Mataram, Garda Asakota.-
Satuan Reserse dan Kriminal Umum (Reskrimum) Polres
Kabupaten Bima masih melakukan tahapan penyelidikan terhadap kasus dugaan
pencabulan anak dibawah umur inisial JF (16) yang diduga dilakukan oleh pamannya
sendiri inisial MA (45) pada 03 Mei lalu di Desa Tangga Kecamatan Monta
Kabupaten Bima.
“Kasusnya masih dalam tahap penyelidikan, belum kita naikan
ke penyidikan,” kata Kasat Reskrim Polres Kabupaten Bima, AKP Masdidin, kepada
wartawan media ini, Kamis 17 Agustus 2023.
Menurutnya, dalam waktu dekat ini pihaknya akan melakukan
gelar perkara di Polda NTB.
“Insha Alloh dalam waktu dekat ini akan dilakukan gelar
perkara di Polda NTB. Kami mengajukan permohonan dulu di Polda nanti jadwalnya
ditentukan oleh Polda,” katanya.
Dalam menangani perkara ini, pihaknya menegaskan akan
bersikap profesional sesuai dengan tahapan dan prosedur yang ada.
“Pengenaan pasalnya tentu akan diterapkan dengan UU tentang
Perlindungan Anak. Hanya saja untuk menentukan tahap penyidikan maupun
tersangkanya itu perlu kami lakukan penyelidikan lebih lanjut karena tahap ini
masih dalam tahapan lidik belum naik ke sidik,” terangnya.
Dalam kasus dugaan pencabulan terhadap anak sejumlah saksi
sudah diperiksa pihaknya termasuk saksi ahli di bidang psikologi.
“Saksi ahlinya dari Unram,” tandasnya.
Sementara ibu korban, NU, berharap pihak Reskrim Polres Bima
dapat secepatnya menaikan tingkatan kasus ini ke tahapan penyidikan.
“Sebab sejak pemeriksaan saksi ahli psikologi dari Unram
pada 20 Mei yang lalu, penanganan kasus ini sendiri terkesan lamban dan tidak
ada lagi perkembangannya,” ujarnya.
Menurutnya, ia diberitahu penyidik terkait rencana gelar
perkara pada Jum’at 18 Agustus.
“Hanya saja, kami tidak tau kenapa urung dilakukan lagi.
Kami berharap agenda gelar perkara itu dapat digelar dan anak kami bisa
mendapatkan keadilan,” ujarnya.
Dugaan pencabulan ini dilaporkan ibu korban dan teregister
dengan Nomor P/278/V/2023/SPKT/Res Bima/ NTB tertanggal 4 Mei 2023.
Ibu korban, NU menuturkan, awalnya korban sedang berada di
dalam rumah, Rabu (3/5). Tepatnya di ruang keluarga. Saat itu, pintu rumah
dalam keadaan terbuka, dan tiba-tiba korban mendengar ada suara orang berjalan
di ruang tamu.
”Anak saya berteriak dan bilang "gak ada mama di
rumah" agar orang yang berjalan di ruang tamu mendengar,” cerita NU kepada
sejumlah wartawan, Kamis 22 Juni 2023.
Nah, korban pun dikagetkan dengan kedatangan MA, yang saat
itu langsung masuk ke ruang keluarga. Di situ, MA menanyakan keberadaan ibu
korban dan dijawab sedang berada di Desa Sie untuk memuat sapi.
”Setelah itu MA (disebutkan nama lengkap) masuk ke kamar
mandi,” bebernya.
Ketika berada di kamar mandi, MA berkali-kali memanggil
korban agar merapikan pakaian di lantai. Namun korban menjawab akan dirapikan
nanti.
Beranjak dari kamar mandi, MA datang menghampiri korban dan
langsung memeluk. Dia merangkul leher korban dari arah belakang. Lalu tangannya
mengelus dagu korban. ”MA juga memegang bagian sensitif anak saya,” aku dia.
Saat memeluk, MA membisikan agar korban tidak menceritakan
kepada ibunya dengan diimingi uang Rp 1 juta. ”Kemudian MA mengeluarkan uang Rp
100 ribu dan memberikan kepada anak saya, lalu pergi,” ujarnya.
Sepulang ibunya dari Desa Sie, korban yang masih duduk di
bangku kelas III salah satu SMA di Bima menceritakan semua kelakuan oknum
Bacaleg DPRD Dapil I ini. ”Saya pergi melapor sehari setelah kejadian,” ujar
dia.
Saat melapor, dia mengatakan, telah menyerahkan bukti-bukti
kepada penyidik. Seperti bukti uang Rp 100 ribu yang diserahkan MA ke korban.
”Saksi yang melihat MA masuk sudah disampaikan ke penyidik,” ujarnya.
Dugaan pencabulan ini bukan kali pertama dialami JF.
Menurut NU, sebelumnya MA diduga mencabuli korban di dalam mobil. Namun
kejadian pertama dia tidak melaporkan ke polisi. ”Bukan anak saya, tapi kata
orang, ada yang lain tapi belum ada yang lapor,” sebut NU.
Pasca kejadian, korban disebut mengalami trauma. Belakangan
ini sikapnya berbeda dari sebelumnya. Kerap cabut rambut sendiri, terkadang
emosional, dan sensitif. ”Sikap korban ini tampak setelah kejadian. Dia
depresi. Keluar rumah sudah malu, gak berani. Bebannya dia di situ,” ungkap
dia.
Bahkan ketika melihat mobil MA, sambung NU, anaknya lari
terbirit-birit di depan rumah. ”Belum lihat orangnya, baru lihat mobilnya saja
anak saya sudah takut,” akunya.
Korban juga sempat tidak masuk sekolah selama sepekan
setelah kejadian. Dia malu keluar rumah, apalagi kejadian tersebut sudah
diketahui banyak orang. ”Malu dia. Sekarang sudah saya suruh sekolah dan mulai
masuk, tapi sekarang libur,” kata dia.
Korban dan MA ini masih punya hubungan keluarga. Berdasarkan
pengakuan NU, dirinya dengan MA masih sepupuan. ”MA ini masih sepupu dua saya.
Anak saya ini keponakannya,” aku NU.
Dia mengaku, setelah laporan masuk, MA sempat menekan lewat
saudara kandung NU agar tidak meneruskan masalah tersebut. Istri MA juga pernah
menemuinya dan meminta maaf. ”Istri MA minta damai cabut laporan, mengingat
suaminya mau ikut Caleg DPRD dari Partai Nasdem,” ungkapnya.
Lebih lanjut, NU mengaku sudah dimintai keterangan. Begitu
juga dengan korban dan dua orang saksi. Berdasarkan Surat Pemberitahuan
Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP), penyidik unit PPA Satreskrim Polres
Bima sudah memeriksa juga terlapor MA. ”Polisi juga sudah visum dan olah TKP
(tempat kejadian perkara). Bahkan mereka akan memeriksa ahli dari Unram,” ujar
dia.
Bagi NU, penanganan kasus tersebut terkesan lamban atau
tidak sesuai harapannya. Hingga saat ini, penanganan masih dalam penyelidikan.
”Kasus ini belum ada titik terang. Jangan selalu bahasannya
penyelidikan terus, kita bingung juga. Saya harap MA jadi tersangka. Itu
harapan saya sebagai ibu korban,” harap dia.
Dia hanya inginkan keadilan, karena anaknya menjadi korban
pencabulan. Dia juga menegaskan kalau pelaporannya ini tidak ada kaitan dengan
politik. ”Kalau mau gatal, masih ada cewek lain, jangan anak di bawah umur,”
pungkasnya. (GA. Im*)