Penyerahan Pandangan Umum Fraksi-fraksi di DPRD Provinsi NTB terhadap Nota Keuangan dan Raperda tentang Perubahan APBD Provinsi NTB Tahun Anggaran 2020 dalam acara Rapat Paripurna DPRD Provinsi NTB dipimpin oleh H. Abdul Hadi, S.E., M.M., di ruang sidang utama lantai III Gedung DPRD Provinsi NTB, Rabu, 26 Agustus 2020. Pada Acara ini, Gubernur NTB diwakili oleh Asisten Administrasi & Umum Sekretariat Daerah Provinsi NTB H. Lalu Syafi'i.
Mataram, Garda Asakota.-
Anjloknya Pendapatan Daerah dari
target sebesar Rp5,67 Trilyun lebih menjadi Rp5,33 Trilyun lebih dalam
Rancangan APBD Perubahan TA 2020 atau berkurang sebesar Rp338,63 Milyar lebih
atau 5,97 persen menjadi perhatian Fraksi PAN dalam penyampaian Pemandangan
Umum (PU) Fraksi terhadap Nota Keuangan dan Raperda APBD Perubahan TA 2020 pada
Rapat Paripurna DPRD NTB yang digelar pada Rabu 26 Agustus 2020.
Penyerahan Pandangan Umum Fraksi-fraksi di DPRD Provinsi NTB terhadap Nota Keuangan dan Raperda tentang Perubahan APBD Provinsi NTB Tahun Anggaran 2020 dalam acara Rapat Paripurna DPRD Provinsi NTB dipimpin oleh H. Abdul Hadi, S.E., M.M., di ruang sidang utama lantai III Gedung DPRD Provinsi NTB, Rabu, 26 Agustus 2020. Pada Acara ini, Gubernur NTB diwakili oleh Asisten Administrasi & Umum Sekretariat Daerah Provinsi NTB H. Lalu Syafi'i.
Mataram, Garda Asakota.-
Anjloknya Pendapatan Daerah dari
target sebesar Rp5,67 Trilyun lebih menjadi Rp5,33 Trilyun lebih dalam
Rancangan APBD Perubahan TA 2020 atau berkurang sebesar Rp338,63 Milyar lebih
atau 5,97 persen menjadi perhatian Fraksi PAN dalam penyampaian Pemandangan
Umum (PU) Fraksi terhadap Nota Keuangan dan Raperda APBD Perubahan TA 2020 pada
Rapat Paripurna DPRD NTB yang digelar pada Rabu 26 Agustus 2020.
Ada beberapa pendapatan daerah yang mengalami penurunan seperti Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang direncanakan sebesar Rp1,81 Trilyun lebih berkurang sebesar Rp28,28 Milyar lebih atau sekitar 1,53 persen dari APBD murni sebesar Rp 1,84 triliyun lebih.
Menurut
Ketua Fraksi PAN DPRD NTB, H Hasbullah Muis, pengurangan pendapatan
asli daerah sebesar Rp 28 milyar lebih ini mengindikasikan kemandirian fiskal
daerah kita masih sangat rapuh, karena itu menurutnya dibutuhkan jalan baru
untuk mencari sumber- sumber pendapatan asli daerah lainnya (PAD).
“Pertama,
pada pajak dan retribusi daerah, dibutuhkan adanya pemberdayaan khusus dari
pemerintah daerah terhadap subjek pajak yang terkena dampak pandemi covid 19,
agar mereka dapat kembali bangkit dari keterpurukan dan dapat melaksanakan
kewajibannya untuk membayar pajak dan retribusi daerah sesuai target yang
diharapkan,” saran F PAN.
Kedua,
lanjutnya, pendapatan dari penerimaaan yang bersumber dari hasil pengelolaan
daerah yang dipisahkan, terdapat tiga BUMD dalam semester I tahun ini yang
belum memberikan konstribusi sama sekali (nol persen) terhadap penerimaan daerah, yakni
PD.BPR NTB, PT GNE, dan PT.Bangun Askrida.
“Hal
ini mengindikasikan kinerja ketiga BUMD tersebut masih sangat lemah dan perlu
untuk segera dilakukan evaluasi.
Berkurangnya target pencapaian pendapatan asli daerah, terutama pajak daerah
sebesar Rp. 629 milyar lebih atau 42,% dan retribusi daerah sebesar Rp.10
milyar atau 51 persen ini memberikan gambaran secara umum bagaimana
keterpurukan/kesulitan usaha atau ekonomi masyarakat NTB, sekaligus gambaran
atas dampak pandemi covid-19 terhadap kemandirian usaha dan ekonomi
masyarakat,” terangnya.
Pendapatan
Daerah yang juga mengalami penurunan adalah pada pendapatan dari dana
perimbangan. Menurut F PAN, dari sektor ini terjadi penurunan, sebelumnya
direncanakan Rp 3,43 triliyun lebih, berkurang sebesar Rp 336,73 milyar lebih atau
8,93 persen dari target APBD murni sebesar Rp 3,76 triliyun lebih.
“Jumlah
penurunan dana perimbangan ini sangatlah signifikan, mencapai Rp 336 milyar
lebih atau mendekati 9% (sembilan persen). Penurunan ini tentu bukan hanya akan
berdampak pada program dan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh pemeirntah
daerah, tetapi juga akan berdampak pada putaran uang yang yang akan
beredar di daerah yang semakin terbatas (multiplayer effect), yang berdampak
kepada berbagai usaha serta kesempatan warga untuk memperoleh dan meningkatkan pendapatnnya. Bahkan, bagi
warga/badan usaha yang selama ini bergantung hidupnya dari dana program dan
kegiatan apabd, tentu akan mengalami kesulitan dalam mengembangkan berbagai
usahanya,” paparnya.
Perlu kita mahfumi, lanjutnya, bahwa dalam
APBD murni TA 2020 ditargetkan dana alokasi khusus (DAK) sebesar Rp. 1.898
triliyun namun realisasinya sebesar Rp.836 milyar atau 44%. penurunan ini
terjadi pada, Pertama, dana alokasi khusus (DAK) fisik dari target
pencapaian semula Rp.566 milyar hanya menjadi Rp.61 milyar lebih atau hanya 10%.
“Dengan penurunan DAK fisik ini akan sangat
berpengaruh terhadap pembangunan fisik yang ada di NTB, baik dibidang
kesehatan, infrastuktur jalan, kelautan dan perikanan, lingkungan hidup,
pendidikan dan pariwisata. Kedua, dana alokasi khusus (DAK) non
fisik, dari Rp, 1.332 triliyun, realisasi Rp. 775 milyar atau hanya 58,20
persen. Penurunan DAK non fisik ini terutama pada sektor pendidikan (dana bos
sekolah), dan tunjangan penghasilan guru PNSD, tunjangan khusus dan tunjangan
profesi (nol persen), disamping pada sektor kesehatan (bantuan operasional
kesehatan), pelayanan administrasi kependudukan, pariwisata, koperasi dan
operasional penyelenggaraan museum dan taman budaya. Untuk itu, dibutuhkan
adanya langkah antisipatif kebijakan dari daerah untuk dapat mengatasi potensi
permasalahan yang dapat ditimbulkan akibat berkurangnya dak non fisik ini,”
saran F PAN.
Penurunan
pendapatan berikutnya adalah dari lain-lain, pendapatan daerah yang sah, semula di-rencanakan Rp
83,52 milyar lebih, bertambah hanya ditargetkan dan direncanakan
sebesar Rp 26,37 milyar lebih. atau 46,15 persen dari target APBD
murni sebesar Rp 57,14 milyar lebih.
Sementara
dari aspek Belanja Daerah, menurut FPAN, belanja daerah pada perubahan apbd
tahun anggaran 2020 direncanakan sebesar, Rp 5,39 triliyun lebih, bekurang
sebesar Rp 320,25 milyar lebih atau 5,6 persen dibandingkan
dengan target APBD murni sebesar Rp 5,71 triliyun lebih.
Belanja daerah tersebut terdiri atas, belanja tidak
langsung (BTL), direncanakan sebesar Rp 3,31 triliyun lebih, bertambah sebesar
Rp 141,52 milyar lebih atau 4,45 persen dibandingkan
dengan APBD murni sebesar Rp 3,17 triliyun lebih; dan belanja langsung (BL), direncanakan
sebesar Rp 2,07 triliyun lebih, berkurang sebesar Rp 461,78 milyar
lebih atau 18,19 persen dibandingkan dengan APBD murni
sebesar Rp 2,53 triliyun lebih.
Fraksi PAN berharap, dengan adanya perubahan terhadap belanja daerah ini
terutama terhadap program/kegiatan yang ada tidak berdampak pada menurunnya
kualitas pelayana publik dan hasil-hasil program dan kegiatan yang dicapai.
penurunan kuantitas anggaran, bukan berarti penurunan kualitas hasil. justeru
dengan situasi yang serba sulit inilah, seluruh OPD beserta program/kegiatannya
diuji untuk bisa kreatif, inovatif dan tetap produktif dalam usaha-usaha
mencapai kesejahteraan masyarakat.
“Mengingat, dengan keterbatasan anggaran yang dimiliki saat ini, Fraksi PAN
berharap program dan kegiatan yang akan ditetapkan nantinya dalam APBD
perubahan, dapat betul-betul berjalan efektif dan efisien, berdaya guna dan
berhasil guna bagi masyarakat. tidak ada lagi program dan kegiatan yang
pencapaiannya hanya diatas kertas, tetapi harus betul-betul nyata, sehingga
kegelisahan dan kesulitan yang dialami masyarakat saat ini dapat teratasi
dengan baik,” harap F PAN.
Terakhir, pada sektor Pembiayaan Daerah,
dalam rancangan perubahan APBD tahun anggaraan 2020, pada APBD perubahan tidak
dialokasikan penyertaan modal kepada beberapa BUMD. Sebelumnya, dalam APBD
murni 2020, pengeluaran pembiayaan, direncanakan sebesar Rp 10,1
milyar, dengan tidak adanya penyertaan modal yang diberikan dalam APBD
perubahan, maka tentu BUMD harus kreatif, inovatif dan produktif dalam
mengembangkan berbagai usaha produktif.
“BUMD harus mampu melihat potensi dan peluang yang ada, serta mampu
melakukan terobosan- terobosan bisnis baru sehingga kehadirannya benar-benar
dapat memberikan manfaat bagi daerah juga bagi masyarakat, dan
tidak mematikan usaha masyarakat yang ada atau mengambil usaha
masyarakat,” tutupnya. (GA. Im*)