Kepala Perwakilan BPK NTB, Hery Purwanto, SE.,MM.,Ak.,CA., bersama jajarannya saat menyampaikan materi pada acara Media Workshop di Kantor BPK Perwakilan NTB, Senin 27 Mei 2019.
Mataram,
Garda Asakota.-
Baru-baru ini, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
RI dan BPK Perwakilan Provinsi NTB telah memberikan opini Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP) terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah (LKPD) Pemerintah Provinsi NTB dan Sepuluh (10) Kabupaten dan
Kota se-NTB Tahun Anggaran (TA) 2018.
Lantas dari opini WTP yang diberikan ini,
pihak BPK RI maupun BPK Perwakilan NTB juga merilis sejumlah temuan yang harus
ditindaklanjuti penyelesaiannya sesuai dengan hasil rekomendasi pihak BPK.
Kemudian publik kerap bertanya tentang pemberian opini WTP tersebut, sebab didalam
LHP tersebut masih diketemukan adanya temuan-temuan. Lantas apa yang menjadi
ukuran BPK memberikan opini WTP sementara didalamnya masih ditemukan banyak
temuan?.
Menanggapi pertanyaan publik ini, Kepala
Perwakilan BPK NTB, Hery Purwanto, mengungkapkan pemberian opini terhadap LHP
LKPD Pemda itu sangat dipengaruhi oleh penilaian BPK terhadap tingkat kewajaran
penyajian Laporan Keuangannya apakah sudah sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), Sistem Pengendalian Internal (SPI) dan Kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan serta kecukupan pengungkapan.
Sementara ketika ada temuan, lanjutnya, maka
ada batasan toleransi yang menjadi standar kesepakatan akuntan di BPK untuk
menentukan opini apakah masuk kedalam kategori WTP atau WDP dan diukur sesuai
dengan perbandingan jumlah APBD masing-masing Pemda.
“Secara keilmuan dan berdasarkan kesepakatan
diantara para akuntan di BPK, ketika temuan itu melebihi batas toleransi
tertentu, maka dia akan mempengaruhi pemberian opini. Nah kalau untuk tingkatan
Provinsi, seperti Pemprov NTB yang memiliki APBD sekitar Rp5 Triliun, maka
batas toleransinya adalah sekitar Rp250 Miliar. Jadi kalau ada temuan diatas
batas toleransi tersebut, maka tentu akan mempengaruhi opini. Tapi hal itu
tidak mungkin terjadi, kalau pun terjadi, maka tentu itu sudah sangat parah
sekali. Akan tetapi kalau nilai temuannya masih kurang dari batas toleransi
itu, maka dia tidak akan mempengaruhi pemberian opini sehingga opininya tetap
WTP,” jelas pria kelahiran Purwadadi ini saat menggelar Media Workshop di
kantor BPK Perwakilan NTB, Senin 27 Mei 2019.
Sementara itu, Kepala Sub Direktorat NTB II
BPK Perwakilan NTB, Ahmad Fauzi Amin, mengatakan pemberian opini BPK terhadap
LHP LKPD Pemda sangat bergantung pada empat kriteria penilaian salah satunya
adalah SAP atau Standar Akuntansi Pemerintah.
Menurutnya, apabila penyajian LKPD sesuai dengan SAP, SPI, Kecukupan pengungkapan, dan Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan maka akan dinilai sebagai sesuatu yang wajar, namun apabila LKPD disajikan tidak sesuai dengan kriteria-kriteria tersebut maka nanti akan diukur berdasarkan aspek materialitas penyajiannya berdasarkan hasil penelusuran atau pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK.
“Jika penyajiannya sesuai maka nanti akan
dinilai wajar. Namun jika penyajiannya tidak sesuai maka nanti akan menjadi
temuan. Temuan-temuan itu nanti akan disatukan dan angka-angka yang tertera
dalam temuan itu akan dibandingkan dengan nilai atau tingkat materialitas yang
ditetapkan untuk menjadi dasar penilaian berdasarkan keilmuan. Apabila angka
atau nilai temuan melebihi tingkat atau nilai materialitas, maka dia akan
mempengaruhi pemberian opini. Begitu pun sebaliknya, apabila nilai temuannya
berada dibawah materialitas maka dia tidak akan mempengaruhi pemberian opini
dan akan tetap dinilai wajar. Dan setiap Pemda Kabupaten/Kota itu punya tingkat
atau nilai materialitas yang berbeda-beda bergantung pada besaran nilai APBD
yang dikelolanya,” tandas Fauzi. (GA.
211/215*)