, oknum anggota Dewan bernama H. Didi Wahyudin diduga menerima sebesar Rp15 juta, oknum Ketua DPRD bernama Rafiuddin diduga menerima Rp10 juta, oknum Pimpinan DPRD, Iwan Kurniawan, diduga menerima Rp10 juta, Kurnia Ramadhan diduga menerima sebesar Rp15 juta, dan Sirajuddin diduga menerima sebesar Rp5 juta.
“Tujuan pemberian uang tersebut adalah untuk menaikkan plafon APBD Perubahan. Namun dari yang diminta oleh pihak Eksekutif sebesar Rp5 Milyar, yang mampu diperjuangkan oleh mereka hanya sekitar Rp3 Milyar,” beber Sri Guna yang mengaku sudah sangat kesal dengan ulah pemerintah Kabupaten Dompu yang tidak mau mengembalikan uang milik dirinya.
Total dana pinjaman yang dinilai mence¬markan aspek penyelenggaraan pemerinta¬han di Indonesia ini adalah sebesar Rp6 Milyar lebih dari total 47 pemilik uang. Hanya saja berdasarkan informasi yang berkembang, ada sebagian uang pinjaman itu yang sudah dikembalikan. Hanya saja apakah dikembalikan dari dana APBD II Dompu atau uang pribadi, belum diketahui secara persis karena tertutupnya akses informasi pemerintah daerah.
Sri Guna berharap agar Pemkab Dompu dapat segera mengembalikan uang milik dirinya yang telah dipinjam oleh Pemkab Dompu. “Usaha kami macet gara-gara uang milik kami tidak dikembalikan oleh Pemkab Dompu,” tegas Sri Guna. Pihaknya mengancam akan terus melakukan aksi demo dan menduduki kantor Pemkab Dompu dan pendopo Bupati Dompu apabila Pemkab Dompu dan Bupati Dompu tidak memenuhi tuntutan mereka untuk mengembalikan sejumlah dana yang telah dipinjamnya tersebut. “Kami harus pulang dengan uang milik kami,” seru Sri Guna.
Bupati Dompu, Drs. H. Bambang M. Yasin, Istri Bupati Dompu, Hj. Eri Haerun¬nisa, dan mantan Assisten II Setda Dompu, H. Saladdin yang berusaha dikonfirmasi wartawan terkait dengan tudingan Sri Guna ini belum berhasil dihubungi wartawan. Padahal sudah beberapa kali wartawan mendatangi kantor dan kediaman mereka. Namun wartawan sulit sekali mendapatkan konfirmasi mereka.
Sementara itu, oknum Ketua DPRD Dompu, Rafiuddin, secara tegas membantah tudingan Sri Guna terhadap dirinya. Rafiuddin malah bertanya balik kepada Sri Guna, kapan, dimana, jam berapa dan siapa yang menjadi saksi jika Sri Guna benar menyerahkan dana tersebut kepada dirinya dan sejumlah anggota DPRD Dompu lainnya yang dituding oleh Sri Guna. “Ini merupakan bentuk pembunuhan karakter terhadap diri saya dan sejumlah anggota DPRD lainnya,” bantah Rafiuddin kepada wartawan. Hal yang sama juga dikatakan oleh sejumlah anggota DPRD Dompu lain¬nya seperti, Sirajuddin, SH., H. Didi Wahyu¬din, Kurnia Ramadhan, Iwan Kurniawan, Komisi I, Komisi II dan Komisi II DPRD Dompu bahwa apa yang dikatakan oleh Sri Guna itu merupakan fitnahan belaka. “Dan secara politis kami semua merasa harga diri dan nama baik kami tercoreng dan tercemar karena ulah Sri Guna ini. Apalagi DPP partai kami sudah menegur kami terkait dengan hal ini,” tegas mereka. Mereka semua bersepakat untuk mempolisikan Sri Guna karena ulahnya yang mencemarkan nama baik mereka. “Pernyataan Sri dan para pendemo itu tidak benar. Sri akan kami polisikan,” ancam Rafiuddin.
Merasa dicemari nama baiknya, mereka yang dituding Sri Guna ini akhirnya melaporkan tudingan Sri ini ke pihak Polres Dompu. Yang memberikan laporan yakni Ketua Komisi I DPRD Dompu, Sirajuddin, SH. Dalam surat laporan bernomor Lp.110/II/2012 tercantum jelas bahwa pihak yang dilaporkan adalah Sri Guna dan dianggap telah melakukan penghinaan dan pencemaran nama baik terhadap sejumlah anggota Dewan dihadapan muka umum.
Dalam dalam uraian surat laporan bahwa terlapor dkk menyatakan, sejumlah anggota dewan seperti Ketua DPRD Dompu Rafiuddin H. Anas menerima Rp10 juta, Iwan Kurniawan Wakil Ketua Dewan Rp10 juta, Sirajuddin Ketua Komisi I Rp5 juta, Kurniawan Ramadhan SE Rp15 juta dan Didi Wahyuddi SE Rp15 juta. Uang itu ter¬indikasi sebagai sogokan untuk menai¬kan pos anggaran pada SKPD Setda Dompu dari Rp1M menjadi Rp2M di APBD Peru¬ba¬han 2011. Dalam kasus ini, pihak DPRD juga mengajukan dua orang saksi staf Sekretariat Sewan yang melihat dan mendengarkan lansung ucapan Sri Guna ketika menyebutkan nama penerima uang dimaksud. Mereka yakni Ab dan Ah.
Di tempat terpisah Sri Guna yang dihubungi mengatakan, pihaknya tidak gentar dengan laporan polisi yang dilayang¬kan sejumlah anggota dewan lantaran dirinya membongkar mereka (dewan) sebagai penerima uang dari Muhamad untuk menaikan anggaran Setda pada APBD Perubahan 2011. “Apa yang saya perbuat akan saya pertanggung jawabkan”, ungkap¬nya. Pernyataan yang disampaikannya pada saat unjuk rasa berlangsung merupakan fakta dari data-data yang diperolehnya. “Itu bukan fitnah. Saya punya data tentang keterlibatan sejumlah anggota dewan yang menerima uang itu,” ujarnya.
Sri Guna malah menunggu surat panggilan dari pihak Kepolisian yang akan memproses dirinya supaya dia segera mem¬berikan keterangan sekaligus menyerahkan data indikasi adanya dugaan penyuapan tersebut. “Sebagai warga yang taat hukum, saya tentu akan hormati panggilan itu. Tapi ingat, setelah saya berikan keterangan, akan saya beberkan semua data kepada media cetak dan elektronik biar publik tahu masalah yang sebenarnya,” urai Sri Guna.
Uang yang diduga mengalir ke sejumlah anggota Dewan tersebut menurutnya adalah uang dirinya yang dipinjam oleh Muham¬mad, mantan Bendahara Setda Kabupaten Dompu, sebesar Rp100 juta yang dipinjam sekitar tanggal 23 September 2011 lalu pukul 10 malam. Melalui perantara yang diduga bernama FH, oknum wartawan local, Muhammad disinyalir membagikan uang tersebut kesejumlah nama yang dibeberkannya itu. Sementara itu, tidak semua anggota Dewan sepakat dengan apa yang dilakukan oleh sejumlah rekan anggota Dewan yang dituding menerima uang pinjaman dari Sri Guna untuk memuluskan pembahasan platform anggaran pihak Eksekutif. Salah seorang anggota DPRD Dompu, Ilhma Yahyu, yang juga merupakan mantan aktivis Institut Transparansi Kebijakan (ITK) NTB menyayangkan sikap sejumlah anggota DPRD itu. “Langkah teman-teman yang melaporkan Sri Guna ke Polisi itu terlalu gegabah,” sesalnya.
Sementara itu, hingga saat ini, Bupati Dompu, H. Bambang Yasin, yang berusaha dikonfirmasi wartawan terkait dengan pengakuan Sri Guna yang diarahkan kepada Bupati dan isterinya, tidak berhasil ditemui karena sedang berada di luar daerah. Bahkan Minggu (26/2) siang, wartawan kembali berupaya menghubungi via Ponselnya, namun tidak diaktifkan. (GA. 555*)
Beda pemerintahan daerah dengan perusahaan pribadi terletak pada system penyelenggaraan organisasinya. Meski sama-sama memiliki suatu system dan mekanisme kerja tersendiri, namun system dan mekanisme kerja pemerintahan daerah lebih tersistem dan lebih terarah sebagai sebuah proses atau upaya untuk mencapai tujuan kesejahteraan rakyat dan nilai
pertanggungjawabannya adalah juga kepada rakyat. Namun jika perusahaan pribadi, lebih bertitik tekan kepada kecenderungan atau ‘selera’ pimpinan perusahaannya tanpa harus bertanggungjawab kepada rakyat.
Di Kabupaten Dompu, terjadi hal yang sangat aneh dimana Pemerintahan Dompu dibawah kepemimpinan Bupati Dompu, Drs. H. Bambang M. Yasin, disinyalir mem¬perlakukan penyelenggaraan pemerintahan itu seolah-olah seperti perusahaan pribadi. Padahal setiap aktivitas penyelenggaraan pemerintahan dibiayai dari anggaran APBD II Kabupaten Dompu.
Bagaimana tidak, dari beberapa kali aksi demonstrasi yang digelar oleh warga pemilik modal yang dipelopori oleh Sriguna, terung¬kap bahwa Bupati Dompu diduga memin¬jam uang sebesar Rp40 juta dari Sri Guna untuk keperluan dinas Pemda Dompu mela¬kukan perjalanan dinas ke Australia. Tidak hanya Bupati Dompu, istri Bupati Dompu, Hj. Eri Haerunnisa, diduga juga ikut meminjam uang kepada Sri Guna sebesar Rp30 juta untuk keperluan THR. “Dan semua transaksi itu diketahui oleh mantan Asissten II Setda Dompu, H. Saladdin dengan bukti kuitansi yang tertera diatasnya akan dikembalikan dengan bunga pinjaman sebesar 20 persen. Namun kami menuntut dari semua pinjaman itu cukup dikemba¬likan pokoknya saja,” ungkap Sri Guna pada saat menggelar aksi demonstrasi dihadapan kantor Pemkab Dompu pada Senin lalu, (20/2), bersama dengan puluhan pemilik modal yang memiliki nasib yang sama dengan diri dan diadvokasi oleh Liga Mahasiswa Nasional Demokrat (LMND) Dompu.
Selain Bupati dan Istri Bupati, Sri Guna, warga Desa Kareke Kecamatan Dompu ini, juga membeberkan pejabat-pejabat Pemda Dompu yang mendapatkan aliran pinjaman dari dirinya. Pejabat-pejabat tersebut yakni, mantan Assisten II Setda Dompu, H. Salad¬din, diduga juga mendapatkan dana pinja¬man dirinya sebesar Rp40 juta untuk keper¬luan survey ancaman letusan gunung Tam¬bora di Kecamatan Pekat, pinjaman biaya perjalanan dinas rombongan Dharmawanita ke Mataram diduga sebesar Rp30 juta.
Pejabat lain yang diduga menerima aliran dana pinjaman Sri Guna itu yakni oknum Kabag Umum Setda Dompu, M. Amin, S. Sos., oknum Kasubbag Rumah Tangga, Titto, oknum mantan Kasubag Rumah Tangga dan mantan Sekda Dompu, Drs. H. Zaenal Arifin. Parahnya lagi, Sri Guna mem¬beberkan adanya dugaan aliran dana pinjaman yang dipergunakan untuk memu¬luskan dan menaikkan plafon anggaran di DPRD yang pada saat itu disinyalir dibawah tangan oleh salah seorang oknum wartawan Dompu, FH, dan diduga dialirkan ke Komisi I DPRD Dompu sebesar Rp10 juta, Komisi II sebesar Rp10 juta, Komisi III sebesar Rp10 juta, oknum anggota Dewan bernama H. Didi Wahyudin diduga menerima sebesar Rp15 juta, oknum Ketua DPRD bernama Rafiuddin diduga menerima Rp10 juta, oknum Pimpinan DPRD, Iwan Kurniawan, diduga menerima Rp10 juta, Kurnia Ramadhan diduga menerima sebesar Rp15 juta, dan Sirajuddin diduga menerima sebesar Rp5 juta.
“Tujuan pemberian uang tersebut adalah untuk menaikkan plafon APBD Perubahan. Namun dari yang diminta oleh pihak Eksekutif sebesar Rp5 Milyar, yang mampu diperjuangkan oleh mereka hanya sekitar Rp3 Milyar,” beber Sri Guna yang mengaku sudah sangat kesal dengan ulah pemerintah Kabupaten Dompu yang tidak mau mengembalikan uang milik dirinya.
Total dana pinjaman yang dinilai mence¬markan aspek penyelenggaraan pemerinta¬han di Indonesia ini adalah sebesar Rp6 Milyar lebih dari total 47 pemilik uang. Hanya saja berdasarkan informasi yang berkembang, ada sebagian uang pinjaman itu yang sudah dikembalikan. Hanya saja apakah dikembalikan dari dana APBD II Dompu atau uang pribadi, belum diketahui secara persis karena tertutupnya akses informasi pemerintah daerah.
Sri Guna berharap agar Pemkab Dompu dapat segera mengembalikan uang milik dirinya yang telah dipinjam oleh Pemkab Dompu. “Usaha kami macet gara-gara uang milik kami tidak dikembalikan oleh Pemkab Dompu,” tegas Sri Guna. Pihaknya mengancam akan terus melakukan aksi demo dan menduduki kantor Pemkab Dompu dan pendopo Bupati Dompu apabila Pemkab Dompu dan Bupati Dompu tidak memenuhi tuntutan mereka untuk mengembalikan sejumlah dana yang telah dipinjamnya tersebut. “Kami harus pulang dengan uang milik kami,” seru Sri Guna.
Bupati Dompu, Drs. H. Bambang M. Yasin, Istri Bupati Dompu, Hj. Eri Haerun¬nisa, dan mantan Assisten II Setda Dompu, H. Saladdin yang berusaha dikonfirmasi wartawan terkait dengan tudingan Sri Guna ini belum berhasil dihubungi wartawan. Padahal sudah beberapa kali wartawan mendatangi kantor dan kediaman mereka. Namun wartawan sulit sekali mendapatkan konfirmasi mereka.
Sementara itu, oknum Ketua DPRD Dompu, Rafiuddin, secara tegas membantah tudingan Sri Guna terhadap dirinya. Rafiuddin malah bertanya balik kepada Sri Guna, kapan, dimana, jam berapa dan siapa yang menjadi saksi jika Sri Guna benar menyerahkan dana tersebut kepada dirinya dan sejumlah anggota DPRD Dompu lainnya yang dituding oleh Sri Guna. “Ini merupakan bentuk pembunuhan karakter terhadap diri saya dan sejumlah anggota DPRD lainnya,” bantah Rafiuddin kepada wartawan. Hal yang sama juga dikatakan oleh sejumlah anggota DPRD Dompu lain¬nya seperti, Sirajuddin, SH., H. Didi Wahyu¬din, Kurnia Ramadhan, Iwan Kurniawan, Komisi I, Komisi II dan Komisi II DPRD Dompu bahwa apa yang dikatakan oleh Sri Guna itu merupakan fitnahan belaka. “Dan secara politis kami semua merasa harga diri dan nama baik kami tercoreng dan tercemar karena ulah Sri Guna ini. Apalagi DPP partai kami sudah menegur kami terkait dengan hal ini,” tegas mereka. Mereka semua bersepakat untuk mempolisikan Sri Guna karena ulahnya yang mencemarkan nama baik mereka. “Pernyataan Sri dan para pendemo itu tidak benar. Sri akan kami polisikan,” ancam Rafiuddin.
Merasa dicemari nama baiknya, mereka yang dituding Sri Guna ini akhirnya melaporkan tudingan Sri ini ke pihak Polres Dompu. Yang memberikan laporan yakni Ketua Komisi I DPRD Dompu, Sirajuddin, SH. Dalam surat laporan bernomor Lp.110/II/2012 tercantum jelas bahwa pihak yang dilaporkan adalah Sri Guna dan dianggap telah melakukan penghinaan dan pencemaran nama baik terhadap sejumlah anggota Dewan dihadapan muka umum.
Dalam dalam uraian surat laporan bahwa terlapor dkk menyatakan, sejumlah anggota dewan seperti Ketua DPRD Dompu Rafiuddin H. Anas menerima Rp10 juta, Iwan Kurniawan Wakil Ketua Dewan Rp10 juta, Sirajuddin Ketua Komisi I Rp5 juta, Kurniawan Ramadhan SE Rp15 juta dan Didi Wahyuddi SE Rp15 juta. Uang itu ter¬indikasi sebagai sogokan untuk menai¬kan pos anggaran pada SKPD Setda Dompu dari Rp1M menjadi Rp2M di APBD Peru¬ba¬han 2011. Dalam kasus ini, pihak DPRD juga mengajukan dua orang saksi staf Sekretariat Sewan yang melihat dan mendengarkan lansung ucapan Sri Guna ketika menyebutkan nama penerima uang dimaksud. Mereka yakni Ab dan Ah.
Di tempat terpisah Sri Guna yang dihubungi mengatakan, pihaknya tidak gentar dengan laporan polisi yang dilayang¬kan sejumlah anggota dewan lantaran dirinya membongkar mereka (dewan) sebagai penerima uang dari Muhamad untuk menaikan anggaran Setda pada APBD Perubahan 2011. “Apa yang saya perbuat akan saya pertanggung jawabkan”, ungkap¬nya. Pernyataan yang disampaikannya pada saat unjuk rasa berlangsung merupakan fakta dari data-data yang diperolehnya. “Itu bukan fitnah. Saya punya data tentang keterlibatan sejumlah anggota dewan yang menerima uang itu,” ujarnya.
Sri Guna malah menunggu surat panggilan dari pihak Kepolisian yang akan memproses dirinya supaya dia segera mem¬berikan keterangan sekaligus menyerahkan data indikasi adanya dugaan penyuapan tersebut. “Sebagai warga yang taat hukum, saya tentu akan hormati panggilan itu. Tapi ingat, setelah saya berikan keterangan, akan saya beberkan semua data kepada media cetak dan elektronik biar publik tahu masalah yang sebenarnya,” urai Sri Guna.
Uang yang diduga mengalir ke sejumlah anggota Dewan tersebut menurutnya adalah uang dirinya yang dipinjam oleh Muham¬mad, mantan Bendahara Setda Kabupaten Dompu, sebesar Rp100 juta yang dipinjam sekitar tanggal 23 September 2011 lalu pukul 10 malam. Melalui perantara yang diduga bernama FH, oknum wartawan local, Muhammad disinyalir membagikan uang tersebut kesejumlah nama yang dibeberkannya itu. Sementara itu, tidak semua anggota Dewan sepakat dengan apa yang dilakukan oleh sejumlah rekan anggota Dewan yang dituding menerima uang pinjaman dari Sri Guna untuk memuluskan pembahasan platform anggaran pihak Eksekutif. Salah seorang anggota DPRD Dompu, Ilhma Yahyu, yang juga merupakan mantan aktivis Institut Transparansi Kebijakan (ITK) NTB menyayangkan sikap sejumlah anggota DPRD itu. “Langkah teman-teman yang melaporkan Sri Guna ke Polisi itu terlalu gegabah,” sesalnya.
Sementara itu, hingga saat ini, Bupati Dompu, H. Bambang Yasin, yang berusaha dikonfirmasi wartawan terkait dengan pengakuan Sri Guna yang diarahkan kepada Bupati dan isterinya, tidak berhasil ditemui karena sedang berada di luar daerah. Bahkan Minggu (26/2) siang, wartawan kembali berupaya menghubungi via Ponselnya, namun tidak diaktifkan. (GA. 555*)