Bima, Garda Asakota.-
Selama tahun anggaran 2012, lelang elektronik melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) seolah-olah su¬dah dilakukan oleh Pemkab Bima, padahal pengadaan barang dan jasa oleh ULP masih dilakukan secara manual. Buktinya hampir semua paket proyek di Pemkab Bima sudah dilakukan pelelangan secara manual seperti paket-paket proyek Dinas Pekerjaan Umum (PU),
paket-paket proyek Disperindag, dan paket proyek di instansi lainnya. Kondisi ini jelas bertentangan dengan UU yang mengamanatkan bahwa minimal 40 persen belanja langsung mulai tahun 2012 harus dilelang secara elektronik melalui LPSE. Jika tidak, maka akan berdampak pada penilaian kinerja pemerintahan daerah. Kalau misalnya selama ini Pemkab Bima meraih predikat WTP dari BPK, maka bukan hal mustahil karena tidak memenuhi kewajiban tender minimal 40 persen dengan system LPSE, maka predikat itu akan terancam hingga menjadi Disclaimer. Berdasarkan data yang dihimpun Garda Asakota dari berbagai sumber, dengan system LPSE diharapkan proses pelelangan akan lebih cepat, transparan, akuntabel dan efisiensi. Pembentukan LPSE ini wajib bagi kabupaten/kota, provinsi hingga kemente¬rian, salah satu tujuannya untuk efisiensi anggaran. LPSE itu sendiri, adalah lembaga yang menfasilitasi ULP dalam melakukan pelelangan secara elektronik, menyiapkan fasilitas kantor dan system, sekaligus SDM yang mengelola system. Dengan adanya LPSE ini juga, pelelangan proyek-proyek pemerintah di seluruh Indonesia kini dapat lebih mudah diakses seluruh kontraktor atau masyarakat. Lantaran penyediaan informasi tersebut, sekarang diselenggarakan dengan sistem online melalui. LPSE itu merupakan upaya pemerintah mewujudkan transpa¬ransi serta akuntabilitas pengadaan barang atau jasa. Hal itu untuk mengurangi potensi tindak pidana korupsi yang mungkin terjadi dalam setiap pengadaan barang atau jasa. Minimnya kesempatan untuk bertatap muka antara panitia pengadaan dengan penye¬diaan atau rekanan sehingga kesempatan bersekongkol dalam pengaturan tender atau lelang pemerintah ini dapat dicegah. Kalaupun Pemkab belum punya fasilitas LPSE, bisa meminjam perangkat elektronik milik Pemda terdekat seperti Kota Bima, Dompu, Sumbawa, atau di Mataram. Belum terbentuknya LPSE bukan menjadi alas an untuk tetap melaksanakan tender dengan system manual, karena kalaupun LPSE tidak ada di Pemda yang bersangkutan, maka bisa menggunakan system LPSE di wilayah terdekat seperti Kota Bima, Dompu, Sumbawa, dan Mataram. Bagaimana tanggapan Pemkab Bima terkait dengan belum adanya LPSE ter¬sebut? Kepala ULP Pemkab Bima, Aris Munandar, ST, MT, yang dimintai tangga¬pan¬nya mengakui bahwa selama ini pihak¬nya masih melaksanakan tender secara manual. Namun demikian, baru-baru ini Pem¬kab Bima sudah membentuk LPSE guna menjawab tuntutan UU. “LPSE baru terbentuk, dikepalai oleh Kabag APP. Malah hari Senin ini, akan diadakan pelatihan kolektif untuk aparaturnya. InsyaAllah tender berikutnya kita akan langsung pake system elektronik,” ucapnya. Pihaknya merasa yakin kuota minimal 40 persen proyek akan dilelang dengan system LPSE terpenuhi nan¬ tinya, malah akan melebih dari itu. “Malah akan lebih, karena banyak SKPD yang belum melaksanakan tender,” tegas pria yang kerap disapa Anton ini. (GA. 212*)
Selama tahun anggaran 2012, lelang elektronik melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) seolah-olah su¬dah dilakukan oleh Pemkab Bima, padahal pengadaan barang dan jasa oleh ULP masih dilakukan secara manual. Buktinya hampir semua paket proyek di Pemkab Bima sudah dilakukan pelelangan secara manual seperti paket-paket proyek Dinas Pekerjaan Umum (PU),
paket-paket proyek Disperindag, dan paket proyek di instansi lainnya. Kondisi ini jelas bertentangan dengan UU yang mengamanatkan bahwa minimal 40 persen belanja langsung mulai tahun 2012 harus dilelang secara elektronik melalui LPSE. Jika tidak, maka akan berdampak pada penilaian kinerja pemerintahan daerah. Kalau misalnya selama ini Pemkab Bima meraih predikat WTP dari BPK, maka bukan hal mustahil karena tidak memenuhi kewajiban tender minimal 40 persen dengan system LPSE, maka predikat itu akan terancam hingga menjadi Disclaimer. Berdasarkan data yang dihimpun Garda Asakota dari berbagai sumber, dengan system LPSE diharapkan proses pelelangan akan lebih cepat, transparan, akuntabel dan efisiensi. Pembentukan LPSE ini wajib bagi kabupaten/kota, provinsi hingga kemente¬rian, salah satu tujuannya untuk efisiensi anggaran. LPSE itu sendiri, adalah lembaga yang menfasilitasi ULP dalam melakukan pelelangan secara elektronik, menyiapkan fasilitas kantor dan system, sekaligus SDM yang mengelola system. Dengan adanya LPSE ini juga, pelelangan proyek-proyek pemerintah di seluruh Indonesia kini dapat lebih mudah diakses seluruh kontraktor atau masyarakat. Lantaran penyediaan informasi tersebut, sekarang diselenggarakan dengan sistem online melalui. LPSE itu merupakan upaya pemerintah mewujudkan transpa¬ransi serta akuntabilitas pengadaan barang atau jasa. Hal itu untuk mengurangi potensi tindak pidana korupsi yang mungkin terjadi dalam setiap pengadaan barang atau jasa. Minimnya kesempatan untuk bertatap muka antara panitia pengadaan dengan penye¬diaan atau rekanan sehingga kesempatan bersekongkol dalam pengaturan tender atau lelang pemerintah ini dapat dicegah. Kalaupun Pemkab belum punya fasilitas LPSE, bisa meminjam perangkat elektronik milik Pemda terdekat seperti Kota Bima, Dompu, Sumbawa, atau di Mataram. Belum terbentuknya LPSE bukan menjadi alas an untuk tetap melaksanakan tender dengan system manual, karena kalaupun LPSE tidak ada di Pemda yang bersangkutan, maka bisa menggunakan system LPSE di wilayah terdekat seperti Kota Bima, Dompu, Sumbawa, dan Mataram. Bagaimana tanggapan Pemkab Bima terkait dengan belum adanya LPSE ter¬sebut? Kepala ULP Pemkab Bima, Aris Munandar, ST, MT, yang dimintai tangga¬pan¬nya mengakui bahwa selama ini pihak¬nya masih melaksanakan tender secara manual. Namun demikian, baru-baru ini Pem¬kab Bima sudah membentuk LPSE guna menjawab tuntutan UU. “LPSE baru terbentuk, dikepalai oleh Kabag APP. Malah hari Senin ini, akan diadakan pelatihan kolektif untuk aparaturnya. InsyaAllah tender berikutnya kita akan langsung pake system elektronik,” ucapnya. Pihaknya merasa yakin kuota minimal 40 persen proyek akan dilelang dengan system LPSE terpenuhi nan¬ tinya, malah akan melebih dari itu. “Malah akan lebih, karena banyak SKPD yang belum melaksanakan tender,” tegas pria yang kerap disapa Anton ini. (GA. 212*)