Bima, Garda Asakota.-
Ratusan warga Talabiu Kecamatan Woha Kabupaten Bima, Jumat pagi (7/9), memblokir total jalur lintas Sumbawa-Bima di perempatan Talabiu, sebagai bentuk reaksi atas tidak adanya perhatian serius dari beberapa pihak terkait dalam merespon peristiwa meledaknya mobil Pick-Up yang mengangkut BBM (Bahan Bakar Minyak) pada bulan Ramadhan lalu (13 Agustus, red), hingga menyebabkan sejumlah rumah warga ikut terbakar, dan belasan warga sekitar
cabang Talabiu menjadi korban. “Mereka-mereka ini tidak pernah mendapat perhatian serius sama sekali baik dari pemilik SPBU, pemilik pangkalan, Jasaraharja, dan pihak Pemda dalam hal ini Dinas Sosial,” ungkap salah satu perwakilan warga, Jiggo, kepada Garda Asakota, Jumat (7/9). Bahkan kata dia, sampai seorang warga Talabiu yang mengalami luka bakar, Thamrin A. Ahmad, meninggal dunia bebe¬rapa hari lalu, korban tidak pernah menda¬pat perhatian serius baik dari secara hukum, moril maupun materiil. “Hal inilah yang me¬ nimbulkan reaksi dan gejolak di masya¬rakat, apalagi pasca meninggalnya salah satu korban.Karena hal ini terkait dengan kecelakaan kerja,” katanya seraya menegas¬kan bahwa aksi warga masyarakat itu tergabung dari elemen pemuda, keluarga korban, dan warga masyarakat sekitar. Menurutnya, salah satu tuntutan warga adalah pelaku harus diproses secara hukum, dan korban diberikan santunan yang layak. “Tuntutan kami meminta pertanggungjawa¬ban, baik secara hukum maupun ekonomi.Kita akan tutup mati jalan ini sampai ada kejelasan dari pihak-pihak yang bertang¬gung-jawab,” tegasnya. Berdasarkan informasi yang dihimpun Garda Asakota di lapangan, peristiwa meledaknya mobil pick-up bermuatan BBM itu terjadi tanggal 13 Agustus 2012 lalu. Tragisnya sejumlah warga yang berupaya memadamkan api justru menjadi korban, tercatat jumlah korban sebanyak 23 orang, enam orang luka permanen, dan beberapa hari lalu, satu orang diantaranya telah meninggal dunia. Dari aspek hukum, seperti disuarakan Pimpinan Aksi, Arief, pasca insiden itu, pihak korban melihat tidak adanya niat baik dari aparat Kepolisian dalam memproses hukum terhadap pelaku ‘kejahatan’ yang telah menghilangkan nyawa manusia akibat kelalaiannya. “Seharusnya hukum betindak tegas, tapi lagi-lagi sampai hari ini pelaku yang mengendari Pick-Up belum juga diproses secara hukum.Katanya Kepolisian sudah buron, aneh,” cetusnya.Selain pengendera mobil, katanya, yang seharusnya juga diproses hukum adalah pemilik SPBU dan pihak yang mengeluarkan ijin pangkalan maupun Pemda. Pada kesempatan itu pula, Arief, menuding pihak-pihak terkait tidak memiliki rasa sensitivisitas maupun kepe¬dulian sama sekali terhadap para korban yang berupaya memadamkan api dari ledakan BBM maupun mobil Pick-Up yang terbakar saat itu. “Tidak ada kepedulian serius,” tudingnya.Pantauan langsung Garda Asakota di lapangan, aksi solidaritas ini berlangsung aman dan terkendali. Se¬per¬tinya biasanya, bila aksi menutup akses jalan Negara ini digelar, yang terjadi adalah kemacetan panjang.Mengantisipasi hal ini beberapa personil Kepolisian berupaya mengalihkan jalur itu ke jalur alternative.Dalam aksinya itu, elemen warga Talabiu memblokir jalan dengan membakar ban dan memasang batu serta kayu di tengah jalan. Tidak ada aksi anarkhis sela¬ma aksi massa berlangsung. (GA. 212*)
cabang Talabiu menjadi korban. “Mereka-mereka ini tidak pernah mendapat perhatian serius sama sekali baik dari pemilik SPBU, pemilik pangkalan, Jasaraharja, dan pihak Pemda dalam hal ini Dinas Sosial,” ungkap salah satu perwakilan warga, Jiggo, kepada Garda Asakota, Jumat (7/9). Bahkan kata dia, sampai seorang warga Talabiu yang mengalami luka bakar, Thamrin A. Ahmad, meninggal dunia bebe¬rapa hari lalu, korban tidak pernah menda¬pat perhatian serius baik dari secara hukum, moril maupun materiil. “Hal inilah yang me¬ nimbulkan reaksi dan gejolak di masya¬rakat, apalagi pasca meninggalnya salah satu korban.Karena hal ini terkait dengan kecelakaan kerja,” katanya seraya menegas¬kan bahwa aksi warga masyarakat itu tergabung dari elemen pemuda, keluarga korban, dan warga masyarakat sekitar. Menurutnya, salah satu tuntutan warga adalah pelaku harus diproses secara hukum, dan korban diberikan santunan yang layak. “Tuntutan kami meminta pertanggungjawa¬ban, baik secara hukum maupun ekonomi.Kita akan tutup mati jalan ini sampai ada kejelasan dari pihak-pihak yang bertang¬gung-jawab,” tegasnya. Berdasarkan informasi yang dihimpun Garda Asakota di lapangan, peristiwa meledaknya mobil pick-up bermuatan BBM itu terjadi tanggal 13 Agustus 2012 lalu. Tragisnya sejumlah warga yang berupaya memadamkan api justru menjadi korban, tercatat jumlah korban sebanyak 23 orang, enam orang luka permanen, dan beberapa hari lalu, satu orang diantaranya telah meninggal dunia. Dari aspek hukum, seperti disuarakan Pimpinan Aksi, Arief, pasca insiden itu, pihak korban melihat tidak adanya niat baik dari aparat Kepolisian dalam memproses hukum terhadap pelaku ‘kejahatan’ yang telah menghilangkan nyawa manusia akibat kelalaiannya. “Seharusnya hukum betindak tegas, tapi lagi-lagi sampai hari ini pelaku yang mengendari Pick-Up belum juga diproses secara hukum.Katanya Kepolisian sudah buron, aneh,” cetusnya.Selain pengendera mobil, katanya, yang seharusnya juga diproses hukum adalah pemilik SPBU dan pihak yang mengeluarkan ijin pangkalan maupun Pemda. Pada kesempatan itu pula, Arief, menuding pihak-pihak terkait tidak memiliki rasa sensitivisitas maupun kepe¬dulian sama sekali terhadap para korban yang berupaya memadamkan api dari ledakan BBM maupun mobil Pick-Up yang terbakar saat itu. “Tidak ada kepedulian serius,” tudingnya.Pantauan langsung Garda Asakota di lapangan, aksi solidaritas ini berlangsung aman dan terkendali. Se¬per¬tinya biasanya, bila aksi menutup akses jalan Negara ini digelar, yang terjadi adalah kemacetan panjang.Mengantisipasi hal ini beberapa personil Kepolisian berupaya mengalihkan jalur itu ke jalur alternative.Dalam aksinya itu, elemen warga Talabiu memblokir jalan dengan membakar ban dan memasang batu serta kayu di tengah jalan. Tidak ada aksi anarkhis sela¬ma aksi massa berlangsung. (GA. 212*)