Anggota DPRD NTB dari Fraksi PDI Perjuangan, Drs. H. Ruslan Turmuzi. |
Mataram, Garda Asakota.-
Pemerintah Provinsi NTB dinilai
belum mampu menurunkan angka kemiskinan di NTB. Dari target penurunan angka
kemiskinan yang ditetapkan dalam RPJMD yakni sebesar 12 persen, Pemerintah
Provinsi dinilai hanya mampu menurunkan angka kemiskinan hanya sebesar 0,58 %.
Menurut Politisi Senior Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Provinsi NTB, Drs. H. Ruslan Turmuzi,
ketidakmampuan Pemerintah Provinsi dalam mememenuhi target penurunan angka
kemiskinan ini merupakan suatu bukti lemahnya konektivitas program dan
koordinasi antara Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota di NTB.
“Sehingga kita menyimpulkan
Pemerintah Provinsi ini hanya melakukan One Man One Show,” kritik Ruslan
disela-sela dirinya mengikuti Rapat Paripurna di Kantor DPRD Provinsi NTB,
Senin (31/07).
Imbasnya, kata Ruslan, akibat dari
lemahnya program dan koordinasi antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota se-NTB ini dalam memerangi angka kemiskinan ini, maka
Kabupaten/Kota di NTB ini menjadi Kabupaten/Kota yang tertinggal di Indonesia.
“Tingkat penurunan kemiskinan di NTB
ini hanya berkisar 0,58 %. Itukan sangat jauh sekali dari target yang telah
ditetapkan. Itu berarti bahwa konektivitas program perencanaan dan pengendalian
kemiskinan antara Kabupaten/Kota dengan Provinsi ini tidak matching. Ini yang
paling penting untuk direview oleh semua pihak,” saran Ruslan.
Menurutnya, dalam memerangi
kemiskinan ini, mestinya Pemprov NTB harus lebih banyak menggelontorkan
anggaran pengentasan kemiskinan itu ke Kabupaten/Kota se-NTB. “Jangan kita
hanya focus menggelontorkan anggaran untuk membangun infrastruktur saja. Tapi
juga harus dibarengi dengan penggelontoran anggaran yang besar untuk
program-program yang bisa menyentuh langsung ke masyarakat dalam kerangka
mengentaskan angka kemiskinan ini. Dan program-program apa saja itu, yah
harusnya dibahas secara bersama,” ujarnya.
Selama ini, lanjutnya, jika kita
melihat postur APBD, bantuan Pemprov untuk Pemerintah Kabupaten/Kota sangat
kecil. “Hanya sekian persen saja. Harusnya bantuan ke Pemda Kabupaten/Kota itu
harus ditambah sesuai dengan program masing-masing daerah Kabupaten/Kota. Kan
antara Kabupaten/Kota itu memiliki program yang berbeda-beda dengan tingkat
kemiskinan yang juga berbeda,” cetusnya lagi.
Apa lagi implikasinya, kata Ruslan,
implikasinya adalah ketika tidak terbangunnya koordinasi yang baik antara
Pemprov dengan Kabupaten/Kota, maka berdampak pada tidak meningkatnya IPM yang
ada di NTB ini. Nah kita lihat aja sekarang, lanjutnya, anggara di APBD
Perubahan ini yang berkaitan langsung dengan pengentasan kemiskinan itu hanya
Rp3,5 Milyar. “Itu kalau tidak salah anggaran yang direncanakan untuk BUMDES yang
harus dibagi kepada 900 sekian desa di NTB. Yah jelas sangat tidak cukuplah.
Dan target penurunan angka kemiskinan itu tidak akan bisa tercapai ketika
keadaannya seperti ini. Apalagi Pemerintahan ini sebentar lagi akan mau
berakhir,” tandasnya.
Menjawab kritik dari politisi senior
PDI Perjuangan ini, Pemerintah Provinsi NTB, H. Muhammad Amin, SH., membantah
tudingan yang mengatakan pihak Pemprov NTB cenderung one man one show dalam
mengentaskan kemiskinan di NTB. Menurutnya, pihak Pemda Kabupaten/Kota juga
harus lebih progresif dalam menurunkan angka kemiskinan. “Karena kemiskinan itu
kan berada di Kabupaten/Kota. Jadi tidak ada itu one man one show,” bantah
Wagub.
Pihaknya
juga mengatakan selama ini koordinasi pihak Pemprov NTB dengan pihak Pemda Kabupaten/Kota
se-NTB sudah berada dalam kondisi yang bagus. “Namun, Pemda Kabupaten/Kota
harus lebih memiliki terobosan dan focus dalam mengentaskan angka kemiskinan
ini karena masyarakat miskin itu ada di Kabupaten/Kota. Pemprov itu sifatnya
hanya melakukan koordinasi saja,” kelit Wagub ketika dikonfirmasi wartawan usai
Rapat Paripurna DPRD NTB, Senin (31/07).
Menurutnya alokasi anggaran untuk
pengentasan kemiskinan itu adalah sebesar Rp1,3 Trilyun dan di APBD-P ini juga
ada penambahan anggaran. “Meski angkanya tidak terlalu besar akan tetapi memang
perlu ada penambahan anggaran untuk itu jika kita bandingkan dengan jumlah
angka kemiskinan yang ada. Oleh karena itulah maka diperlukan untuk
mensinergikannya dengan Kabupaten/Kota,” tandasnya. (GA. Imam*).