-->

Notification

×

Iklan

Diduga Ada Temuan BPK Rp8,422 M dalam Proyek Masjid Agung, Ini Tanggapan Kadis Perkim

Friday, June 3, 2022 | Friday, June 03, 2022 WIB | 0 Views Last Updated 2022-06-03T09:24:07Z




Kadis Perkim Kabupaten Bima, Taufik, ST, MT.




Kabupaten Bima, Garda Asakota.-



Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi NTB menemukan adanya dugaan penyimpangan dalam proyek pembangunan Masjid Agung Kabupaten Bima.


Berdasarkan hasil audit BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Bima Tahun Anggaran 2021, ada tiga temuan dugaan penyimpangan yang ditengarai BPK merugikan keuangan daerah senilai Rp8,422 Milyar, dengan rincian, penyelesaian pekerjaan terlambat dan belum dikenakan sanksi denda senilai Rp832.075.708,95.-, kemudian dugaan kekurangan volume pekerjaan konstruksi senilai Rp497.481.748,58., serta adanya dugaan kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar Rp7.092.727.273,00.-


Terkait temuan tersebut, Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) Kabupaten Bima, Taufik ST.,MT., menegaskan telah menyampaikan klarifikasinya terhadap hasil temuan atau hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi NTB terhadap pekerjaan pembangunan Masjid Agung Kabupaten Bima.


"Pada 13 April lalu, kami sudah menyampaikan klarifikasi atau tanggapan terhadap hasil temuan atau hasil pemeriksaan BPK Perwakilan NTB terhadap pekerjaan pembangunan Masjid Agung Kabupaten Bima," tegasnya kepada wartawan media ini, Jum'at 03 Juni 2022.


Dijelaskannya, akibat ketidakmampuan penyedia dalam menyelesaikan pekerjaan sesuai ketetapan waktu yang telah ditetapkan dalam kontrak, maka berdasarkan telaahan dan keyakinannya, PPK telah memberikan kesempatan kepada penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan selama 80 hari kalender.


"Pemberian kesempatan oleh PPK telah dimuat dalam addendum kontrak yang didalamnya mengatur waktu pelaksanaan. pengenaan sanksi denda keterlambatan, dan perpanjangan jaminan pelaksanaan pekerjaan. 


Pelaksanaan pekerjaan yang tidak tepat waktu telah menyebabkan kerugian pada Pengguna Anggaran (PA), sehingga berdasarkan Pasal 78 ayat (5) huruf f dan Pasal 79 ayat (4) Perpres Nomor 18 Tahun 2018 tentang Pengadaan barang dan jasa Pemerintah, dan ketentuan Surat Perjanjian atau Kontrak Tahun Jamak tahun 2020 tanggal 11 Maret 2020, kepada penyedia dibebankan denda keterlambatan sebesar 1/1000 (satu permil) dari nilai bagian kontrak yang belum dikerjakan untuk setiap hari keterlamabtan," jelas mantan pria yang pernah menjadi Kabag AP Setda Kabupaten Bima ini.


Penetapan ketentuan denda tersebut telah disepakati atau ditetapkan dari sejak awal penandatangan kontrak antara PPK dan Penyedia dengan mempertimbangkan sistem kontrak yang digunakan dalam pelaksanaan pembangunan Masjid Agung yang menggunakan kontrak dengan sistem unit price.


Selain pertimbangan tersebut, pertimbangan penetapan ketentuan denda juga mempertimbangkan keterbatasan anggaran yang tersedia yang menyebabkan output atau keluaran dari hasil pekerjaan pembangunan Masjid Agung Bima dengan total kontrak sebesar Rp78.020.000.000., belum menghasilkan bangunan Masjid yang lengkap atau sempurna, karena masih terdapat bagian pekerjaan yang belum dianggarkan dalam kontrak, diantaranya adalah sebagian pekerjaan pemasangan keramik lantai dasar, pekerjaan Mechanical Electric yaitu AC dan CCTV sehingga output fisik pekerjaan 100% sekalipun belum menghasilkan bangunan yang lengkap.


"Meskipun terjadi keterlambatan pekerjaan dengan deviasi 0,841% pada akhir masa pelaksanaan kontrak (Sebelum pemberian kesempatan kerja 80 hari kalender), output pekerjaan yang dicapai telah dapat mendukung fungsi bangunan sesuai peruntukannya. Berdasarkan pertimbangan dan ketentuan tersebut, PPK telah memperhitungkan besaran denda akibat keterlambatan pekerjaan dihitung sebesar 1/1000 dikali nilai bagian kontrak yang belum dikerjakan dikali 80 hari keterlambatan atau sebesar Rp59.579.000," terang Taufik.


Berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan tidak sesuai volume sehingga terdapat kelebihan pembayaran sebesar Rp1.138.208.735,31.- dijelaskannya bahwa angka hasil koreksi kelebihan pembayaran atau kekurangan volume hasil koreksi tersebut merupakan selisih kelebihan dan kekurangan volume pekerjaan pada bagian kontrak secara keseluruhan.


Bahwa selain selisih perhitungan dalam rincian hitungan (Sesuai hitungan BPK) juga terdapat komponen pekerjaan yang tidak diperhitungkan kelebihan volume bagian pekerjaannya yaitu diantaranya Pekerjaan Pagar Pengaman Sementara Proyek, Sewa Gudang, PDA Test, Kubah GRC pada menara 4, menara kecil dan dan menara utama, pekerjaan timbunan pada area diluar masjid telah dituangkan dalam backup laporan pelaksanaan, namun  tidak dituangkan dalam addendum kontrak.


Disamping itu pekerjaan kubah masjid yang semula dalam kontrak menggunakan beton konvensional, dalam pelaksanaannya diganti dengan GRC, karena tidak ditindaklanjuti dengan perubahan kontrak.


"Alasannya bila dimasukan dalam addendum kontrak akan berpengaruh terhadap nilai kontrak disebabkan harga kubah GRC lebih mahal dari harga kubah konvensional dan dari segi kekuatan, estetika dan kemudahan dalam pekerjaan, tertuang dalam hasil Berita Acara Rapat Pembahasan Finalisasi CCO2 tanggal 1 April 2022, sehingga dalam perhitungan kerugian BPK hanya menghitung kekurangan volume beton kubah berdasarkan RAB dalam kontrak, namun tidak memperhitungkan volume pekerjaan kubah GRC sebagai pengganti kubah beton" jelasnya lagi.


Selain itu, RAB Pelaksanaan Pembangunan Masjid Agung Bima menggunakan standar harga satuan bahan dan upah tahun 2019 tanpa memperhitungkan eskalasi atau kenaikan harga bahan dan upah setiap tahunnya sehingga cukup membantu pada penghematan anggaran negara atau daerah.


Sementara berkaitan dengan kelebihan pembayaran PPN sebesar Rp7.092.727.273.- pihaknya menjelaskan bahwa perhitungan anggaran untuk PPN telah dituangkan dalam dokumen RAB Perencanaan sampai dengan Dokumen Kontrak. 


Penggunaan PPN dalam dokumen tersebut menurutnya semata-mata karena keterbatasan pengetahuan dan informasi yang diperoleh pihaknya sehingga akhirnya informasi tersebut diperolehnya pada tahap pembayaran akhir.


Akan tetapi pihaknya telah mengambil langkah untuk menyelesaikan hal tersebut seperti mengundang rapat pihak terkait yakni Sekda, Assisten II, Inspektorat, BPKAD dan Kantor Pajak Pratama Raba-Bima. serta sejumlah pihak terkait termasuk Pimpinan PT Brahma Kerta Adiwira KSO PT Budimas di ruang rapat Sekda pada Rabu 15 Desember 2021 dengan kesimpulan rapat merekomendasikan kepada Dinas Perkim untuk berkonsultasi atau meminta pendapat kepada BPKP Perwakilan NTB dan Kanwil DJP NTB karena masih adanya perbedaan pendapat dalam penafsiran ketentuan aturan tersebut.


Dinas Perkim telah menindaklanjuti kesepakatan rapat tersebut dengan menyampaikan surat permohonan pendapat terkait pokok ketentuan pengenaan PPN untuk pembangunan Masjid Agung (rumah ibadah) kepada Kepala BPKP Perwakilan NTB dan Kepala Kanwil DJP NTB pada 20 Desember 2021 dan telah diperoleh jawaban dari Kepala BPKP Perwakilan NTB yang menyatakan bahwa pembangunan Masjid Agung tidak memperhitungkan pengenaan PPN karena PPN dibebaskan.


Dan surat Kanwil DJP NTB tertanggal 18 Januari 2022 dengan kesimpulan bahwa sepanjang pembangunan Masjid Agung Kabupaten Bima merupakan pembangunan yang semata-mata untuk keperluan ibadah dan dikerjakan oleh kontraktor, maka jasa tersebut dibebaskan dari PPN.


"Berdasarkan rekomendasi dari BPKP NTB dan DJP NTB tersebut, Dinas Perkim telah merekomendasikan kepada Wajib Pajak Pimpinan PT Brahma Kerta Adiwira KSO PT Budimas untuk mengajukan restitusi pajak pada Kantor Pajak Pratama Raba Bima untuk ditindaklanjuti sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku," pungkasnya. (GA. 211*).

×
Berita Terbaru Update