Mataram, Garda Asakota.-
Langkah tegas Gubernur NTB, TGH M Zainul Majdi, yang memberikan deadline waktu hingga tanggal 16 Februari 2018 agar segera dilakukan pelunasan pembayaran saham enam (6) persen PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) milik Pemerintah Daerah dan mengancam akan menggunakan Jaksa Pengacara Negara (JPN) untuk melakukan penagihan jika saja saham tersebut belum dibayar sesuai deadline waktu yang diberikan diapresiasi oleh Ketua Fraksi PDI Perjuangan, Drs H Ruslan Turmuzi.
“Kita berikan apresiasi kepada Gubernur karena telah lebih maju menginginkan agar persoalan PT DMB ini tuntas. Walaupun sebetulnya sikap ini kami nilai sudah terlambat, tapi kita apresiasi karena ada keinginan untuk menyelesaikan pekerjaan rumah ini,” ungkap pria yang dikenal cukup vokal di parlemen udayana ini, Selasa 30 Januari 2018, di kantor DPRD NTB.
Ruslan mengungkapkan, soal PT DMB ini sesungguhnya sudah bermasalah sejak tahun 2010 silam. Berbagai point kesepakatan yang dibangun mulai dari tahun tersebut hingga sekarang tidak pernah mampu dipenuhi. “Antara lain kesepakatan soal pembagian deviden. Kewajiban 4 juta US Dollar. Sehingga masuklah permasalahan ini kedalam audit BPK. Maka BPK menyimpulkan bahwa Pemprov NTB memiliki piutang deviden. Sehingga mulai dari tahun 2012 dilakukan pembayaran dengan cara mencicil sampai akhirnya saham ini terjual,” ungkap Ruslan.
Dalam soalan ini, politisi senior PDI Perjuangan ini menyatakan pemerintah daerah semestinya tidak boleh melihat an sich hanya pada persoalan saham enam (6) persen saja. “Sebab saham 6 persen ini adalah bagian dari kerjasama antara Pemprov NTB yang membentuk PT DMB dengan PT MDB. Namun sesungguhnya hak daerah itu adalah sebesar saham 24 persen sesuai dengan berdasar Keputusan Arbitrase dalam rangka akuisisi. Tentunya dalam soal ini mestinya penelusurannya harus dimulai dari situ, kenapa justru yang dimunculkan itu adalah 6 persen saham, padahal hak Pemda itu adalah sebesar 24 persen?. Karena kita tidak mampu mengakuisi saham 24 persen itu maka Pemda diberikan Golden Share atau saham kosong itu sebesar 6 persen. Maka sesungguhnya yang harus ditelusuri itu adalah saham yang 24 persen itu seperti apa mekanisme dan hasil penjualan saham yang 24 persen tersebut, siapa yang membelinya, dan berapa bagian atau hak Pemda?. Jangan kita hanya melihat yang 6 persen itu saja yang soalannya hingga hari ini belum juga selesai,” ujar Ruslan kritis.
Lembaga DPRD NTB menurutnya sejak munculnya hasil audit BPK sangat gencar mendorong pengungkapan dan penuntasan masalah saham PT NNT milik Pemda ini. “Sehingga PT DMB membayar saham ini dengan cara mencicil. Tapi transaksi antara PT DMB dengan PT MDB, sama sekali tidak diketahui oleh lembaga Dewan seperti apakah proses dan hasilnya. Dan angka-angka penjualan saham yang dikemukakan kepada Lembaga Dewan pada saat pembahasan anggaran 2017 selalu berubah-ubah. Dan saya belum yakin terhadap angka-angka yang mereka sebutkan seperti angka Rp400 Milyar itu. Tapi tetap kami di lembaga Dewan akan terus mendorong penuntasan persoalan ini secara bertahap,” timpalnya.
Ruslan menyarankan kepada Pemerintah Provinsi NTB agar tidak hanya mendesak pelunasan pembayaran saham 6 persen saja. “Akan tetapi dengan menggunakan JPN telusuri juga saham Pemda yang 24 persen itu juga termasuk piutang-piutang lainnya yang belum terbayarkan,” saran Ruslan. (GA. Imam*).