Mori Hanafi, SE, M. Comm |
Mataram, Garda Asakota.-
Badan Anggaran (Banggar) DPRD Provinsi NTB saat ini tengah melakukan pembahasan
secara intens terkait dengan Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara
(KUA-PPAS) APBD perubahan Provinsi NTB TA. 2017. APBD-P Provinsi NTB tahun ini
diperkiran mencapai angka Rp5,4 Trilyun dengan tingkat silva sekitar Rp340 Milyar.
“Saat sekarang ini Banggar Dewan
sedang melakukan pembahasan secara intens terkait KUA-PPAS. Karena kita
berharap APBD-P ini bisa ditetapkan pada tanggal 11 Agustus 2017. Namun kami
sebagai Pimpinan tetap memberikan ruang yang sangat terbuka kepada anggota
untuk membahas dan mengkritisi KUA-PPAS ini hingga clear,” terang Wakil Ketua
DPRD NTB, Mori Hanafi, SE., M.Comm., kepada sejumlah wartawan, Jum’at (21/07),
di Kantor DPRD NTB, Jalan Udayana Kota Mataram.
Pihaknya sangat berharap pembahasan
KUA-PPAS ini dapat berjalan sesuai dengan jadwal yang sudah direncanakan
apalagi dalam waktu dekat ini pada saat rangkaian pembahasan ini tengah
dilakukan sejumlah Pimpinan DPRD NTB akan menunaikan Ibadah Haji dan ada juga
yang berada di luar daerah. Sementara Gubernur NTB sendiri sebagai salah satu
penandatangan KUA-PPAS memiliki jadwal ke luar daerah yang sangat padat dan
bahkan rencananya akan berangkat ke London maka hal ini akan menjadi suatu
kesulitan tersendiri dalam menyatukan jadwal bersama untuk menandatangani KUA
PPAS.
“Padahal secara teknis, KUA-PPAS itu
harus ditandatangani secara bersamaan oleh empat (4) orang Pimpinan DPRD NTB
dan Gubernur NTB dalam satu tempat yang sama. Dalam keadaan yang seperti ini,
secara teknis sebenarnya bisa kita lakukan diskresi dengan mengatur jadwal
penandatanganan yang menghadirkan Empat Pimpinan DPRD dan Gubernur dalam rangka
bagaimana cara kita agar jadwal pembahasan ini bisa dilaksanakan sesuai dengan
jadwal yang ditetapkan agar tidak molor dan pembahasannya tetap dilakukan lewat
Banggar DPRD NTB. Sebab penandatanganan ini jika tidak dilakukan secara bersamaan
dalam satu tempat maka APBD-P ini tidak bisa kita tetapkan pada tahun ini. Oleh
karenanya perlu ada diskresi sebagai jalan keluar dalam mengatasi kendala ini,”
paparnya.
Sementara ketika ditanya soal kisruh
pembayaran deviden PT DMB yang menjadi temuan BPK, menurutnya soal deviden itu
sudah lunas dibayarkan. “Sementara menyangkut bagaimana penggunaanya ini yang
belum dituntaskan. Sifatnya masih debatable, apakah harus disetorkan ke Kas
Daerah ataukah masuk ke rekening PT DMB. Pro-kontra soal ini yang berkembang
dalam pembahasannya. Kalau masuk ke PT DMB maka PT DMB akan melakukan RUPS soal
ini. Jadi ini pendapat yang berkembang di Dewan,” tandasnya. (GA. Imam*).