Kota Bima, Garda Asakota.-
Wakil
Walikota Bima, H. A. Rahman H. Abidin, SE, menyesalkan terjadinya tindakan
kekerasan yang terjadi di MTsN-1 Kota Bima, baik yang diduga dilakukan oleh
oknum guru, lebih-lebih aksi pembalasan yang dilakukan oleh murid dan orang-tua
murid. Ditegaskannya bahwa, apapun bentuk kekerasan tidak seharusnya dibalas
dengan kekerasan pula. “Kejadian itu sangat memprihatinkan. Saya menyesalkan
terjadinya pemukulan dan tidak setuju dengan cara kekerasan yang dilakukan oleh
guru tersebut. Karena ada etika dan santunitas dalam menyelesaikan persoalan
yang muncul. Begitupun sebaliknya, saya juga sangat prihatin dan lebih
menyesalkanterhadap aksi balik yang
dilakukan orang-tua murid bersama anaknya,” ucap H. A. Rahman, kepada sejumlah
wartawan, menyikapi insiden yang menghebohkan di MTsN-1 Kota Bima, 24 September
lalu.
H. Man
(sapaan akrab Wakil Walikota Bima, red),
mengakui insiden yang terjadi di MTsN-1 Kobi itu sangat mencoreng dunia
pendidikan. Seharusnya, kata dia, tidak terjadi aksi pemukulan siswa maupun
aksi bala san terhadap guru. “Harusnya ada kesantunan, karena guru adalah
pendidik. Jika ada siswa yang nakal yah, diproses sesuai dengan aturan sekolah.
Orang-tua murid juga harus bisa lebih menahan diri,” pintanya. Pihaknya
berharap kedepannya insiden seperti ini tidak terjadi lagi baik dilakukan oleh
guru maupun oleh murid dan pihak orang tua.
“Karena
orang tua sudah menitipkan anak di sekolah, maka sudah menjadi tanggung jawab
sekolah untuk mendidik. Lagi pula kan ada guru Bimbingan Konseling (BK) yang
menangani setiap ada masalah di sekolah, kenapa tidak difungsikan?. Untuk itu,
kami mengharapkan masalah ini cepat terselesaikan dan tidak terulang lagi di
masa mendatang,” harapnya.
Hal
senada juga dilontarkan oleh Kepala Kantor Kementerian Agama (Kakemenag) Kota
Bima, Drs. H. Syahril, M. Si. Menurut pengakuannya, munculnya persoalan yang
terjadi di MTsN-1 Kota Bima tersebut telah mencoreng dunia pendidikan.
Apapun
bentuk kekerasan, kata dia, baik itu terjadi di tempat umum apalagi dalam
lingkup pendidikan sangat dilarang karena menyangkut keamanan serta
kredibilitas sekolah. “Tentu saja saya menyesalkan pemukulan yang dilakukan
oleh guru (Safrudin, red) terhadap
siswanya (M. Andi Khaeril Awalian, red). Namun lebih saya sesalkan dan membuat
hati miris, yaitu siswa memukul gurunya di ruangan kelas disaksikan oleh
seluruh siswa lainnya. Ini adalah kejadian yang memalukan di dunia pendidikan,”
sesalnya seraya menegaskan komitmen pihaknya yang menolak segala bentuk
kekerasan terjadi.
Seharusnya,
kata dia, masalah ini bisa diselesaikan dengan cara yang lebih baik, dimana
sebelum adanya insiden pemukulan siswa terhadap guru tersebut, pihak sekolah
melakukan mediasi dan diskusi dengan wali murid, murid, dan guru
didampingi oleh pihak sekolah yang berkompoten menangani permasalahan ini.
Bahkan menurutnya, sekolah harus membentuk tim yang bertugas serta
mengantisipasi adanya tindakan balasan dari orang tua murid.
“Jangan
setelah kejadian pemukulan tersebut baru di tangani. Apalagi kejadian yang
sebelumnya diketahui ketika guru diduga memukul murid tersebut terjadi pada
hari Jumat (23/9), seharusnya sekolah langsung melakukan diskusi dan rapat,
agar masalah ini bisa segera diselesaikan dengan cara kekeluargaan dan tidak
membias sebesar ini,” cetusnya. Seperti halnya harapan Wawali Kota Bima,
Kepala Kemenag Kota Bima, juga menghimbau agar permasalahan ini harus
diselesaikan secepatnya dan saling menjaga etika pendidikan. “Sayapun berharap
kejadian memalukan ini tidak terulang lagi,” katanya.
Sementara
itu, seorang akademisi dari STKIP Bima, Drs. Zainudin Mukhsin, juga angkat
bicara terkait dengan insiden yang terjadi di MTsN-1 Kota Bima. Ia mengatakan,
aksi pemukulan guru terhadap siswa tidak dibenarkan, namun yang lebih
disesalkannya adalah adanya aksi balik yang dilakukan oleh siswa terhadap guru
di sekolah tersebut. “Seharusnya sekolah merupakan tempat menimba ilmu dan
berinteraksi sosial antara murid dengan murid lainnya serta jajaran guru.
Bukannya sekolah dijadikan tempat adu fisik,” akunya.
Dijelaskannya,
sekolah merupakan tempat proses belajar mengajar serta tempat menerima dan
memberi pelajaran, sehingga pencapaian pendidikan terlaksana dengan baik. Jadi
yang harus menjadi perhatian pula bahwa anak yang telah dititipkan oleh orang
tua kepada sekolah, sudah menjadi tanggung jawab sekolah untuk mendidik dan
memberikan ilmu pendidikan yang akan diterimanya. “Sehingga orang tua harus
mengerti bahwa sekolah merupakan orang tua kedua bagi murid tersebut. Kami berharap
agar masalah ini cepat terselesaikan,
baik dengan cara mediasi maupun proses dan aturan yang berlaku,” harap
mantan anggota DPRD Bima ini. (GA. 334*)