Kapolres Bima Kota AKBP Haryo Tejo dan Rusdiansyah, SH, MH, Kuasa Hukum Feri Sofiyan, SH. |
Kota Bima, Garda Asakota.-
Polres Bima Kota telah menetapkan tersangka kepada Wakil Walikota Bima FS atas pembangunan dermaga wisata pada tanggal 9 November 2020 dengan menerapkan pasal 109 undang-undang (UU) 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Kapolres Bima Kota AKBP Haryo Tejo menilai bahwa penyidik menetapkan status tersangka kepada FS itu memiliki landasan hukum.
”Penetapan seseorang menjadi tersangka itu ada mekanisme dan aturannya. Kalau orang tersebut merasa penetapannya sebagai tersangka masih prematur itu adalah haknya.
Nanti bisa dibuktikan dalam persidangan, bukti-bukti yang dimiliki penyidik apakah sudah lengkap atau masih kurang untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka,” jelas Tejo kepada media ini saat diwawancara via pesan singkat pada, senin (16/11) beberapa waktu lalu.
Lantas, bagaimana dengan diberlakukannya UU Cipta Kerja pada pasal 36 yang secara otomatis telah mencabut pasal 109 UU 32/2009 yang disangkakan kepada tersangka, bahwa sesuai dengan asas hukum UU yang baru menggugurkan UU yang lama apakah itu tetap diterapkan?.
Menanggapi hal itu, Kapolres menjelaskan bahwa pada pasal 109 UU 32/2009 tidak dihapus meskipun UU 11/2020 tentang Cipta Kerja sudah diberlakukan. Namun katanya bahwa UU Cipta Kerja tidak berlaku surut.
“Coba diliat dulu bro. Di UU CK untuk pasal 109 tidak dihapus. UU CK tidak berlaku surut. Tindak pidana terjadi sebelum UU CK disahkan,” ujarnya.
Dengan tetap menggunakan dan memaksakan pasal 109 UU 32/2009 sebagai alas hukum untuk menetapkan FS sebagai tersangka apakah Kapolres tidak khawatir melanggar asas hukum, karena penerapan pasal 109 itu setelah disyahkan UU CK yaitu pada pasal 36 yang mengatur khusus tentang pidana perijinan?. “Tidak bro, karena tidak ada yang dipaksakan, semua sesuai dengan aturan,” bantahnya.
Sementara penasehat hukum Wakil Walikota Bima, Rusdiansyah, SH, MH menanggapi pernyataan Kapolres tersebut menjelaskan bahwa penetapan tersangka kepada kliennya itu pada 9 November 2020. Sementara berlakunya UU 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja mulai berlaku pada 2 November 2020 sehingga menggugurkan pasal 109 UU 32/2009 yang menjadi alas hukum penetapan tersangka FS.
“Dimananya berlaku surut?, Biarpun perbuatan hukumnya tahun lalu tapi kalau UU sudah tidak ada ya tidak bisa dong, masa anda mau tuntut orang dengan UU yang sudah tidak ada. Gimana sih, bisa kacau Republik ini kalau penegak hukum tidak paham tentang itu.," tepis pria kelahiran Dompu yang kerap disapa Jeby ini.
Yang tidak boleh itu katanya seperti kasus Bom Bali 2001 yang tidak memakai UU terorisme karena UU terorisme pada saat itu belum ada, dipakailah Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
“Nah sekarang mereka pakai apa. Kan mereka tetap memakai UU yang normanya sudah tidak ada. Penetapan tersangka saudara Feri (FS) itu dilakukan tanggal 10 November.
UU Cipta Kerja sudah berlaku sebelum penetapan tersangka. Bisa kacau republik itu kalau penegak hukum (APH) tidak paham hukum. Mereka melanggar melabrak asas itu. Artinya mereka ga paham hukum tidak mengerti hukum berarti,” tegasnya.
Oleh karena tidak ada lagi aturan hukumya soal penetapan pasal 109 itu, penasehat Hukum yang memenangkan Paslon SUKA nomor urut 3 melawan KPU Dompu ini menegaskan, Polres Bima Kota seyogyanya menghentikan seluruh penyidikan terhadap kasus ini.
“Karena pasal-pasalnya, norma yang digunakan itu sudah dicabut. Jika tidak diindahkan maka kita akan melakukan upaya hukum yang terbaik buat klien kita,” tegasnya.
"Sekarang kami meminta secara sukarela dan sadar bahwa pasal ini sudah di ubah dan tidak di pakai lagi. Untuk itu, sekali lagi kami tidak meminta Kapolres menggunakan pasal baru tapi kami mau menyampaikan bahwa pasal 109 UU 32 tahun 2009 yang di pakai untuk menjerat Feri sebagai tersangka sudah di cabut sudah diganti dengan pasal baru tentang Lingkungan Hidup sebagaimana dimuat dalam UU 11 2020 tentang Omnibus Law," timpalnya. (GA. 212*).