Surabaya, Garda Asakota.-
Sebagai
salah satu daerah yang paling banyak mengirimkan tenaga kerja ke Luar Negeri, Pemerintah
Provinsi NTB terus melakukan upaya pembenahan dan perbaikan terhadap sistem dan
prosedur penempatan tenaga kerja ke Luar Negeri. Salah satu upaya tersebut
adalah dengan mempelajari dan mendalami sistem serta prosedur pelayanan yang
dilakukan didaerah maju seperti Jawa Timur sebagai Provinsi terbesar yang
dianggap sukses dalam menempatkan dan memberikan proteksi terhadap warganya yang
bekerja di Luar Negeri.
“Jawa
Timur disamping sebagai provinsi terbesar dalam menempatkan TKI ke Luar Negeri,
ada beberapa langkah yang dilakukan oleh Pemrov Jatim yang patut mendapatkan
apresiasi dan dijadikan contoh dalam mengembangkan sistem dan prosedur
penempatan serta pemberian proteksi terhadap warganya yang bekerja di Luar
Negeri,” ujar Wakil Ketua Komisi V DPRD NTB, HMNS Kasdiono, saat melakukan studi
banding bersama rombongan forum wartawan DPRD NTB, Kepala BP3TKI Provinsi NTB, Joko Purwanto, Disnakertrans NTB, tentang sistem dan prosedur penempatan
TKI di Disnakertrans Provinsi Jatim pada Rabu 10 Oktober 2018.
Salah
satu contoh yang patut mendapatkan apresiasi tersebut, menurut Kasdiono, adalah
ketika munculnya polemik terhadap munculnya PP Nomor 92 Tahun 2000 tentang Pendapatan
Negara Non Pajak dan satu-satunya Provinsi yang menolak terhadap lahirnya
regulasi tersebut adalah Jatim. Dan salah satu regulasi yang tertuang didalam
Perda Penempatan TKI yang diterbitkan di Jatim ini adalah yang menyangkut
kewajiban Perusahaan Jasa TKI ketika membuka kantor perwakilannya adalah wajib
menyetor dana sebesar Rp100 juta atas nama Gubernur. Kewajiban ini menurutnya dalam
rangka pemberian proteksi ketika terjadi masalah dengan TKI di Luar Negeri dan suatu
waktu PJTKI nya tesebut menolak bertanggungjawab atas nasib TKI nya.
“Dan
kewajiban itu juga kita adopsi untuk dilaksanakan di Provinsi NTB,” ujar pria
yang dikenal sebagai salah satu pencetus Perda Penempatan TKI di NTB ini.
Aspek
lainnya yang patut diapresiasi adalah keberanian Provinsi Jatim dalam menolak
pembentukan BP3TKI di Jatim dan membentuk badan lain yang memiliki fungsi yang
sama.
Dari
beberapa aspek yang diungkapkannya tersebut, satu hal yang menarik menurut Kasdiono,
adalah ide membentuk Perusahaan Daerah (Perusda) dalam kerangka pemberian
proteksi dalam penempatan TKI ke Luar Negeri yang bernama Jatim Krida Utama.
“Terobosan-terobosan seperti ini yang ingin kami pelajari dalam rangka pengembangan sistem serta prosedur dalam penempatan serta pemberian proteksi terhadap TKI yang akan bekerja ke Luar Negeri di Provinsi NTB. Dan satu hal yang paling penting adalah bagaimana menghidupkan sistem pelatihan tenaga kerja melalui Balai Latihan Kerja (BLK)," katanya.
Dan Alhamdulillah, lanjutnya, BLK di Provinsi NTB saat sekarang ini sudah menjadi salah satu BLK yang dijadikan sebagai tempat uji kompetensi menyambut hadirnya KEK Mandalika. Akan tetapi hingga saat sekarang ini Provinsi NTB belum memiliki LSP, yang mana sifatnya masih terkoneksi dengan jejaring Jatim.
"Sehingga kedepannya, ada keinginan dari kami agar bagaimana kedepannya ada suatu rumusan sistem kerjasama antara Provinsi NTB dengan Provinsi Jatim dalam hal pengembangan sistem serta prosedur penempatan serta pemberian proteksi terhadap TKI kita baik penempatan dalam Negeri maupun penempatan di Luar Negeri, khususnya ketika terjadinya kasus TKI. Apalagi banyak perusahaan tenaga kerja yang berkantor Pusat di Jatim dan membuka rekruitmennya di Provinsi NTB,” cetus Kasdiono.
“Terobosan-terobosan seperti ini yang ingin kami pelajari dalam rangka pengembangan sistem serta prosedur dalam penempatan serta pemberian proteksi terhadap TKI yang akan bekerja ke Luar Negeri di Provinsi NTB. Dan satu hal yang paling penting adalah bagaimana menghidupkan sistem pelatihan tenaga kerja melalui Balai Latihan Kerja (BLK)," katanya.
Dan Alhamdulillah, lanjutnya, BLK di Provinsi NTB saat sekarang ini sudah menjadi salah satu BLK yang dijadikan sebagai tempat uji kompetensi menyambut hadirnya KEK Mandalika. Akan tetapi hingga saat sekarang ini Provinsi NTB belum memiliki LSP, yang mana sifatnya masih terkoneksi dengan jejaring Jatim.
"Sehingga kedepannya, ada keinginan dari kami agar bagaimana kedepannya ada suatu rumusan sistem kerjasama antara Provinsi NTB dengan Provinsi Jatim dalam hal pengembangan sistem serta prosedur penempatan serta pemberian proteksi terhadap TKI kita baik penempatan dalam Negeri maupun penempatan di Luar Negeri, khususnya ketika terjadinya kasus TKI. Apalagi banyak perusahaan tenaga kerja yang berkantor Pusat di Jatim dan membuka rekruitmennya di Provinsi NTB,” cetus Kasdiono.
Sementara
itu, pihak Disnakertrans Provinsi Jatim yang diwakili oleh Sekretaris
Disnakertrans Provinsi Jatim, Umar Hasan SH., dan Kabid Penempatan Tenaga Kerja
Disnakertrans Provinsi Jatim, Sunarya, menyambut baik dan memberikan
apresiasinya terhadap kunjungan Pimpinan Komisi V DPRD NTB bersama rombongan
Forum Wartawan DPRD NTB.
Sunarya
mengatakan setiap minggu sejak tahun 2014 hingga tahun 2017, selalu ada tenaga
kerja asal Jatim yang di Deportasi dari Negara Malaysia. “Tahun 2017, ada
sekitar 4.200 orang, tahun 2016 ada sekitar 5.117 orang dan tahun 2015 jumlahnya
sekitar 6.121 orang. Tapi Alhamdulillah di tahun 2018 ini, jumlah tenaga kerja
yang dideportasi dari Malaysia itu menurun drastis sampai dengan awal Oktober
2018 ini jumlahnya hanya sekitar 568 orang,” ungkap Sunarya.
Sunarya
mengatakan penurunan secara drastis angka tenaga kerja yang dideportasi dari Negara
Malaysia itu didasari oleh kuatnya koordinasi Pemda Jatim dengan RPTC Tanjung
Pinang sebagai pintu masuk utama tenaga kerja yang berasal dari Indonesia Timur
yang ingin bekerja ke Malaysia baik yang berasal dari Jatim, NTB, NTT dan
Indonesia Timur lainnya. Tenaga kerja yang tidak prosedural itu, menurutnya, berdasarkan
regulasi terbaru tidak lagi dideportasi oleh Pemerintah, akan tetapi disuruh
pulang sendiri jika memiliki uang.
“Makanya
dengan adanya kebijakan itu, angkanya menurun drastis tidak seperti pada
tahun-tahun sebelumnya,” kata Sunarya.
Dikatakannya,
berdasarkan data sampai dengan Februari 2018, tingkat pengangguran terbuka di
Jatim adalah sekitar 3,85 % atau sekitar 810.000 orang, turun dibandingkan bulan
Agustus 2017 yang berada pada kisaran 4 % atau sekitar 840.000 orang. Sementara
untuk penempatan TKI asal Jatim berdasarkan data yang ada tahun 2017 adalah
sekitar 63.496 orang dengan dominasi paling banyak di sektor informal
perseorangan atau rumah tangga. “Dan kedepan kita akan genjot untuk
meningkatkan pengiriman TKI pada sektor formal,” tegasnya.
Menurutnya,
maraknya tenaga kerja non prosedural ini, meski telah dilakukan sosialisasi
secara maksimal oleh pihak-pihak terkait terhadap resiko dan bahaya bekerja
secara non prosedural, namun hal itu tetap tidak menyurutkan jumlah angka
pekerja non prosedural, hal ini juga penyebabnya bisa jadi karena adanya
persepsi regulasi UU khususnya UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
yang menyatakan bahwa setiap warga Negara berhak memilih pekerjaan baik di
dalam Negeri maupun di Luar Negeri.
“Dengan
adanya kebebasan memilih pekerjaan berdasarkan UU tersebut, kita juga tidak
bisa mencegah terjadinya hal itu terjadi. Akan tetapi upaya untuk membuat
masyarakat agar lebih memilih jalur prosedural dan tidak tergiur dengan bujuk
rayu calo tenaga kerja itu tetap maksimal dilakukan. Apalagi dalam UU Nomor
18/2017, ancaman hukuman bagi calo tenaga kerja ini cukup berat yakni akan dikenakan denda sebesar Rp10 Milyar jika ada PJTKI yang menempatkan TKI tidak sesuai dengan dasar penempatannya,” ujarnya.
Dalam
aspek regulasi Peraturan Daerah, kata Sunarya, sebelum UU Nomor 18/2017, Pemda
Jatim telah berhasil membentuk suatu Perda Nomor 04 tahun 2016, dan akan disesuaikan
lagi dengan telah lahirnya UU Nomor 18/2017. Dalam regulasi Perda itu,
menurutnya, ada suatu regulasi yang dikhususkan bagi PJTKI yang ingin membentuk
Kantor Cabang di Jatim, hanya boleh membentuk satu Kantor Cabang saja, tetapi
wilayah kerjanya bisa melingkupi seluruh Jatim.
“Tetapi PJTKI yang berkantor
pusat di Jatim, tidak boleh membuka kantor cabangnya karena domisi kantor
pusatnya sudah di Jatim. Fungsi kantor cabang adalah membantu kantor pusat. Dan
sebelum PJTKI membuka kantor caband di Jatim, untuk Kepala Kantor Cabangnya,
akan kita minta untuk mempresentasikan terlebih dahulu visi, misi, serta
tujuanya di hadapan Tim yang dibentuk Dinaskertrans yang terdiri dari UPTD TKI
Bidang Pengawasan. Kalau dia nantinya tidak memiliki kompetensi untuk menjadi
Kepala Kantor Cabang, maka kita akan meminta untuk menundanya terlebih dahulu.
Dan kalau berkompeten serta dianggap memenuhi syarat maka bisa dilanjutkan
dengan syarat PJTKI itu harus menyetor deposito sebesar Rp100 juta atas nama
Gubernur sebagai suatu jaminan jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan yang
dilakukan oleh kantor cabang PJTKI tersebut sehingga jelas
pertanggungjawabannya,” jelasnya.
Menurutnya,
salah satu temuan modus pengiriman TKI ke Timur Tengah yang telah dinyatakan
dengan Moratorium melalui Kepmen, adalah dengan modus pelaksanaan ibadah umrah.
“Dalam catatan awalnya, jumlah jamaah umrah itu sekitar 50 orang, kemudian
balik kedaerah jumlahnya berkurang menjadi 40 orang. Ini salah satu modus yang
kita cium sebagai salah satu modus pengiriman TKI non prosedural,” ungkapnya.
Pembentukan
LTSA di Jatim juga menurutnya bukan merupakan suatu hal yang mudah, karena
harus menyatukan berbagai instansi yang ada khususnya menyatukan Imigrasi
karena butuh ketersediaan Sarana dan Prasarana keimigrasian yang memadai sertai
ketersediaan personil yang cukup untuk membentuk LTSA seperti di Jatim. “Namun
karena ada komitmen yang tinggi dari Kepala Dinas, maka LTSA itu akhirnya bisa
dibentuk, malah sekarang LP3TKI kantornya juga sudah menjadi satu dengan LTSA
sehingga koordinasinya menjadi gampang,” imbuhnya.
Pengiriman
tenaga kerja indonesia ke luar negeri memang menjadi salah satu alternatif bagi
orang Indonesia saat sekarang ini, disaat minimnya peluang bekerja didalam
negeri, Provinsi Jatim saja di tahun 2017, mendapatkan remiten dari para TKI
ini totalnya mencapai angka Rp7,7 Trilyun. Mengingat besarnya remiten yang didapatkan
itu, maka Pemda Jatim betul-betul memperhatikan aspek perlindungan TKI ini
dengan membentuk Satgas TKI. Bahkan di pintu keluar masuk Bandar Udara Juanda
Surabaya, telah dibentuk yang namanya Konter TKI, yang bertugas selama 24 jam
dan bertugas mendata arus keluar masuknya TKI. (GA. Ese*).