Anggota Komisi II DPRD NTB, I Made Slamet.
Mataram, Garda Asakota.-
Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), I Made Slamet, berharap agar Pemerintah
Daerah dapat segera memperhatikan keberadaan para pengusaha kecil dan menengah
yang ada di daerah.
“Sebab kalau tidak segera diperhatikan maka akan terjadi
ketimpangan yang besar antara pengusaha besar dengan jumlah pengusaha kecil
yang jumlahnya lebih besar. Khawatirnya akan menimbulkan gap yang cukup lebar
didalam tatanan masyarakat kita,” saran anggota DPRD NTB Daerah Pemilihan
(Dapil) Kota Mataram ini kepada wartawan, Jum’at 17 Februari 2023.
Berdasarkan hasil reses yang dilakukannya, politisi senior
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI P) NTB ini, mengaku ada banyak
harapan yang muncul dari para pengusaha mikro dan usah kecil ini, hanya saja menurutnya
harapan mereka selama ini dinilainya tidak pernah digarap oleh Pemerintah.
“Saya melihat kepedulian terhadap mereka yang berusaha dalam
skala mikro dan kecil ini tidak pernah terlihat. Sementara kalau hanya
mengandalkan pokir anggota Dewan, kemampuannya sangat kecil dan terbatas juga,”
ungkap sosok yang juga menjabat sebagai Ketua PDI Perjuangan Kota Mataram ini.
Beberapa harapan para pengusaha mikro dan kecil itu, kata
Made Slamet, seperti adanya pembinaan dalam aspek bagaimana menghasilkan produk
yang benar.
“Baik itu bagaimana menghasilkan produk-produk yang dapat
bersaing serta dari aspek higienitasnya terjamin. Fungsi penyuluh ini juga
hampir tidak ada,” bebernya.
Disatu sisi, lanjutnya, pemerintah juga dinilainya tidak
fokus dalam mengalokasikan anggaran untuk mengurus urusan pengusaha mikro dan
usaha kecil ini.
“Terbukti anggarannya sangat kecil dan berada tidak hanya pada
satu Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Disana sini ada anggarannya. Hanya saja
angkanya kecil. Dan untuk usaha mikro dan usaha kecil sama sekali tidak
tersentuh. Malah justru anggarannya habis untuk biaya rapat saja,” kata Made
Slamet.
Problem dasar dari keberadaan usaha mikro dan usaha kecil itu,
lanjutnya, ada pada aspek permodalan.
“Harusnya anggaran itu membantu biaya permodalan mereka. Ini
malah habis untuk biaya rapat dan biaya pelatihan yang tidak terlalu dibutuhkan,”
cetusnya.
Fungsi OPD terkait seperti Dinas Koperasi dan UMKM yang
harusnya fokus mengurusi soal usaha mikro dan usaha kecil ini justru dinilainya
tidak berfungsi.
“Namanya saja Dinas Koperasi dan UMKM, tapi malah yang
mengurusi urusan UMKM justru ada pada Dinas Perdagangan. Contoh saja ketika pengusaha
kecil ini meminta bantuan modal, bukan di Dinas Koperasi dan UMKM tempat mereka
mengajukan permohonan permodalan, tetapi malah justru ke Dinas Perdagangan. Inikan
gak nyambung namanya,” sorotnya.
Akhirnya menurutnya masyarakat dibuat bingung dengan
ketidaksingkronan ini.
“Tidak jelas siapa yang harus bertanggung jawab ketika
masalah UMKM ini tidak berjalan dengan baik. Apakah Dinas Koperasi dan UMKM,
ataukah ke Perdagangan. Akhirnya menjadi tidak jelas kemana harus dimintai pertanggungjawaban,”
kata Made Slamet.
Akhirnya, usaha-usaha kecil tersebut menurutnya hanya bisa
tumbuh dan survive secara alamiah saja tanpa adanya peran pemerintah.
“Gak ada, terutama di usaha mikro dan kecil yah. Padahal pemerintah bisa membantu mereka dengan memberikan bantuan alat dan lainnya,” pungkasnya. (GA. Im/Ese*)