Bima, Garda Asakota.-
Pada
tahun-tahun belakangan ini, umat manusia dihadapkan pada suatu ancaman global
yang belum pernah dihadapi oleh generasi terdahulu. Pemanasan global yang
memicu terjadinya perubahan iklim bumi telah menyebabkan perubahan-perubahan
terhadap sistem fisik dan biologis bumi kita. Kenaikan temperatur bumi telah
menyebabkan melelehnya bongkahan-bongkahan es di Kutub Utara dan Selatan bumi.
Hal tersebut menyebabkan kenaikan permukaan air laut yang mengancam kawasan
pantai serta makhluk hidup yang mendiaminya.
Di
beberapa lokasi di Indonesia telah tercatat kenaikan permukaan air laut sebesar
8 mm per-tahun. Negara kita merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau
tidak kurang dari 17.500 serta memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km.
Penduduk Indonesia yang tinggal di daerah pesisir cukup besar; sebagai contoh,
65% penduduk Jawa mendiami daerah pesisir. Kondisi tersebut menyebabkan negara
kita sangat rawan terhadap dampak negatif perubahan iklim. Baru-baru ini pihak
Universitas Mataram (Unram) bekerjasama dengan Negara Australia telah
mengidentifikasi beberapa daerah di NTB yang rawan akibat terjadinya perubahan
iklim. Salah satu daerah yang disebutkan adalah wilayah Kecamatan Sape di
Kabupaten Bima. “Oleh mereka kecamatan Sape ditetapkan sebagai salah satu kecamatan
yang rawan akibat perubahan iklim,” ungkap Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH)
Kabupaten Bima, Drs. Moch. Mawardy, kepada wartawan.
Menurutnya,
dampak dari perubahan iklim bukan hanya mengakibatkan masalah kekeringan, akan
tetapi yang paling dikhawatirkan adalah adanya pemanasan global dan naiknya air
permukaan laut. “Dan itulah yang saya lihat di kecamatan Sape, sehingga
ditetapkan sebagai daerah rawan akibat perubahan iklim,”cetusnya.
Guna
mengantisipasi hal itu, pihak Unram bekerjasama dengan BPPT dan Negara
Australia dalam waktu ini berencana akan menggelar kegiatan workshop di
Kabupaten Bima. “Kegiatan workshop ini tujuannya adalah bagaimana kita
menemukan strategis untuk mengatasi agar perubahan iklim itu tidak terlalu
berdampak buruk, terutama bagi warga masyarakat yang berada di sekitar pesisir
pantai. Harus ditemukan strategis tertentu untuk mengantisipasi adaptasi
perubahan iklim,” tandasnya. (GA.
212*)