Bima, Garda Asakota.-
Institut
Transparansi Kebijakan (ITK) Rayon Bima-NTB menyorot pengelolaan dana
pengentasan ‘buta aksara’ melalui program Keaksaraan Fungsional (KF)
yang disinyalir dilakukan oleh Pengelola Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) di Kabupaten Bima. Melalui release persnya yang disampaikan pada
wartawan media ini pada 25 September lalu, Kordinator ITK Rayon
Bima-NTB,
Al-Imran, mempertanyakan adanya indikasi buruknya pengelolaan dana KF di
Kabupaten Bima ini akibat dari buruknya sistim pengawasan yang dibangun oleh
pihak Dinas Dikpora Kabupaten Bima sendiri. “Program Keaksaraan Fungsional (KF)
yang dikelola oleh Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Kabupaten Bima yang
dimulai tanggal 19 September 2011 sejauh ini belum jalan semua.
Hal
ini terjadi akibat lemahnya pengawasan dari pihak Dikpora Kabupaten Bima. Maka
kami menilai berdasarkan hasil investigasi di lapangan, hal ini akan banyak
menimbulkan dugaan tindak pidana korupsi yang diduga terjadi secara terstruktur
dan sistimatis,” ungkap Al-Imran.
Berdasarkan
data yang diperolehnya, di Kabupaten Bima satu PKBM bisa mengelola lima (5)
sampai 30 kelompok belajar. Satu (1) kelompok belajar dianggarkan lima Rp5
juta. Sampai saat ini, menurut ITK, disinyalir masih banyak kelompok belajar
yang belum dijalankan oleh PKBM. “Kalau memang kelompok belajar ini tidak
dijalankan, maka akan timbul dugaan tindak pidana korupsi. Bila hal ini
terjadi, kami dari Institut Transparansi Kebijakan (ITK) Rayon Bima-NTB akan
melaporkan hal ini kepada pihak yang berwajib,” tegas pria yang dikenal getol
melaporkan dugaan korupsi di lembaga hukum ini.
Di
Kabupaten Bima, bebernya lagi, terdapat kurang lebih seratus (100) PKBM dan dua
(2) LSM yang diduga mendapatkan anggaran program KF serta terdapat 1500
kelompok belajar dengan total anggaran Rp6,7 Milyar lebih.
Biaya
pengeluaran untuk satu (1) Kelompok PKBM, rincinya, antara lain adalah biaya
ATK, biaya modul dikenakan Rp7 ribu per orang yang diadakan oleh Forum PKBM
untuk Wajib Belajar, biaya tematik sebesar Rp10 ribu per orang diadakan melalui
pihak Dinas Dikpora Kabupaten Bima untuk Wajib Belajar, biaya sukma sebesar Rp5
ribu per orang diadakan melalui dinas Dikpora Kabupaten Bima untuk wajib
belajar, honor tutor sebesar Rp500 ribu per orang dikali dua (2) tutor per
kelompok, honor tim monev dari satu (1) kelompok yakni Monev Desa sebesar Rp40
ribu per orang, Monev Kecamatan sebesar Rp45 ribu per orang, Monev Kabupaten
sebesar Rp50 ribu per orang, dan Monev Provinsi sebesar Rp65 ribu per orang,
dan untuk wajib belajar sebesar Rp3 ribu per orang dikali 32 hari dikali 20
orang per kelompok yakni sebesar Rp96 ribu per orang. Setelah dihitung hanya
memakan biaya Rp3,5 juta. Sehingga Ketua Pengelola PKBM masih bisa mendapatkan
keuntungan dari pengelolaan tersebut yakni sebesar Rp1,5 juta per kelompok.
Kalau
satu (1) PKBM mengelola 10 kelompok akan bisa mendapatkan keuntungan hingga
Rp15 juta. ‘Maka ketika PKBM tidak menjalankan kelompok belajar yang mereka
dapat anggarannya sungguh terlalu serakah untuk meraup uang Negara. Ruang ini
terjadi akibat lemahnya sistem pengawasan dari pihak Dinas Dikpora Kabupaten
Bima yang punya Tupoksi terkait hal itu,” cetusnya.
Apalagi
disinyalirnya, Ketua Pengelola PKBM mayoritas dikelola oleh PNS dibawah
naungan Dikpora Kabupaten Bima. “Dan hingga hari ini, tingkat kehadiran warga
belajar di setiap PKBM rata-rata hanya mencapai 50 persen sampai 60 persen
dengan sendirinya dana untuk wajib belajar per hari yakni sebesar Rp3 ribu
dikali 32 hari ditengarai tidak terealisasi semua. Dan sebagian PKBM disinyalir
hanya menggunakan satu (1) orang tutor,” bebernya.
Kepala
Dikpora Kabupaten Bima, Drs. Zubaer HAR, M. Si, yang dikonfirmasi wartawan
tidak menampik adanya sorotan dari ITK NTB Korda Bima tersebut. Kepada Garda
Asakota, Zubaer justru sangat welcome bila ada LSM yang peduli terkait
dengan optimalisasi pengelolaan dana KF di Kabupaten Bima, apalagi pengelolaan
dana tersebut baru saja diluncurkan 19 September lalu. “Saya justru menilai
upaya yang dilakukan ITK tersebut sangat baik demi optimalisasi sasaran dana
KF,” ungkapnya pada wartawan. Kadis Dikpora yang saat itu turut didampingi
oleh Kabid PNFPO (Pendidikan non Formal Pemuda dan Olah-raga), Drs. Handal
Wirawan dan Kasi Pendidikan Luar Sekolah (PLS), H. Jaharuddin, menyerahkan
sepenuhnya pengelolaan dana tersebut kepada bidang teknis dan PKBM. “Dana
itu-kan tidak singgah di dinas, tapi langsung dikelola oleh PKBM,” tandasnya
singkat. (GA. 212/211*)