Ketua Yayasan Dharma Laksana, Made Slamet.
Mataram, Garda Asakota.-
Kisruh kepemimpinan di Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri (STAHN) Gde Pudja, Mataram masih belum mereda. Sejak I Nyoman Wijana, dibebastugaskan dari jabatan ketua STAHN Gde Pudja tertanggal 13 Januari 2020 lalu oleh Menteri Agama RI.
Kekisruhan dimulai setelah kementerian agama mengeluarkan keputusan penunjukan Pelaksana tugas (Plt) Ketua STAHN Gde Pudja. Dimana terdapat dua Surat perintah penunjukan Plt Ketua STAHN Gde Pudja dari menteri agama untuk dua orang yang berbeda pada tanggal yang sama. Hal ini lantas memicu perselisihan di internal STAHN Gde Pudja Mataram.
Penunjukan Plt oleh Menteri Agama itu tertera dalam Surat Perintah dengan nomor: B.II/3/000681 tertanggal 15 Januari 2020. Namun ada dua surat yang sama muncul untuk dua orang Plt yang berbeda. Satu surat menunjuk Ida Ayu Nyoman Widia Laksmi, sebagai Plt ketua STAHN Gde Pudja. Sedangkan surat yang lain dengan nomor yang sama menunjuk, Gusti Ngurah Ketut Putera, juga sebagai Plt. ketua STAHN Gde Pudja.
Melihat kondisi yang terjadi diinternal STAHN Gde Pudja tersebut membuat Ketua Yayasan Dharma Laksana, Made Slamet angka bicara karena merasa prihatin atas masalah yang terjadi, sebab hal itu berpotensi mengganggu jalannya kegiatan proses belajar mengajar. "Karena ada dua pelaksana tugas, ini menjadi tidak kondusif, menjadi tidak sehat di internal kampus," ujarnya.
Diketahui Yayasan Dharma Laksana sendiri merupakan yayasan yang dahulu menaungi Pendidikan Guru Agama Hindu yang menjadi cikal bakal berdirinya STAHN Gde Pudja. Made Slamet menyayangkan kejadian itu terjadi saat ini proses perubahan bentuk STAHN menjadi Institut Agama Hindu Negeri (IAHN) Gde Pudja Mataram.
Belum selesai masalah dualisme Plt Ketua STAHN Gde Puja, Kemenag kembali menerbitkan keputusan Plt ketiga yakni dengan menujuk I Nyoman Witana dari Direktorat Pendidikan Hindu Direktorat Jendral Binmas Hindu Kementrian Agama RI. Penunjukan pejabat dari internal Kemenag itu alih-alih bertujuan untuk mengakhiri kekisruhan dualisme Plt sebelumnya.
Tapi menurut Made Slamet hal itu tidak serta merta langsung menyelesaikan masalah. Pasalnya diinternal STAHN sudah terlanjur terbelah. "Mungkin oleh pusat dianggap sudah selesai, tapi tidak semudah itu menyelesaikan psikologi dibawah, karena mereka sudah terlanjur terbelah ini," katanya.
"Saya heran dengan Kemenag ini, seolah-olah bisa diatur dan dipermainkan oleh seorang Dirjen. Karena hanya berselang beberapa hari ada tiga Plt disatu kampus. Kondisi sekarang sudah pecah tiga, karena yang diganti itu sekarang tidak mau diganti," sambungnya.
Made Slamet menduga kebijakan pergantian ketua STAHN tersebut ditengarai ada motif peribadi yang dilakukan oleh Dirjen Binmas Hindu Kemenag yang sekarang ini, Ketut Widnya. Sebab diketahui Ketut Widnya sendiri juga pernah menjabat sebagai Ketua STAHN Gde Pudja. Diketahui Ketut Widnya pernah kalah dalam pemilihan ketua STAH Gde Pudja oleh istri dari I Nyoman Wijana yang menjadi ketua STAHN yang diberhentikan.
"Jangan ada kesan membawa masalah pribadi ke STAHN. Bagaimana Dirjen ini pernah besar di NTB sebagai Ketua STAHN juga. Padahal I Nyoman Wijana yang diganti, dia yang merintis STAHN jadi institut, begitu keluar kepres jadi institut orang diganti, itu tidak berartika, semestinya orang dibiarkan dulu baru nanti diganti," ujarnya.
Karena itu menurut anggota DPRD Provinsi NTB itu, jalan satu-satunya untuk menyelesaikan kisruh di STAHN Gde Pudja yakni dengan mengganti Dirjen Binmas Hindu Kemenag dan untuk menghapus stigma Kemenag bisa diatur oleh seorang Dijern. Ia juga menegaskan, selaku ketua Yayasan Dharma Laksana dan wakil rakyat tidak tinggal diam. Ia akan menyampaikan kondisi tersebut ke komisi VIII DPR RI.
"Mudah-mudahan komisi VIII bisa minta penjelasan ke Kementerian Agama. Jangan biarkan kami di sini berkelahi, jangan diprovokasi, harus segera menyelesaikan permasalahan ini. Jalan satu-satunya cepat ganti Dirjen Binmas Hindu, dan kita sayangkan Kemenag ini saya ya, ya saja apa kata Dirjennya," pungkasnya. (*)