Massa aksi Lembaga Dakwah Kampus (LDK) STISIP Mbojo Bima saat menggelar orasi di depan kantor Walikota Bima, Senin (26/9/2022). |
Kota Bima, Garda Asakota.-
Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Lembaga Dakwah Kampus (LDK) STISIP Mbojo Bima menggelar aksi unjuk rasa di depan halaman kantor Pemkot Bima, Senin (26/9/2022), tepat di momentum peringatan 4 tahun Kepemimpinan Walikota Bima, HM. Lutfi, SE.
Mereka menuntut agar seluruh perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) yang beroperasi dan melakukan aktivitas pengeboran seperti CV Hilal, Marina, 55, Hilwa, Mori dan Oi Robion segera dievaluasi.
Koorlap aksi, Fadlullah mengatakan, kekeringan dan krisis air untuk pengairan persawahan masyarakat di Rabadompu Barat, Penaraga, Rabangodu hingga Penanae karena diakibatkan adanya pengeboran dan pengelolaan air sumur bor yang dilakukan oleh beberapa perusahaan AMDK.
"Berdasarkan hasil investigasi kami, pengeboran dan pengelolaan air sumur oleh AMDK berdampak kekeringan dan krisis air," ungkap dia.
Pihaknya berpendapat hal itu bertentangan dengan UU nomor 37 tahun 2014 tentang konservasi air tanah, PP nomor 43 tahun 2008 tentang air tanah serta perwali Kota Bima nomor 08 tahun 2014 tentang pengelolaan air tanah.
"Dalam aturan ini pengeboran dan pengelolaan air sumbur bor harus memberikan jaminan yang jelas bagi masyarakat/petani," katanya.
Hasil investigasi di Kelurahan Rabadompu barat yakni ada aktivitas pengeboran air untuk dijadikan AMDK yang justru dikelola di lingkungan lain.
Untuk itu mereka meminta Walikota dan DPRD untuk segera menghentikan aktivitas pengambilan air tersebut. Selain itu meminta DPRD juga untuk memanggil para pemilik perusahaan sekaligus melakukan RDP.
Dinilai, keberadaan perusahaan AMDK harus dicek perizinannya serta kontribusinya bagi masyarakat Kota Bima. Menurut mereka, sejak adanya aktivitas pengeboran air dalam, kawasan pertanian di sekitarnya mengalami kekurangan air.
"Terutama sekali di persawahan Kelurahan Rabadompu Barat, Penaraga dan sekitarnya.
Boleh kita cek bersama, bahwa di arealnpersawahan di sekitar air bor itu tampak kering sehingga petani kesulitan, mereka menjerit kekurangan air," sebut Korlap.
Pantauan langsung media, massa aksi meminta Walikota Lutfi agar dapat memberikan tanggapan secara detail atas pengelolaan air bor itu. Selama tiga tahun menyampaikan aspirasi terkait pengeboran air, hingga detik ini pun belum ditanggapi olehnya.
"Jika ada ijin atas pengelolaan pengeboran air itu, kenapa harus takut untuk menerima massa aksi?," cetusnya. (GA. 355*)