Kota Bima, Garda Asakota.-
Jembatan Mangrove dan Jetty atau Dermaga Sandar, secara bentuk dan fungsi keduanya jelas berbeda. Jetty konstruksinya lebih pendek agar perahu, boat atau kapal bisa bersandar diujungnya. Sementara jembatan mangrove, konstruksinya lebih tinggi agak lebih tinggi dari batas pasang tertinggi air laut.
Terkait permasalah bangunan dermaga wisata yang ada di Bonto Kelurahan Kolo Kecamatan Asakota Kota Bima menurutnya itu sesungguhnya adalah Jembatan Mangrove bukan Jetty atau Dermaga.
"Jika jembatan mangrove yang dibuat, tentu tujuannya untuk estetika atau wisata. Apalagi beberapa waktu lalu memang lokasi itu dibuka untuk umum bagi keperluan wisata dan tidak diprofitkan," kata Pegiat Pariwisata yang juga seorang Photografer, Dedy Kurniawan, seperti yang ia tulis dalam akun FB, Rabu malam (18/11).
Seharusnya, kata dia, niat dan kegiatan yang dilakukan Pemrakarsa Feri Sofiyan, SH (Wakil Walikota Bima) harus diapresiasi tentunya.
Apalagi di satu sisi, Pariwisata kita sedang berbenah. Mengandalkan APBD untuk membangun insfrastruktur penunjang Pariwisata tentu tidak akan mencukupi. Apalagi bagi Pemerintah Kota Bima, pariwisata masih hanya sebatas slogan, belum menjadi prioritas jika dilihat dari alokasi anggaran daerah untuk pembangunan dan pengembangan parwisata.
Beruntung ada orang orang seperti pak Feri Sofiyan dan warga Kota Bima lainnya yang mau membangun dengan dana pribadi mereka untuk menciptakan Obyek Daya Tarik Wisata seperti di Bonto dan tempat tempat lainnya," ungkapnya panjang lebar.
Diakuinya, orang-orang seperti Feri Sofiyan ini harus disupport dalam hal kasus yang dihadapinya kini. Jangan sampai ini akan menjadi preseden buruk bagi investasi pariwisata kedepannya.
"Kalau memang ada maal administrasi di situ, maka kita dorong agar proses administrasinya cepat diselesaikan. Hal ini sesuai komitmen Presiden RI Jokowi yang mempermudah investasi di daerah maupun nasional," sarannya.
Dia berharap permasalahan ini jangan dipolitisir, apalagi untuk saling nyinyir di media sosial.
"Saat ini kita sedang merangkak mengejar ketertinggalan dari daerah lain yang ada di timur dan barat Kota Bima. Jika dinamika ini terus bergulir dan menjadi bola salju, maka semua akan tergilas dalam konflik yang tak berkesudahan," pungkasnya.
Seperti dilansir media ini sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bima melalui Kabid Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup, A.Haris Dinata, M.Si, menjawab waratawan tentang keberadaan Jetty/Dermaga Wisata Publik yang berlokasi di Teluk Bonto menyatakan bahwa Izin kegiatan itu sudah beres atau sudah selesai diproses.
"Ah kegiatan itu isu nya saja yang besar, setelah dilakukan kajian UKL-UPL nya minim dampak negatif, justru yang tinggi dampak positifnya," jelasnya. "Pokoknya aman, kita awasi," tegas mantan wartawan ini kepada Media Garda Asakota, Senin 18 Mei 2020.
Lanjut Haris, sebenarnya yang dibangun itu bukan Jetty tapi Dermaga Wisata dan bahkan pun pihaknya menganggap juga bukan dermaga. "Tapi tak apalah sudah diusulkan dan disepakati nama Dermaga Wisata. Sebab Jetty atau Dermaga itu kesannya kayak pelabuhan pendarataan kapal-kapal ramai dan dikwatirkan mengganggu pelayaran.
Padahal nyatanya kegiatan itu sesungguhnya hanya papan jalur inspeksi hutan manggrove untuk menikmati wisata bahari. Kalaupun ujungnya ada model pendaratan perahu atau motor boat itu hanya sandaran perahu kecil atau motor boat. Sebab kedalaman kolam dermagaanya tidak lebih dari 2 meter," urai Haris.
Dampak positifnya tinggi, katanya lagi, sementara dampak negatifnya hampir tidak ada hanya kekhawatirannya yang tinggi. "Wajar kehawatiran karena sosialisasinya kurang," ingatnya.
"Pemrakarsa berjanji akan mengijinkan lokasi itu untuk tempat pelajar siswa-siswi, para mahasiswa dan peneliti untuk melakukan penelitian lingkungan khususnya tentang ekosistem mangrove dan satwa-satwa yang tinggal dan hidup di ekosistem mangrove," Kata Haris yang juga Ketua Saka Pramuka Kalpataru Kota Bima ini.
Haris merinci, secara geografis Dermaga Wisata ini berlokasi di Toro Golo Dusun Bonto Kelurahan Kolo Kecamatan Asakota Kota Bima.
"Kondisi pantai landai, dasar laut terdiri lumpur dan pasir miskin hara dan karang. Dari segi jarak dengan alur pelayaran sangat jauh dan tidak mengahalangi pelayaran termasuk perahu nelayan. Sedangkan panjang Dermaga hanya 60 m dan lebar 1, 70 m yang terbuat dari bahan papan kayu jati yang diusuk oleh tiang cor semen beton diameter 20x20 cm sebagai penyangga," urainya lagi.
Menurut pria yang juga Wakil Ketua Kahmi Bima ini bahwa Studi kelayakan telah dilakukan dengan demikian kegiatan Pembangunan Dermaga Wisata ini merupakan kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL), berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup (Kepmen LH) Nomor 05 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi AMDAL.
Selain mereka sudah melakukan kajian UKL-UPL lanjut Haris, pemrakarsa juga sudah mendapatkan rekomendasi dari Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pekabuhan Bima dan juga rekomedasi Tataruang Sudah dikantongi.
"Tidak masalah. Jadi kesimpulannya siapapun pemprakarsa yang melakukan usaha kegiatan penggunaan wilayah laut silahkan dan kita dukung asalkan mengurus izin. Geliat ekonomi pembangunan dan investasi sangat di tunggu-tunggu untuk menghidupkan nadi ekonomi di Kota Bima ini," tutupnya.
Kepala Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas IV Bima, H. Yas M. Natsir, ST, menegaskan bahwa pada prinsipnya KSOP Kelas IV Bima akan mendukung setiap program pembangunan wisata Kota Bima.
Jadi, pada prinsipnya terkait dengan persoalan Dermaga Wisata Publik ataupun Jetty itu sepanjang tidak mengganggu lalu lintas perhubungan laut dan sebagai pengembangan wisata daerah itu tidak menjadi persoalan.
Ia menegaskan bahwa lokasi pembangunan dermaga wisata publik (jetty) di pesisir kawasan depan kebun milik Wakil Walikota Bima, Feri Sofiyan, SH, masih dalam lingkungan kerja (DLKR) kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas IV Bima dan sudah ada penetapan Rencana Induk Pelabuhan (RIP) Pelabuhan Bima.
"Pada prinsipnya akan mendukung program pembangunan wisata Kota Bima. Jadi siapapun kami well come, kami tidak ada keterkaitan dengan jetty milik pribadi atau apapun namanya, karena jetty itu hanya sebagai tempat pendaratan perahu lagi pula lokasi tersebut masuk zona wisata," tegasnya kepada wartawan, Rabu lalu (10/6).
Dalam rekomendasi yang dikeluarkan pihaknya sebelumnya, lokasi pembangunan jetty ataupun dermaga wisata publik masih dalam obyek destinasi atau zona wisata Kota Bima, kontruksi pembangunannya tidak permanen dengan kedalam tiang pancang sekitar 50 meter, ukuran balok tiang 20 x 20 cm dengan pembebanan tiang sepatu pancang 50 x 50 cm. "Bahwa pada prinsipnya KSOP Kelas IV Bima akan mendukung program pembangunan wisata Kota Bima," tegasnya dalam suratnya itu.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Garda Asakota, adanya pihak swasta yang mengoptimalkan potensi kawasan pantai Toro Golo Kecamatan Asakota Kota Bima dari dahulunya di kawasan pantai itu penuh dengan bebatuan dan tidak bernilai ekonomis menjadi lebih bernilai ekonomis dengan membangun dermaga wisata, tanpa mengganggu aspek lingkungan lainnya.
Semestinya harus diberikan penghargaan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) sebagaimana tertuang dalam Pasal 74 Perda 12/2017 tentang Penataan Kawasan Pesisir Pantai dan Pulau-Pulau Terpencil di Provinsi NTB. Namun sayangnya, justru niat baik dan kesungguhan dari pihak swasta ini dinilai miring oleh segelintir oknum masyarakat. (GA. 212*)