Mainah, PMI yang pulang mandiri karena kondisinya yang sakit. |
Mataram, Garda Asakota.-
Kondisi tubuh seorang Pekerja Buruh Migran (PMI) alias TKI, Maniah asal Mendana Keruak Lombok Timur sedikit memprihatinkan. Maniah diduga korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di tahun 2017. Tubuhnya penuh luka seperti korban kekerasan fisik. Informasi yang didapatkan pemerintah ia pulang secara mandiri. Sesampai di Surabaya ia mengalami kondisi sakit.
Saat ini yang bersangkutan masih dirawat di Rumah Sakit di Surabaya. Jadi dia pulang dalam keadaan sakit. Sementara diduga alami kekerasan fisik. Infomasinya, PMI kita ini berangkat secara non prosuderal.
"Memang inilah akibatnya kalau pergi secara non prosuderal, Kita berharap jangan terjadi kayak gini. Sangat merugikan dan memprihatinkan," terang Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTB, I Gde Putu Aryadi di Mataram kemarin.
Disnakertrans NTB mengetahui informasi tersebut setelah masuknya aduan dari DPC Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Lombok Timur 26 Agustus lalu. "SBMI meminta dukungan biaya perawatan, Pemulangannya," tuturnya.
Dengan aduan yang diterimanya, Disnaker lalu berkoordinasi dengan Kepala UPT. BP2MI Mataram, Abri Danar. Hasilnya BP2MI akan memfasilitasi biaya perawatan, kepulangan, dan pendampingan.
"Kami menyampaikan rasa terimakasih kepada jajaran BP2MI Mataram atas respon cepat, fasilitasi dan kerja sama yang sangat baik dalam memberikan perlindungan kepada PMI kita," ucapnya.
Pihak keluarga pun sudah berangkat ke Surabaya mengingat untuk penanganan perawatan lanjut butuh persetujuan keluarga.
"Setelah nanti semuanya selesai, tinggal di Swab kalau hasilnya negatif baru bisa dipulangkan," ucap mantan Kadiskominfotik itu.
Ariadi menjelaskan dari aduan yang masuk itu PMI tersebut selama bekerja di Malaysia mengalami permasalahan, mendapatkan perlakuan tidak mausiawi oleh majikanya disiksa, dipukul fisik dan tidak diberikan gaji.
"Ini nanti kita akan usut siapa pengirimnya dulu tapi saat ini yang penting PMI ini sehat dulu," katanya.
Berdasarkan data kronologis yang didapatkannya juga, Maniah didatangi oleh SH calo atau Sponsor yang menawarkan kerja di luar Negeri dan dijanjikan gaji besar di Negara Malaysia dengan proses mudah dan cepat. Maniah kemudian menyerahkan dokumennya seperti KK, KTP ke Calo tersebut. Tidak lama kemudian Maimah di jemput dan diantar menuju Bandara Lombok lalu diberangkatkan menuju Jakarta.
Setelah sampai di Jakarta, langsung di berangkatkan ke Batam. Ia kemudian menunggu beberapa hari di Batam baru diberangkatkan ke Negara Malaysia dan langsung ke Kualalumpur.
Setelah sampai di Kuala Lumpur suaminya Mainah diketahui bernama Sanip menjemputnya dan di bawa ke rumah majikan sebagai pekerja pembantu Rumah Tangga (PRT). Maniah setiap harinya di siksa, di Pukul badannya oleh majikannya, tidak diberikan makan minum dan dipaksa bekerja hampir 22 jam setiap harinya tanpa diberikan beristirahat.
Maniah tidak tahan dengan perlakuan majikanya akhirnya memilih melarikan diri dalam keadaan sakit parah badanya menjadi kurus. Tidak ada yang merawatnya beruntung ada temanya yang membawanya untuk pulang ke Indonesia.
Setelah sampai di bandara internasional Surabaya Jawa Timur ia langsung di bawa ke Rumah Sakit untuk di rawat sampai sekarang. Ariadi melanjutkan sesuai dengan isi aduan itu menurut keterangan Dokter melalui Telpon, Maniah akan di pindah/Rujuk ke Rumah Sakit Sutomo Surabaya Jawa Timur untuk di rawat lanjutan. Sehingga harus ada yang menjamin dan menjaganya di Rumah Sakit nantinya.
"Makanya dibutuhkan pihak keluarga sebagai penanggung jawab nanti di RS," katanya.
Dari kasus tersebut pihaknya tidak akan tinggal diam. Pengirimnya harus diusut.
"Sponsornya harus bertanggungjawab. Ini contoh contoh kasus yang tidak kita inginkan. Merugikan memprihatinkan," sambungnya.
Kedepan langkah preventif PMI Non prosuderal akan terus dimaksimalkan. Pihaknya akan menjalin koordinasi dengan BP2MI maupun Disnaker Kabupaten/kota, Para Camat dan Kades serta melibatkan para kader posyandu keluarga untuk sama sama memberikan edukasi bahayanya berangkat secara non prosuderal.
"Inilah inti dari program gubernur dan wakil gubernur tentang zero unprosedural PMI. Semata-mata untuk perlindungan dan tidak ingin warga kita diluar negeri mengalami masalah yang tidak diinginkan," tegasnya.
Pemrov akan memaksimalkan langkah pencegahan dan edukasi melalui program Posyandu Keluarga.
Selain aduan kekerasan tadi, Disnaker juga telah mendapatkan laporan satu PMI yang meninggal dunia saat melahirkan di Malaysia. Saat ini sedang proses pemulangan.
"Tapi kasus ini majikannya yang tanggungjawab. Dia yang memulangkan," katanya.
Aryadi menyebutkan di tahun ini ditemukan 48 kasus PMI yang bermasalah. Mereka yang pulang diketahui Ilegal, ada yang mendapatkan perlakuan kasar ada yang memang dipulangkan secara paksa dan kasus lainnya. Aryadi mengimbau kepada masyarakat supaya tidak mudah menerima percaya bujukan manis para calo.
"Banyak resiko yang bisa terjadi jika berangkat secara non prosuderal. Inilah yang sangat diwanti wanti ibu Wagub," pungkasnya. (GA. Im*)