Mataram, Garda Asakota.-
Pemerintah
Provinsi (Pemprov) NTB mengambil langkah berani dan tegas memutus kontrak PT
GTI ketimbang mengambil opsi memperbaharui poin kerjasama kontrak. Langkah
Pemprov NTB yang berani dan tegas ini sangat diapresiasi dan dipuji oleh anggota
DPRD NTB. Apalagi keputusan yang diambil oleh Pemprov NTB ini selaras dengan
rekomendasi Lembaga DPRD NTB yang tegas meminta Pemprov NTB memutus kontrak
dengan PT GTI.
"Yah
kami sangat salut, karena Pemerintah sangat mendengar apa yang menjadi concern
dari Lembaga Dewan. Apalagi dari awal memang rekomendasi dari DPRD NTB itu agar
kontrak tersebut diputuskan saja. Nah sekarang kalau sudah diputuskan oleh
Pemprov, tentu kami apresiasi, karena itu suatu langkah yang tegas dan
berani," ujar Ketua Komisi III DPRD NTB Bidang Keuangan dan Asset,
Sembirang Ahmadi, kepada sejumlah wartawan, Selasa 23 Februari 2021.
Selanjutnya
setelah kontrak dengan PT GTI tersebut diputuskan. Pemprov diharapkan segera
merumuskan langkah-langkah yang akan diambil untuk optimalisasi aset tersebut.
Sehingga bisa memberikan kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
"Pascakontrak
ini sudah diputuskan, selanjutnya tentu bagaimana langkah-langkah Pemprov untuk
mendayagunakan aset daerah tersebut untuk bisa berkontribusi maksimal terhadap
PAD kita. Ada beberapa opsi yang bisa ditempuh," ujar pria yang juga
Sekretaris Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) DPRD NTB ini.
Politisi
PKS itu menyebutkan, beberapa opsi yang dapat diambil oleh Pemerintah terhadap
asset pemerintah di Gili Trawangan ini yakni bisa dengan mengambil opsi
melakukan beauty contest akan tetapi
dengan segala resiko sosial, keamanan dan ekonomi karena sebagian besar lahan
disana sudah dikuasi oleh para pengusaha.
“Yang
kedua adalah membuat kontrak baru dengan para pengusaha yang sudah menguasai
lahan tersebut dengan menghitung kemampuan mereka dalam memberikan kontribusi
kepada pemerintah. Dan opsi ketiga adalah opsi yang paling buruk adalah dengan
mengambil opsi menjual atau melepas asset kepada para pengusaha yang sudah menguasai
lahan pemerintah tersebut,” cetus Sembirang.
Menurutnya,
opsi yang paling bijaksana dalam pengelolaan Gili Trawangan itu adalah dengan
mengambil opsi yang kedua yakni opsi membuat kontrak baru pengelolaan dengan
para pengusaha yang sudah menguasai asset pemerintah tersebut.
“Jadi
asset itu tetap menjadi milik pemerintah dan ada kontribusi PAD yang setiap
tahun diperoleh oleh Pemerintah. Tentunya dengan terlebih dahulu melakukan reevaluasi
kontrak Sewan Lahan berdasarkan nilai yang sekarang,” katanya.
Kebijakan
penetapan besaran sewa lahan kepada masyarakat tersebut penting dilakukan untuk
memastikan bahwa keberadaan aset tersebut bisa memberikan PAD. Demikian juga
dengan masyarakat yang melaksanakan kegiatan ekonomi diatas lahan tersebut
mendapatkan kenyamanan karena ada kepastian secara hukum.
"Kenapa
demikian, karena memang tujuan dari pengelola aset daerah itu adalah untuk
memberikan kontribusi PAD. Jangan sampai kita punya aset tapi tidak mendapatkan
apa-apa, orang lain mendapatkan keuntungan, kita hanya dapat menonton,"
katanya.
Terakhir
disampaikan Sembirang, dengan telah diputusnya kontrak kerjasama aset Gili
Trawangan itu. Bisa dijadikan momentum oleh Pemprov NTB untuk menertibkan
aset-aset daerah lainnya yang selama ini belum memberikan kontribusi PAD.
"Benar
sekali, Ini bisa jadi momentum bagi Pemprov NTB untuk melakukan langkah-langkah
penertiban terhadap aset-aset daerah yang lainnya yang selama ini tidak dapat
memberikan kontribusi optimal terhadap PAD," pungkasnya. (GA. Im*)