Salam Redaksi
Dalam surat al-Takatsur ayat 1 - 4, Allah melukiskan betapa orang Mekah selalu saja disibukkan untuk menumpuk-numpuk harta kekayaan dan mereka akan berhenti tatkala kematian menghampirinya.
Senada dengan ini adalah hadits Rasulullah yang menyatakan bahwa, “Sekiranya anak cucu Adam memiliki sebuah lembah yang berisi harta kekayaan, niscaya ia menginginkan yang kedua. Dan ketika telah memilikinya ia menginginkan yang ketiga. Dan tidaklah penuh mulutnya kecuali telah berisi tanah. (HR. Bukhari).
Keserakahan terhadap harta juga menjadikan manusia berlaku curang, menipu dan mengeksploitasi manusia lainnya. Dalam al-Qur’an surat Hud ayat 84, Allah mengisahkan Nabi Syu’aib yang menyeru umatnya untuk berlaku adil dalam aktivitas ekonomi.
Umat Nabi Syu’aib seringkali melakukan penipuan dalam perdagangan yang ditunjukkan dengan cara mengurangi timbangan dan takaran, sehingga merugikan orang lain. Dalam memperbaiki umatnya, Nabi Syu’aib memerintahkan agar mereka berlaku adil.
Pada prinsipnya al-Qur’an tidak melarang manusia untuk mencari kekayaan sebanyak-banyak selama ia mampu menjaga keseimbangan jasmani-rohani dan keseimbangan individu-sosial. Isyarat ini ditemukan pada surat an-Nur ayat 37 yang menunjukkan pentingnya mewujudkan keseimbangan antara aktivitas perdagangan (tijariyah), jual beli (bai ) yang merupakan simbol-simbol komersial dengan pemenuhan kewajiban kepada Allah (shalat) dan tanggung jawab kepada masyarakat (zakat).
Pesan ayat diatas adalah harta kekayaan itu semestinya dipergunakan untuk mencari ridha Allah dan menafkahkan sebagiannya untuk jalan Allah, kepentingan-kepentingan sosial dan orang-orang yang membutuhkan. Tanpa ada kepedulian dan bantuan yang konkret dari pihak yang berharta untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dengan orang-orang yang masih berada dalam kemiskinan, anak-anak terlantar dan anak yatim, maka keadilan ekonomi dalam makna keseimbangan kehidupan individu dan sosial tidak dapat diwujudkan.
Terjadinya konflik sosial, penjarahan, perampokan pada dasarnya diakibatkan dari tidak terciptanya keseimbangan sosial. Jika seluruh masyarakatnya kaya, tentu tidak ada persoalan.
Sama juga halnya jika dalam sebuah wilayah, seluruh masyarakatnya miskin, juga tidak ada persoalan. Malah bisa saja mereka hidup dengan tenang dan damai. Tetapi jika ada masyarakat hidup mewah dengan harta yang berlimpah, padahal di sisinya terdapat sekelompok masyarakat yang hidup susah, miskin dan serba kekurangan, di sinilah masalah mulai muncul jika si-kaya tidak memberikan perhatian yang proporsional. Akhirnya si-miskin menjadi sakit hati, iri hati yang menimbulkan sifat dengki yang memicu kerusuhan sosial.
Agaknya inilah arti penting ajaran sosial Islam seperti zakat, infaq, shadaqah, hibah, hadiah dan waqaf. Dikutip dari berbagai sumber. Wallahu’alam Bissawab*).