Ketua ICWI NTB, Nadiran. |
Mataram, Garda Asakota.-
Salah satu Non Goverment Organization (NGO) mengkritisi
pekerjaan paket 4, Rembiga-Mataram dengan anggaran sebesar Rp37 Milyar berupa
pengaspalan jalan, talud dan slub tebing sepanjang pusuk dijalan
rembige-pemenang tahun anggaran 2021-2022 multiyears yang dikerjakan oleh PT SMJ
hari ini pekerjaannya diduga perlahan mulai amblas dan hancur.
“Diantaranya jalan sudah mulai terlihat berlubang, tebing yang
di slub amblas ke jalan, coran beton dikerjakan secara serampangan pada dinding
tebing, pasangan dan pengerjaan beton di samping bawah jalan perlahan amblas ke
bawah,” beber Ketua ICWI NTB, Nadiran, kepada wartawan media ini.
Berdasarkan hasil investigasinya, lanjutnya, secara
normative pekerjaan itu dinilainya akibat kurangnya pengawasan yang efektive
dari Dinas PUPR Provinsi NTB sebagai PA/KPA atau Owner sehingga
pelaksana/kontraktor diduga serampangan dalam melaksanakan proses pekerjaan.
“Kedua, pekerjaan tersebut diduga bermasalah diperencanaan
seperti tebing yg dislub dilihat dari medan dan kondisi lapangan mestinya
dilakukan shootcret untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk seperti amblasnya
tebing dan longsor menimpa ruas jalan seperti saat ini,” bebernya.
Pengerjaan item cooran beton tebing pada titik tikungan
bawah menurutnya diduga tidak memenuhi mutu MPA standar dokumen karena terlihat
tompel hasil tempel serta tidak rata.
“Mestinya hasil yang baik terlihat kokoh dan memenuhi mutu
standar dari hasil proses pekerjaan bertanggung jawab. Jalan sudah mulai
berlubang karena LPB, LPA dan bagian Aspal diduga dikerjakan secara serampangan
dalam kondisi yang tidak efektive seperti proses urugan LPB,LPA dan otmix di
saat kondisi basah (dok),” bebernya lagi.
Menurutnya, dinding tebing bagian samping bawah jalan
perlahan mulai amblas akibat tidak adanya perhitungan yang matang antara owner
dan kontraktor.
“Sisi lain terjadinya sebuah persoalan yang dimaksud adalah
karena diduga adanya dugaan konspirasi transaksi yang terselubung antara owner
dan kontraktor terkait pembagian aliran dana (fee) sehingga berdampak pada
kontraktor nekat melaksanakan tugas serampangan dengan semata mempertmbangkan
untung rugi dan owner (PA/KPA) urung untuk mengawasi proses pekerjaan secara
masive,” katanya.
“Maka dari itu, Gubernur NTB dan Kepala dinas PUPR NTB harus
segera bertanggung jawab atas dugaan kerugian daerah. Intinya paket yang
dimaksud diatas adalah gagal dan bermasalah,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas PUPR NTB, H Ridwan Syah, yang
berusaha dikonfirmasi terkait pemberitaan ini belum memberikan tanggapannya. (**)