|
Mataram, Garda Asakota.-
Forum Komunikasi Kehumasan Politeknik Pariwisata Lombok Provinsi Nusa
Tenggara Barat (NTB) kembali menggelar diskusi tentang pengembangan kepariwisataan
di Desa Wisata Hijau Bilebante Kabupaten Lombok Tengah, Sabtu 18 Maret 2023.
Dibuka secara resmi oleh Direktur Poltekpar Lombok, Herry
Rachmat Widjaja. Acara diskusi juga dihadiri oleh Kepala Dinas Pariwisata
Lombok Tengah, H Lendak Jayadi, sekaligus bertindak sebagai pembicara, Direktur
Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Wisata Pancingan atau Desa Wisata Hijau
Bilebante, Fahrul Izam, perwakilan Wartawan dari Forum Kehumasan Poltekpar, Baiq
Yana Rosita, dan moderator acara diskusi, Suparman.
“Kegiatan kehumasan Poltekpar Lombok ini dirancang khusus
oleh kami dan dilakukan dua (2) kali dalam setahun yakni diawal tahun dan
diakhir tahun. Diakhir tahun lalu, kami sempat berkumpul bersama rekan-rekan
media disebuah hotel di Mataram dan tercetus sebuah gagasan agar acara diskusi
bisa dilaksanakan di destinasi wisata,” ungkap Herry Rachmat Widjaja dihadapan
puluhan wartawan yang tergabung dalam Forum Komunikasi Kehumasan Poltekpar Lombok.
“Pemilihan Desa Wisata Bilebante sebagai lokasi diskusi salah
satu pertimbangannya karena tempat ini sangat sejuk,” sambungnya
Dalam mengembangkan pariwisata, Poltekpar Lombok mengacu
kepada Tri Dharma Perguruan Tinggi yakni penyelenggaraan pendidikan
kepariwisiataan dengan empat program studi yakni Perhotelan terdiri dari Divisi
Kamar, Tata Hidang dan Seni Kuliner.
“Penyiapan sumberdaya manusia untuk dapat berkiprah di Industri
Perhotelan. Selain itu ada juga Program Studi Pengaturan Perjalanan atau yang
sudah berubah nomenklaturnya menjadi Usaha Perjalanan Wisata,” terangnya.
Program Studi baru yang tengah dipersiapkan adalah Destinasi
Pariwisata, yaitu program studi yang berkaitan dengan penyiapan sumberdaya manusia
untuk pengembangan destinasi pariwisata, desa wisata, pengembangan homestay dan
pengembangan lainnya.
Selain itu, Poltekpar Lombok juga tengah menyiapkan program
studi Special Event atau event khusus yakni penyiapan sumberdaya manusia yang
handal dalam menghadapi event-event khusus seperti MXGP, MotoGP, Peresean, Meeting,
Konferensi, dan lain sebagainya.
“Serta program studi S2 Terapan Pariwisata bagi para sarjana
S1 yang ingin mendalami lagi ilmu kepariwisataannya,” kata Herry.
Selain penyelenggaraan pendidikan, Poltekpar Lombok juga
menyelenggarakan penelitian-penelitian terkait kepariwisataan dan terakhir
adalah pengabdian kepada masyarakat.
“Salah satunya adalah memberikan pendampingan kepada Desa
Wisata dan pemberian Bimbingan Teknis kepada masyarakat yang membutuhkan,” timpalnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Lombok Tengah, H
Lendak Jayadi, mengungkapkan dari 139 Desa/Kelurahan sebelum pemekaran. Ada 61
Desa Wisata yang telah dicanangkan oleh Bupati melalui SK Nomor 63B Tahun 2020.
“Dalam rangka peningkatan kelembagaan atau Institusi Desa
Wisata, kami melakukan assessment di tahun 2022 ini sehingga ada 38 Desa Wisata
yang terassessment. Dari 38 Desa Wisata ada 4 Desa Wisata yang mandiri, ada 5
yang maju, ada 9 yang berkembang, ada 11 yang rintisan dan ada 9 yang berada
dibawah rintisan dan memiliki potensi untuk menjadi rintisan. Sementara sisanya
yang 23 dari 61 tersebut nilainya rintihan,” ungkapnya.
Berdasarkan assessment tersebut menunjukan potret atau
dinamika Desa Wisata itu yakni ada yang sensitif menangkap peluang dan ada juga
yang lemah.
“Karena itu potret dua tahun Desa Wisata patut menjadi
instrumen kurikulum belajar kita untuk meningkatkan Desa Wisata menjadi salah
satu nomenklatur pembangunan desa dan dalam rangka membangun kemandirian masyarakat
berbasis desa,” kata Lendak Jayadi.
Ditahun 2020, dari 61 Desa Wisata itu ada 1 Desa Wisata yang
masuk kedalam kategori maju. Dan dalam perjalanan 2 tahun, ada 4 Desa Wisata
yang bisa menjadi mandiri yakni mandiri secara institusi kelembagaan dalam
bentuk membangun Pokdarwis, Bumdes, melakukan pergerakan, membuat branding,
membuat paket digitalisasi, membangun homestay, membangun kerjasama dengan travel
agent dan membangun sumberdaya manusianya.
“Sehingga secara kelembagaannya bisa menjadi mandiri,”
ujarnya.
Sementara itu, Direktur Pokdarwis Desa Wisata Hijau Bilebante,
Fahrul Izam, menuturkan bahwa sebelum Desa Bilebante terkenal dengan Desa
Wisatanya, Desa Bilebante terkenal dengan aktivitas tambang pasir.
“Lokasi wisata pancingan ini dulunya adalah areal tambang
pasir dengan tingkat kedalaman galian sekitar 10 meter. Kemudian dari bahu
jalan kondisinya cukup tinggi dulu. Dengan aktivitas tambang itu areal jalan
menjadi rusak dan banyak debu beterbangan sehingga Desa Bilebante itu juga
dikenal dengan sebutan Desa Debu,” kata Fahrul.
Tahun 2006, melalui kebijakan Kepala Desa Bilebante saat itu
menerbitkan ‘Awiq-awiq’ atau peraturan tentang tambang dan tahun 2014 lahir Undang-undang
tentang Desa yang menekankan empat prioritas dana desa yaitu pertama untuk
pemuda, kedua untuk Bumdes, ketiga bantuan untuk produk ekonomi Desa dan
keempat untuk membangun desa wisata.
Awalnya pihaknya mengaku tidak percaya Desa Bilebante
menjadi Desa Wisata. Karena selama ini desa wisata itu identik dengan wilayah
pantai, bukit, air terjun, dan hutan yang indah.
Namun ternyata, Desa Wisata itu adalah menjual aktivitas keseharian
masyarakat atau keaslian desa tersebut yang terbingkai dalam keramahtamahan dan
ketenangan masyarakat, makanas khas serta keaslian budaya masyarakat.
“Nah Desa Wisata dalam pemahaman kami adalah bagaimana kita
bisa menjaga keaslian masyarakat tersebut dan bagaimana ketika orang hadir
berkunjung ke Desa Wisata ini yang dihadirkan itu adalah paket bukan tiket,”
kata Fahrul.
Pihaknya mengaku dalam mengembangkan Desa Wisata Bilebante
tidak mengejar kuantitas kunjungan wisatawan tetapi kualitas layanan.
Sehingga menurutnya pihaknya lebih banyak menawarkan paket
wisata kepada para wisatawan yang didalamnya sudah terhitung semua rincian biayanya
mulai dari saat penyambutan, welcome drink, ada layanan tour dengan menggunakan
ATV Motor ke persawahan warga, ada gazebo dan berugak, ada kolam penangkapan
ikan, dan pengajaran menari, permainan gansing, dan homestaym
“Semakin banyak aktivitas yang dilakukan di Desa Wisata
itu.maka nilainya semakin tinggi,” ujarnya.
Wisatawan luar negeri yang berkunjung ke Desa Wisata Bilebante
ada yang berasal dari Jerman, Perancis, Spanyol, Kanada.
“Dan rata-rata mereka menginap seminggu sampai dengan satu
bulan,” sebutnya.
Perwakilan wartawan, Baiq Yana Rosita, berharap agar pelibatan
media dalam membangun destination image kedepannya harus lebih ditingkatkan
oleh para pemangku kepariwisataan.
“Selain membangun destination image. Tugas media dalam mengkritisi dan mendorong pemenuhan infrastruktur kepariwisataan oleh para pemangku kebijakan juga sangat diperlukan. Sehingga langkah antisipasi dan penanganannya dapat segera dilakukan,” singkatnya. (GA. Im/Ese*)