Suasana pengunjung dermaga wisata Bonto, Minggu siang (15/11). |
Kota Bima, Garda Asakota.-
Kota Bima adalah salah satu Daerah Kota yang terletak di ujung timur Provinsi NTB. Memiliki areal tanah berupa persawahan seluas 1.923 hektar (94,90% merupakan sawah irigasi), hutan seluas 13.154 ha, tegalan dan kebun seluas 3.632 ha, ladang dan huma seluas 1.225 ha dan wilayah pesisir pantai sepanjang 26 km.
Secara umum, kondisi tanah di Kota Bima didiominasi oleh gunung batu. Begitu pun dengan areal pesisir pantainya didominasi oleh areal karang dan bebatuan.
Hal ini yang menyebabkan, investasi dalam negeri maupun investasi luar negeri yang masuk ke Kota Bima sangat minim. Berdasarkan data Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi NTB Tahun 2020, di Kota Bima tidak terdapat investasi dalam negeri, hanya investasi asing sebesar Rp195 Milyar, yang masuk di Kota Bima. Hal ini tentu sangat memprihatinkan jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain yang ada di Provinsi NTB.
Di tengah minimnya investasi yang masuk di Kota Bima, Pemerintah semestinya harus memberikan kesempatan bagi siapapun untuk melakukan kreasi dalam melakukan penataan kawasan agar terlihat menarik bagi para investor untuk menanamkan investasi di Kota Bima.
Dengan begitu hal ini akan berdampak positif bagi tumbuh dan berkembangnya perekonomian Kota Bima kedepannya.
Salah satu contoh kasus kreasi dalam menata dan mempercantik wajah Kota Bima adalah pembangunan "Dermaga" Wisata Kota Bima yang terletak di Kawasan Perairan Bonto Kelurahan Ule Kecamatan Asakota di Kota Bima yang diinisiasi oleh Bapak Feri Sofiyan, SH, Wakil Walikota Bima.
Sebelumnya, kawasan ini merupakan kawasan perairan yang dipenuhi oleh bebatuan dan tidak bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berwisata. Namun, semenjak bapak Feri Sofiyan melakukan penataan dan membangun "Dermaga" Wisata yang dijadikan sebagai tempat berpijak, akhirnya banyak kemudian masyarakat yang datang untuk menikmati Sunset dan melakukan foto selfi di atas dermaga wisata tersebut secara gratis, seperti yang terlihat pada hari Minggu siang (15/11).
Hanya saja, seiring dengan berjalannya waktu, menjadi aneh kemudian, jika hal-hal positif seperti tersebut diatas dianggap menjadi suatu tindak ‘kejahatan’ padahal di satu sisi Presiden RI Joko Widodo, telah berkomitmen untuk memudahkan proses perijinan kepada pihak-pihak yang memiliki keinginan yang baik dalam memajukan investasi daerah.
Dalam berbagai kesempatan kita bisa melihat bagaimana Pemerintah Pusat melalui Presiden RI Jokowi maupun daerah memberikan ruang dan kesempatan yang besar bagi masyarakat dan investor baik dalam Negeri maupun Asing untuk memanfaatkan potensi SDA baik yang ada daratan maupun kawasan pesisir agar dapat dimanfaatkan dan berdaya guna untuk tumbuh dan berkembangnya perekonomian daerah.
Upaya ini semestinya harus didukung oleh institusi Pemerintah dengan adanya upaya dari peran serta masyarakat yang ingin memajukan kawasan pesisir menjadi lebih berkembang dan maju.
Apa gunanya Pemerintah mulai dari Presiden, Gubernur hingga Bupati dan atau Walikota menggencarkan promosi dan mengundang pihak pemilik modal atau investor untuk ikut andil dalam membangun daerah, jika kemudian partisipasi mereka dianggap sebagai sebuah tindakan ‘kejahatan’?. Ini yang kemudian disebut dengan ‘Paradoks’, dimana disaat Presiden, Gubernur dan Bupati/Walikota, menggencarkan promosi tentang investasi, namun kemudian ditakut-takuti dengan ancaman 'kriminal'.
Pantauan langsung Garda Asakota, Minggu (15/11) keberadaan kawasan yang dulunya terisolasi ini disulap menjadi salah satu objek wisata cantik dan menarik pengunjung dari berbagai wilayah, termasuk untuk ber swa foto.
Seperti dituturkan seorang Pengunjung Dermaga Bonto, Hendrawan, yang mengakui bahwa kawasan itu kini menjadi primadona masyarakat Kota Bima untuk berselfie ria bersama teman dan keluarga.
"Suasananya nyaman banget di bawah kokohnya rerimbunan daun pohon Mangrove yang terjaga dengan baik. Saya kira apa yang dilakukan oleh bapak Feri Sofiyan ini sungguh luar biasa dan harusnya diberi penghargaan," pujinya. (GA. 212*)