Saksi Eliya saat dikonfrontir dengan dua saksi lainnya, Rohficho Alfiansyah Direktur PT RJK dan Agussalim Kabag LPBJ Pemkot Bima. |
Kota Bima, Garda Asakota.-
Pengadilan Tipikor Mataram kembali melanjutkan agenda persidangan kasus dugaan korupsi di Pemkot Bima yang mendudukkan terdakwa H Muhammad Lutfi (HML) Walikota Bima periode 2018-2023 sebagai terdakwa, Jumat (22/3/2024).
Sidang dimulai dengan mendudukkan saksi saksi yang diajukan JPU KPK untuk terdakwa HML. Salah satunya adalah isteri terdakwa, Hj. Eliya Alwaini.
Berdasarkan pantuan langsung Garda Asakota, tak banyak keterangan yang diperoleh JPU KPK maupun Majelis Hakim pada pemeriksaan Eliya. Pasalnya sebagian pertanyaan yang diarahkan, banyak dijawab tidak tahu oleh saksi.
Padahal jika dilihat dari rangkaian persidangan dari awal hingga akhir, banyak sekali saksi yang menyebut peran atau keterlibatan isteri dari Walikota Bima dalam dugaan pengaturan proyek di lingkup Pemkot Bima selama suaminya menjadi Walikota Bima.
Pada sidang kali ini, JPU KPK mengawali pertanyaan yang berhubungan dengan kapasitas Eliya sebagai isteri Walikota Bima saat itu, siapa saja Pejabat yang ia kenal dan sering bertemu dengannya?.
Eliya mengaku biasanya yang kerap koordinasi dengan Walikota itu staf di Bagian Humas, sedangkan kalau para Kadis sekali kali saja datang ke kediaman, itupun kadis yang datang juga saksi tidak tahu untuk apa dan kepentingannya apa.
Menjawab pertanyaan sosok M. Amin Kadis PUPR Kota Bima?, Saksi mengaku kenal dan pernah datang ke rumah dinas, namun diakuinya tidak sering. "Lebih dari 2 x?," tanya Jaksa. "Ya, mungkin pak ya," jawab saksi.
Kalau dengan Kepala BPBD di 2019?, saksi mengaku tidak kenal. Ia beralasan bahwa dirinya jarang berada di rumah karena kerap fokus dengan kegiatan organisasi dari pagi sampai sore di lapangan.
Selama menjadi isteri Walikota, saksi juga mengaku tidak pernah punya ajudan ataupun Sekretaris Pribadi (Sepri). "Saya tidak punya ajudan pak, saya hanya punya sopir dari Pemkot," katanya.
Yang saudara saksi ketahui Muhammad Maqdis (MM) itu kerja dimana, wiraswasta atau punya perusahaan, gimana?, saksi mengaku tidak tahu persis iparnya itu kerjanya apa dan dimana. Pernah dengar PT RJK (Risalah Jaya Konstruksi).?
"Tidak mau tahu pak," sahutnya. Saksi juga mengaku tidak mengetahui bahwa Maqdis ini sering mendapatkan pekerjaan di Pemkot Bima.
Selama mereka berdua menikah (Maqdis dan Nafilah), tempar tinggalnya di Jalah Gaja Mada Kelurahan Pane. Sementara saksi sendiri tinggal di Kelurahan Ule, baru beberapa bulan pindah ke rumah dinas?.
"Nafilah tidak tinggal di rumah dinas pak, berkunjung tidak juga sering, karena sibuk di Tokonya dari pagi sampai malam, sama seperti Maqdis kecuali pas ada acara saja," akunya.
Apakah Nafilah pernah cerita ke saudara saksi bahwa dia baru saja ke toko emas dan membeli emas sekitar Rp300 juta?. "Tidak pernah pak," sahutnya.
Saksi kenal pak Burhan Dinas PUPR?, Eliya mengaku kenal Burhan seorang PNS di Dinas PUPR tapi ia tidak mengetahui di bidang apa.
Apakah saudara pernah ketemu dengan Burhan dan M Amin di rumah dinas?
"Saya pernah melihat pak Amin datang ke kediaman, duduk di emperan belakang rumah, dulu karena banyak tamu saya tidak melihat pak Amin datang dengan siapa," katanya.
Eliya membantah adanya pertemuan bertiga dirinya, Amin dan Burhan. Selain itu, juga tidak pernah tahu urusan proyek dan tidak pernah memberikan rekapan proyek ke Burhan.
"Berarti berbeda dengan keterangan kesaksian lain ya," gumam Jaksa.
Bagaimana dengan Fahad saudara kenal,?, diakuinya bahwa Fahad dulu pernah tinggal satu Kelurahan dengannya di Melayu Asakota.
Meski demikian, dia mengaku tidak dekat dengan Fahad, karena hanya satu kampung saja. "Tidak pernah mampir atau singgah di rumah dinas, kecuali pas ada acara. Kalau singgah khusus sih tidak pernah," ungkapnya.
Saksi juga mengaku tidak pernah bertemu Fahad untuk membahas urusan proyek dinas PUPR di rumah dinas, baik PL maupun lelang.
Saudara saksi kenal Iskandar Zulkarnain?, saksi mengaku kenal Iskandar setelah dia menjadi Kabag Humas, sebelumnya tidak mengenalnya.
"Waktu dia jadi Kabag LPBJ saya tidak tahu, saya tahunya Kabag Humas. Saya tidak pernah bertemu dengan Iskandar bersama Walikota," ujarnya.
Dengan Rizal Alfiansyah, kenal? Kenal pak, dia tetangga kami berselang lima rumah di Jalan Gajah Mada. Hanya saja, Rizal ini jarang main di rumah dinas Walikota. Saksi juga mengaku tidak pernah melihat Maqdis bersama Rizal di rumah dinas.
Agussalim, Kabag LPBJ kenal?, kenal pada saat mencuat masalah masalah ini (KPK). "Sebelumnya tidak terlalu kenal, tidak pernah kenal, tidak pernah datang ke rumah dinas," jawabnya.
Coba saudara saksi ingat ingat?, tanya Jaksa. "Tidak pernah pak, saya tidak pernah tahu proyek proyek pak," tukasnya. "Tadi sudah disumpah ya?," cibir Jaksa. "Iya pak tadi saya sudah disumpah," sahutnya.
Kepada JPU KPK, Agus Mursalin, diakuinya pernah datang ke kediaman rumah dinas satu kali bersama Kadis DP3A Kota Bima. Namun ia memastikan tidak mengetahui sosok dan jabatan Agus Mursalin ini.
"Kok berbeda dengan pernyataan Agus Mursalin ya," gumam Jaksa lagi.
Dia menyampaikan ke saksi soal peralatan katering, karena setiap saya turun, ibu ibu di Kelurahan selalu mengatakan bagaimana kalau setiap kelurahan memiliki peralatan katering, karena kondisi di Kota Bima selalu menyewa.
Eliya juga membantah pernah membahas masalah mesin jahit di rumah dinas, apalagi memiliki (pengadaan) 186 unit mesin jahit. "Saya tidak tahu siapa Agus Mursalin," bantahnya.
Eliya tidak menampik bahwa dirinya itu bukan atasan langsung dari Kadis DP3A?, lalu apa hubungannya Kadis DP3A melaporkan ke saudara saksi?. "Saya selaku ketua Dekranasda Kota Bima.
Jadi ibu ibu yang meminta peralatan katering saya arahkan ke DP3A. Kami di Dekranasda tidak punya anggaran itu, kalau bisa proposalnya dibawa langsung ke Dinas DP3A," katanya.
Setelah diarahkan, ibu ibu itu Kelurahan kemudian mendatangi dinas (membawa proposal), kemudian Kadis mendatangi saudara, kenapa tidak Kadis itu menyelesaikan sendiri saja urusan masyarakat ibu ibu, kenapa harus kepada Ibu Eliya?, Jaksa balik bertanya.
"Kadis mendatangi saya untuk menyampaikan bahwa pengadaan peralatan itu gagal dan tidak ada pembagian," sahutnya.
Kalau saudara ini isteri Walikota bukan atasan Kadis, urusannya apa saudara saksi?, apakah urusan saudara sebagai isteri Walikota turut campur dalam pengadaan katering?.
"Saya tidak ikut campur pak, saya diminta untuk mendampingi dinas DP3A," jawab saksi lagi.
Pernahkah saudara katakan, maaf pak tugas saya sebagai isteri Walikota tidak mengurus peralaran katering, ada nggak saudara sampaikan?. Ada nggak saudara menolak Kadis bahwa urusan pengadaan katering bukan urusan saya, tapi urusan suami saya, ada nggak ibu bilang begitu?, Jaksa balik bertanya.
"Saya agak lupa pak karena itu sudah lama, tidak mungkin saya ingat semua pak. Sepertinya ada (kata kata) seperti itu pak," katanya.
Apakah gagalnya pengadaan mesin jahit juga dilaporkan ke saudara, apakah mesin jahit bagian dari pengadaan di dinas tersebut?, "Kalau mesin jahit saya tidak tahu pak, saya lupa," timpalnya.
Saksi mengaku kenal Rohficho yang ditahuinya AL. Hanya saja idak pernah sama sekali mengenal AL, kecuali pada saat pamannya satu kali memperkenalkan kepada dirinya.
"Pamannya yang bawa AL ke kediaman, pernah satu kali, namanya pak Irawan Jafar. Saya lupa, tidak ingat waktunya kapan itu, dan saya tidak pernah melihat AL sering berkunjung ke rumah dinas," tegasnya.
Eliya juga membantah pernah memerintah Rohficho (AL) untuk menyetor uang Rp1 M ke rekening Maqdis. "Saya tidak pernah tahu, apa urusannya dengan saya pak," kelitnya.
Selain Rohficho, saksi juga ditanya sosok Munawir, Direktur CV Nawi Jaya yang dikatakan saksi tidak kenal dan tidak pernah ketemu.
Terkait dengan pemberian batu koral untuk taman di rumah dinas sesuai pengakuan saksi Nawir, Eliya juga tidak mengetahuinya. "Yang ada batu alam, saya beli sendiri di Mataram. Bisa nanti saya fotokan yang mulia," jawabnya.
"Berbeda dengan keterangan Nawir ya, saudara saksi banyak bedanya dengan keterangan saksi lainnya," gumam Jaksa lagi.
Pertanyaan serupa juga diarahkan Jaksa untuk sosok lainnya seperti Safran dan Kontraktor Rusdi, yang diakuinya Safran ia kenal setelah ada kasus ini, sementara terhadap Rusdi tidak dikenalnya.
Kepada JPU KPK, saksi juga mengaku tidak mengenal Edi Salahuddi dan Jamal Abdul Naser Direktur PT RJK yang juga kakak kandungnya Maqdis.
JPU KPK juga mengingatkan kembali salah satu Pejabat Humas yang sudah pindah ke Pemprov NTB, seingat saya namanya pak Malik kenal?," tanya Jaksa.
Saya tahu pak Malik pak," akunya. Namun saksi membantah adanya permintaan uang kepada salah satu Kontraktor Baba Ngeng lewat Malik?.
"Tidak pernah pak (minta uang), saya juga tidak pernah mengurus proyek Puskesmas," tepisnya.
Kenal Amsal Sulaiman (Cengsin)? "Kenal pak, isterinya adalah teman saya," ucapnya. Pernah menjadi Donatur Timses?, tidak pernah pak, jawab Eliya.
Kenal Hendra, Timses Muhammad Lutfi? "Kenal pak Hendra Lampe. Saya kenal waktu dia kerjakan pagar rumah dinas, waktu itu hanya diminta tukangnya," akunya.
Kemudian yang saudara saksi ketahui mobil yang ada di kediaman Walikota, mobil apa saja?. Pertama, kata Eliya mobil dinas pak Wali, mobil PKK, mobil Fortuner PKK, dan mobil Wrangler pak Walikota. "Ada mobil Nissan Extrail, sudah dijual," cetusnya.
Sementra itu, menjawab pertanyaan Penasehat Hukum Terdakwa, Abdul Hanan, SH, MH, Eliya selama menjadi isteri terdakwa tidak ada satupun rekanan yang menghadap pihaknya bersama sang suami untuk memberi uang.
Begitupun saksi tidak pernah melihat terdakwa mengarahkan pokja dan kadis untuk mendapatkan proyek.
Saksi juga tidak pernah melihat terdakwa menerima uang dari kadis dan kontraktor, begitupun selama dirinya menjadi isteri Walikota, tidak pernah menerima uang dari kontraktor.
Saksi juga tidak pernah mendatangi kantor dinas untuk arahkan proyek proyek, ia juga tidak pernah menginjak kantor kantor.
"Boleh ditanyakan langsung pak, kantor mana yang saya injak. Tidak pernah turut campur dalam urusan pekerjaan," tegasnya.
Apakah pernah saudara saksi membuat surat perjanjian hutang piutang?. "Ada pak, saya sudah laporkan juga ke LHKPN, namun surat itu sudah disita KPK saat penggeledahan," akunya.
Saksi mengaku berhutang ke Maqdis karena sebelumnya, iparnya itu pernah mengerjakan rumah yang ditempatinya sekarang tidak layak, atapnya roboh. Saksi kemudian meminta tolong Maqdis untuk kerjakan.
"Akhirnya Maqdis yang perbaiki rumah itu sampai akhirnya kami pindah di akhir 2018, nilai dari notanya yang kami hitung hampir Rp500 juta, yang dibelanjakan Maqdis, dan saya kembalikan tunai Rp500 juta dan saya menambahkan jasa untuk beliau Rp50 juta,"
Kembali PH bertanya, apakah saksi pernah pengaruhi terdakwa untuk mendapatkan proyek? Eliya mengaku tidak pernah karena dari awal diketahuinya bahwa Walikota itu orangnya saklek.
"Dari awal (terdakwa) sudah ingatkan saya, ini bukan ranah kamu. Ranah kamu hanya untuk organisasi, jangan pernah ikut campur yang bukan urusan kamu, tegas beliau kepada saya," tandas Eliya yang juga secara tegas membantah telah menerima hadiah 1 unit mobil Toyota Vios.
Hakim Ketua, Putu Gde Hariadi, SH, MH, mengungkapkan bahwa jika dilihat dari rangkaian persidangan dari awal, banyak menyebut keterlibatan dan peran isteri dari Walikota Bima.
Namun dalam persidangan justru banyak yang saksi tidak ketahui, bagaimana sih sebenarnya?. "Yang saya sampaikan yang mulia, itu yang sebenarnya," sahut saksi.
Saudara banyak tidak tahu kepala dinas?, tanya Hakim Ketua. "Kalau kepala dinas sebagian saya tahu, tapi saya tidak berinteraksi dengan kepala dinas pak. Karena setiap Idul Fitri Kepala Dinas tetap datang ke kediaman," imbuhnya.
"Berarti semua Kepala Dinas kan (datang saat Idul Fitri?, "Tapi saya tidak tahu semua, kepala dinas mana, kepala dinas mana pak," katanya.
Disinggung adanya fakta Kadis DP3A, itu Kadis langsung cari dan menemui saudara waktu?. "Karena terkait dengan saya Ketua PKK dan Ketua Dekranasda yang mulia," sahutnya.
'Termasuk tadi ada tentang Rohficho dan pamannya kenapa mendatangi saudara, kan harusnya ketemu suami saudara, Walikota?'. "Tidak tahu juga, karena mungkin kebetulan waktu itu Maqdis masih adik ipar saya. Juga pak Lutfi tidak ada di kediaman," sebutnya.
Apa tadi yang saudara katain ke Rohficho,? "Iya yang mulia, dia jahat karena dia merekam pembicaraan saya pada saat itu tanpa seijin saya," katanya.
"Iya, tapi jangan langsung menuduh orang itu jahat," balas Hakim Ketua. "Kalau orang bohong jahat atau tidak?," tanja Hakim Ketua. "Jahat yang mulia," kata saksi.
"Gi tu ya, kalau orang bohong juga jahat. Beri keterangan yang tidak benar, itu jahat juga? Terus apa isi rekaman itu sehingga saudara katakan dia jahat?.
"Saya hanya menasehati dia yang mulia. Menasehat kan bagus?. "Iya, tapi dia merekam tanpa seijin saya yang mulia, apa maksudnya dia?," jawab saksi. "Jadi cara merekam itu yang tidak bagus?, menasehati itu bagus," jawab Hakim Ketua.
Makanya Majelis itu meminta kepada saksi agar jujur memberikan keterangan biar perkara itu terang benderang. "Karena saksi itu bukan saudara saja, masih ada saksi saksi yang lain," tegas Hakim Ketua.
Kesaksian Eliya, Agussalim, dan Rohficho Dikonfrontir JPU
Berdasarkan pantuan langsung Garda Asakota, setelah mendengarkan keterangan saksi Eliya. Majelis Hakim Sidang Kasus dugaan gratifikasi dengan terdakwa mantan Walikota Bima, H Muhammad Lutfi (HML), juga mengkonfrontir kesaksian tiga saksi dalam lanjutan sidang yang di gelar pada Jum’at 22 Maret 2024 di PN Tipikor Mataram.
Mereka itu adalah Eliya dikonfrontir langsung dengan Agussalim Kabag LPBJ dan Rohficho Alfiansyah Direktur PT RJK.
Pertanyaan pertama diarahkan JPU KPK kepada saksi Agussalim, bahwa berdasarkan keterangan Eliya berbeda dengan keterangan saudara Agussalim selaku PPK sebelumnya terkait adanya arahan beberapa paket pekerjaan dari Eliya, paket apa saja.?
"Benar, hampir semua paket walaupun secara tidak langsung, ada yang terkoneksi dengan Fahad. Dengan saksi Eliya pernah bertemu langsung, membahas pemotongan anggaran yang diminta Eliya. Tapi saya tidak bisa penuhi karena bisa menjadi temuan," ungkap Agussalim.
Selain itu, saksi pernah beberapa kali mendapat arahan dari isteri mantan Walikota Bima tersebut seperti di Dinas Pariwisata yang mengarahkan paket untuk rekanan tertentu. "Sering seperti," aku Agussalim.
Bagaimana saudara Eliya?, tanya Jaksa. "Siap, saya tidak pernah tahu paket paket proyek. Saya tidak sering bertemu dengan Agussalim," katanya. Eliya membantah pernah ketemu saksi di kantor Walikota, karena saksi kalau ke kantor Walikota pas ada acara saja.
Kemudian saksi Agussalim juga mengaku pernah diarahkan terkait CV Bone untuk pekerjaan Puskesmas Rasanae Timur. "Saya ditanya sama Umi Eliya, apakah tender Puskesmas Rasanae Timur itu bukan pak Jun yang menang?, Jun ini yang punya CV Bone Jaya. Kenyatannya yang menang CV Yakuza.
Selanjutnya, pengadaan mesin jahit 2022 dibatalkan. Sesuai cerita dari pak Agus Mursalin ada arahan untuk pemenangnya. Namun setelah dibatalkan, tidak ada lagi komunikasi. Pengadaan buku juga ada arahan dari Umi Eliya," beber Agussalim.
Pernyataan Agussalim ini kembali dikonfrontir Jaksa dengan saksi Eliya yang dijawab saksi tidak mengetahuinya. "Saya tidak tahu," jawab saksi.
Kepada Rohficho, berdasarkan keterangan saksi sebelumnya saudara Rohficho dua kali bertemu Eliya. Pertama waktu regulator gas dan terkait dengan pertemuan tidak sengaja dengan Eliya di rumah dinas terdakwa.
Atas perintah Nafila isteri Maqdis, saya menarik uang Rp1 M dari Bank NTB kemudian uang itu dibawa ke rumah dinas. Saat dibawa ke rumah dinas, saksi mengaku ketemu Eliya dan ditanya apa yang kamu bawa, uang. Kemudian saya edisuruh setor uang ke rekening Maqdis.
Bagaimana keterangan saudara AL ini saudara Eliya?. Eliya menegaskan bahwa dirinya hanya ketemu Rohficho satu kali waktu datang bersama pamannya di kediaman. "Terkait uang saya tidak pernah ketemu Rohficho, tidak benar," bantahnya.
"Soal pembelian regulator, mohon maaf yang mulia, urusan dapur di kediaman kami sudah ada yang mengurusnya," timpal Eliya. (GA. Tim*)