Walikota Bima, saat rapat penandatanganan MoU antara Pemkot Bima dengan PDAM Bima. |
Kota Bima, Garda Asakota.-
Seorang tokoh masyarakat Kota Bima kelahiran Gilipanda, H. Armansyah, ST, menilai bahwa kebijakan Walkota Bima, HM. Lutfi, SE, yang membuat MoU dengan PDAM Bima untuk mengatasi krisis air bersih di wilayah Kota Bima adalah langkah yang sia-sia saja.
"Kalau menurut saya sih itu langkah yang sia-sia, bukan hal yang luar biasa apalagi langkah berani seperti dikatakan oleh Wakil Ketua DPRD Kota Bima," ungkapnya kepada Garda Asakota, Minggu pagi (20/9).
Seharusnya, kata pria yang juga ASN di Bappeda dan Litbang di Labuhan Bajo ini, langkah yang diambil oleh Walikota lebih strategis atau lebih lebih strong lagi misalkan dengan mengambil alih PDAM itu.
"Ambil alih saja PDAM itu, dasarnya apa?. Dasarnya jelas, UU nomor 13 tahun 2002 tentang Pemkot Bima. Dalam UU itu jelas pasal 13 nya telah mengatur masalah penyerah aset termasuk BUMD yang unit usahanya ada di Kota Bima," tegasnya.
Dia mengibaratkan kalau saja PDAM itu bisa diambil alih kenapa harus ada MoU?. Karena dengan MoU itu tidak akan signifikan dan efektif karena keberadaan PDAM ini beda dengan PDAM yang ada di Lombok.
"Coba kita melihat kira-kira PDAM mana di Indonesia ini yang sudah berorientasi profit mungkin hanya ada 1, 2 PDAM saja dari sekian ratus PADAM di Indonesia. Karena semangat hadirnya PDAM itu bukan orientasi profit tapi orientasinya sosil karena tujuannya melayani kebutuhan dasar masyarakat.
Makanya saya malah usulkan diambil alih. Apalah kira-kira Pemkot Bima akan mampu?, yakin akan mampu karena seharusnya Pemkot bisa menentukan skala prioritas saja. Taman Kodo, Kolam Renang Lawata kira-kira mana yang lebih prioritas dibanding ketersediaan air?.
Jadi lebih baik diprioritaskan untuk kebutuhan yang berkaitan langsung dengan hajat hidup masyarakat. Paling tidak dengan anggaran Rp50 milyar selesai, karena jaringannnya sudah ada tinggal revitalisasi saja dan ini tinggal kita berhitung secara tekninya saja," ujarnya panjang lebar.
Soal penyerahan aset ini, kata dia, tahun pertama sebenarnya tidak ada alasan aset tidak dilepas karena amanat UU mengharuskan mulai dari aparaturnya hingga aset gedung lainnya.
"Sebenarnya, paling lama satu tahun persoalan aset ini sudah selesai. Karena aturannya sudah jelas tidak bisa dielakan seperti apa yang terjadi antara pemerintah Lobar dan Lombok Utara. Coba dibuka buka kembalilah UU 13 2002 itu," sarannya. (GA. 212*)