Kota Bima Garda Asakota.-
Budaya
Bima merupakan Budaya yang cukul dikenal di berbagai daerah, bahkan juga
dikenal di berbagai Negara, pasalnya Bima memiliki peninggalan sejarah yang
cukup berarti di mata Bangsa dan Negara. Kesenian Bima seperti Tari Lengge,
Tari Buja Kadanda, gantaong, hadrah, dan lain sebagainya, merupakan peninggalan
leluhur yang harus dilestarikan agar tidak tergerus kemajuan zaman. Dasar
itulah, yang melatar-belakangi keluarga besar Sekolah Dasar Negeri (SDN) 26
Kota Bima (dulu SDN Raba-9, red), berkomitmen untuk melakukan upaya pelestarian
dan pengembangan budaya Bima, khususnya kepada anak-anak sejak dini.
“Meski
Budaya Bima dianggap hilang dari tataran Bumi Pertiwi khususnya di wilayah Kota
dan Kabupaten Bima, namun kami akan terus mengingatnya dan tetap mencintainya,”
ungkap Kepala Sekolah (Kepsek) SDN-26 Kota Bima, M. Nazamuddin, kepada Garda Asakota.
Didampingi
salah seorang guru, M. Yunus, S. Pd, Kepsek SDN-26 Kota Bima mengungkapkan
bahwa Budaya Bima sudah sangat lama tak diekspresikan di wilayah Bima, baik
dalam kegiatan hari-hari Nasional maupun acara-acara yang mengarah pada Budaya.
Namun dengan ada niat baik dari sejumlah guru berkeinginan besar untuk membuka
kembali budaya tersebut supaya anak-anak itu bisa mengenali arti Budaya Bima
yang saat itu memiliki talenta di berbagai daerah-daerah Besar di Indonesia.
Selain keinginan besar dari sejumlah guru, sekolah juga memiliki sejumlah alat
yang mendukung diberikan oleh Mendiknas Pusat seperti Gendang Gong, Biola,
Gambus, Rebana serta pakian-pakaian Tradisional yang bernuansa adat Bima.
Selain itu ada juga alat lain yang mendukung saat acara itu berlangsung, yakni
Samero, Katongga dan berbagai peralatan lainnya dalam mewujudkan dan
mengembangkan seni Budaya Lokal Bima.
Menurutnya,
adanya berbagai alat yang mendukung tersebut, sekolah ini akan bekerja sama
dengan Sanggar Seni Sausan yang ada di Kelurahan Rabadompu Barat Kota Bima
dibawah pimpinan, Ihwan, SP. “Mereka menghelat latihan di sekolah ini tiga kali
dalam seminggu.
Sasaran
pesertanya yakni dari siswa SDN-26 mulai dari kelas I sampai kelas V,” akunya.
Pada pelatihan awal, kata dia, sejumlah siswa dikenali dan diperioritaskan
mengenai pengenalan alat-alat serta pembinaan Tarian Budaya Bima yang dikoordinir
oleh Sanggar Sausan. “Kegiatan itu sudah berjalan sejak awal Januari kemarin,
dengan waktu yang dijadwalkan tiga kali dalam seminggu, siswa begitu eksis
untuk mengenalinya budaya Bima. Kita lakukan latihan rutin ini untuk persiapan
pada kegiatan-kegiatan Kota Bima seperti di hari Ulang Tahun Kota juga pada
acara-acara yang sifatnya berbau Budaya Bima,” terang M. Nazamuddin, sembari memperlihatkan
sejumlah alat tradisional adat Bima.
Diakuinya,
dari sejumlah siswa yang ikut serta dalam latihan itu akan diberikan porsinya
sesuai dengan kemampuannya masing-masing, misalnya Tari Lengge, tari Buja
Kadanda dan sebagainya itu akan dibagi beberapa bagian supaya sejumlah siswa
tersebut tidak mempelajari semua alat yang berbau Budaya Bima.
“Kasian
pada anak-anak jika harus diberikan latihan secara umum dari sejumlah alat
itu,” cetusnya. Sementara itu, M. Yunus, S. Pd,
menambahkan bahwa, selain untuk mengenali adat Bima, tujuan kegiatan ini
untuk mengembangkan potensi siswa secara optimal dan terpadu yang meliputi
bakat, juga memantapkan kepribadian siswa untuk mewujudkan ketahanan sekolah
sebagai lingkungan pendidikan supaya terhindar dari usaha dan pemikiriran
negative yang bertentangan dengan tujuan pendidikan. Budaya Bima saat ini,
katanya, semakin hari semakin terkikis oleh waktu, pasalnya anak-anak bangsa
khsususnya Bima secara umum 90 persen tak mengenal adat Bima atau Budaya Bima.
“Apa salahnya
jika hari ini kita semua sebagai anak bangsa yang mencintai Budaya Bima membuka
kembali dan mengenali Budaya Bima kepada anak-anak kita yang saat ini belum
paham dengan arti Budaya Bima tersebut. Padahal Budaya Bima itu begitu memiliki
arti di mata dunia,” tukasnya.
Di
tempat yang sama, Ihwan, SP, pemilik Sanggar Sausan sekaligus Pembina,
disela-sela memberikan pelatihan di SDN 26 Kota Bima, menuturkan bahwa Budaya
Bima sudah sangat lama tak diperlihatkan di mata masyarakat Bima pada umumnya.
“Melalui latihan tiga kali seminggu bersama anak-anak bangsa ini, Budaya Bima
harus dibuka kembali.
Pasalnya
hampir semua siswa di Sekolah dasar belum memahami arti Budaya Bima,” imbuhnya.
Anak-anak di usia dini, sangat membutuhkan uluran tangan para ahli-ahli
Sejarahwan Bima untuk memberikan yang terbaik. Tujuannya, kata dia, supaya
anak-anak tersebut tidak merasa kebingungan jika dihadapkan pada acara atau
acara yang bernuansa Adat Bima. “Kasian anak-anak kita bila tidak disuguhkan
dan dikenali arti Bima yang sebenarnya.
Jangankan
anak-anak seusia ini kita saja belum tahu benar sejarah dan adat bima yang
sebenarnya,” akunya. Sampai hari ini yang diketahui oleh masyarakat Bima pada
umumnya, bahwa tarian tersebut hanya dipersembahkan oleh kaum perempuan, sementara
biasanya juga kaum lakipun juga ikut terlibat dalam tarian budaya tersebut,
Yakni Tarian Siwe dan Tarian Mone.
”Saya
rasa budaya-budaya seperti ini harus dikembangkan dan perlu diperkenalkan di
masyarakat secara umum, agar masyarakat Bima bisa membuka kembali fail-fail
yang selama ini kian hilang. Harapan saya dengan adanya kegiatan ini siswa dan
siswi bisa mengenal Budaya Bima dan menghargai Budaya yang dimiliki oleh Dou
Mbojo,” tandas Ikhwan. (GA. 355*)