Terancam Dihentikan Secara Paksa
Kota Bima, Garda Asakota.-Aktivitas perusahaan pemecah batu yang melaksanakan penambangan dan pengolahan batu di jalan lintas Dana Traha atau sekitar kawasan Dana Taraha (Doro Raja, red) lingkungan Bedi Kelurahan Manggemaci Rasanae Barat Kota Bima, ternyata belum mengantongi ijin dari Pemerintah. “Kita belum memberi ijin, kalau dia beroperasi pasti illegal,” ungkap Walikota Bima,
HM. Qurais H. Abidin, kepada Garda Asakota, Kamis (10/10), menjawab pertanyaan wartawan terkait aktivitas perusahaan pemecah batu tersebut.Menurutnya, hingga bulan ini, pengoperasian perusahaan terus masih dikaji dampak lingkungannya oleh pihak Dinas Pertambangan, dan juga mendengar pendapat masyarakat di sekitar lokasi.
“Sejauh ini pihak Distamben telah melakukan pemantauan dan menganalisa kegiatan perusahaan pemecah batu tersebut, ternyata perusahaan dimaksud belum mengantong ijin untuk beroperasi,” akunya.
Pihak Dinas Pertambangan Kota Bima yang dikonfirmasi wartawan memas tikan tidak adanya ijin penambangan dan pengolahan yang dikantongi oleh pihak perusahaan yang disebut-sebut milik Hendro tersebut. “Mereka menambang secara illegal, jangankan ijin eksploitasi, ijin eksplorasi saja belum ada,” ungkap Kasi Pertambangan Dinas Pertambangan Kota Bima, Fahrulrajin, ST, kepada Garda Asakota. Di lokasi itu, kata dia, seharusnya tidak bisa dilakukan penambangan dan pengolahan karena lokasinya pinggir jalan umum, dekat jembatan , dan berada di situs cagar budaya. Selain itu, katanya juga mendapatkan aksi penolakan dari warga lantaran ada kekhawatiran dampak buruk dari aktivitas tersebut.
Mendengar penjelasan dari pihak Distamben, sejumlah aktivis meminta dinas bersikap tegas. “UD pemecah batu sudah melanggar aturan, maka dinas harus menindak tegas,” kata Arif Rahman, perwakilan mahasiswa.
Menanggapi hal ini, Fahrul menjelaskan bahwa secara prosedur Pemkot Bima sudah dua kali melayangkan surat teguran kepada pihak perusahaan, namun surat teguran itu tidak diindahkan. “Malah perusahaan tetap melakukan penambangan. Sekarang kita tinggal menunggu perintah bapak Walikota dan kami akan turun langsung menutup secara paksa,” jelasnya.
Parahnya lagi, kata dia, perusahaan dimaksud juga tidak memiliki dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL). Hal tersebut, jelasnya, sangat bertentangan dengan Peraturan Pemerintah RI nomor 27 tahun 2012 tentang ijin lingkungan. Dalam hal ini adalah izin diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan yang wajib AMDAl atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengolahan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin usaha dan atau lingkungan hidup.
Kemudian, sambungnya, pasal 2 PP yang sama menegaskan, dalan hal lokasi rencana usaha dan atau kegiatan setidaknya sesuai dengan rencana tata ruang, dokumen AMDAL dapat dinilai dan wajib dikembalikan.
Direktur UD Pemecah Batu, Hendro, yang dimintai klarifikasinya, Kamis (10/10), justru membantah bahwa pihaknya melakukan aktivitas penambangan secara illegal karena dia lakukan di atas lahan milik pribadinya.
“Terserah saya mau berbuat apa, dan jika saya bersalah mereka harus buktikan kalau saya bersalah,” tegasnya.
Hendro malah memprotes sikap Pemkot Bima. Dia meminta agar pemerintah dapat bersikap adil, dan tidak setengah-setengah dalam menegakkan aturan. “Jika saya dilarang menambang mengapa warga lain dibiarkan menambang,” protesnya. (GA. 212/999*)
Kota Bima, Garda Asakota.-Aktivitas perusahaan pemecah batu yang melaksanakan penambangan dan pengolahan batu di jalan lintas Dana Traha atau sekitar kawasan Dana Taraha (Doro Raja, red) lingkungan Bedi Kelurahan Manggemaci Rasanae Barat Kota Bima, ternyata belum mengantongi ijin dari Pemerintah. “Kita belum memberi ijin, kalau dia beroperasi pasti illegal,” ungkap Walikota Bima,
HM. Qurais H. Abidin, kepada Garda Asakota, Kamis (10/10), menjawab pertanyaan wartawan terkait aktivitas perusahaan pemecah batu tersebut.Menurutnya, hingga bulan ini, pengoperasian perusahaan terus masih dikaji dampak lingkungannya oleh pihak Dinas Pertambangan, dan juga mendengar pendapat masyarakat di sekitar lokasi.
“Sejauh ini pihak Distamben telah melakukan pemantauan dan menganalisa kegiatan perusahaan pemecah batu tersebut, ternyata perusahaan dimaksud belum mengantong ijin untuk beroperasi,” akunya.
Pihak Dinas Pertambangan Kota Bima yang dikonfirmasi wartawan memas tikan tidak adanya ijin penambangan dan pengolahan yang dikantongi oleh pihak perusahaan yang disebut-sebut milik Hendro tersebut. “Mereka menambang secara illegal, jangankan ijin eksploitasi, ijin eksplorasi saja belum ada,” ungkap Kasi Pertambangan Dinas Pertambangan Kota Bima, Fahrulrajin, ST, kepada Garda Asakota. Di lokasi itu, kata dia, seharusnya tidak bisa dilakukan penambangan dan pengolahan karena lokasinya pinggir jalan umum, dekat jembatan , dan berada di situs cagar budaya. Selain itu, katanya juga mendapatkan aksi penolakan dari warga lantaran ada kekhawatiran dampak buruk dari aktivitas tersebut.
Mendengar penjelasan dari pihak Distamben, sejumlah aktivis meminta dinas bersikap tegas. “UD pemecah batu sudah melanggar aturan, maka dinas harus menindak tegas,” kata Arif Rahman, perwakilan mahasiswa.
Menanggapi hal ini, Fahrul menjelaskan bahwa secara prosedur Pemkot Bima sudah dua kali melayangkan surat teguran kepada pihak perusahaan, namun surat teguran itu tidak diindahkan. “Malah perusahaan tetap melakukan penambangan. Sekarang kita tinggal menunggu perintah bapak Walikota dan kami akan turun langsung menutup secara paksa,” jelasnya.
Parahnya lagi, kata dia, perusahaan dimaksud juga tidak memiliki dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL). Hal tersebut, jelasnya, sangat bertentangan dengan Peraturan Pemerintah RI nomor 27 tahun 2012 tentang ijin lingkungan. Dalam hal ini adalah izin diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan yang wajib AMDAl atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengolahan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin usaha dan atau lingkungan hidup.
Kemudian, sambungnya, pasal 2 PP yang sama menegaskan, dalan hal lokasi rencana usaha dan atau kegiatan setidaknya sesuai dengan rencana tata ruang, dokumen AMDAL dapat dinilai dan wajib dikembalikan.
Direktur UD Pemecah Batu, Hendro, yang dimintai klarifikasinya, Kamis (10/10), justru membantah bahwa pihaknya melakukan aktivitas penambangan secara illegal karena dia lakukan di atas lahan milik pribadinya.
“Terserah saya mau berbuat apa, dan jika saya bersalah mereka harus buktikan kalau saya bersalah,” tegasnya.
Hendro malah memprotes sikap Pemkot Bima. Dia meminta agar pemerintah dapat bersikap adil, dan tidak setengah-setengah dalam menegakkan aturan. “Jika saya dilarang menambang mengapa warga lain dibiarkan menambang,” protesnya. (GA. 212/999*)