Ketua Komite III DPD RI, Prof. Sylviana Murni, Menaker RI, Ida Fauziah, Wakil Ketua Komite III DPD RI, Evi Epita Maya, Ketum DPP APPMI, H Muazzim Akbar dan Bendahara DPP APPMI, Datuk Fetra Ezimon. |
Mataram, Garda Asakota.-
Wakil Ketua Komite III DPD RI, Evi Epita Maya, mendesak Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker RI) agar segera membuka pintu pengiriman Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) ke Negeri Jiran Malaysia yang akan bekerja di sektor ladang.
"Pada pertemuan DPD RI dengan Menteri Tenaga Kerja (Menaker), Ida Fauziah, yang digelar pada 31 Agustus 2021 lalu, dihadiri langsung oleh Ketua DPD RI, La Nyalla Mataliti, dan Ketua Komite III, Prof Sylviana Murni, serta saya selaku Wakil Ketua Komite III DPD RI serta dihadiri langsung oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pekerja Migran Indonesia (APPMI), H Muazzim Akbar. Aspirasi yang berkaitan dengan pencabutan SK Nomor 151/2020 tentang Penghentian Sementara Penempatan PMI ke Luar Negeri khususnya ke Negara Malaysia ini, kami suarakan pada Ibu Menteri. Dan Ibu Menteri mengatakan kepada kami saat itu sedang diproses untuk pencabutan," kata senator cantik asal Provinsi NTB ini kepada sejumlah wartawan, Rabu 08 September 2021.
Dikatakannya, dalam pertemuan itu, Menaker RI akan terus berusaha mencari jalan dan terus berusaha membangun komunikasi dengan Pemerintah Malaysia terkait dengan pengiriman dan penempatan Calon PMI ini.
"Dan proses ini terus berjalan. Insha Alloh, mudah-mudahan dalam waktu dekat proses komunikasi yang dilakukan oleh Menaker RI dengan Pemerintah Malaysia itu dapat membuahkan hasil yang menggembirakan," cetus Evi.
Apalagi menurutnya, keberangkatan Calon PMI ke Negara Malaysia saat sekarang ini, khususnya keberangkatan Calon PMI yang berangkat secara personal tidak terhalang sama sekali.
"Oleh karenanya, Pemerintah semestinya harus intens membangun komunikasi agar keberangkatan Calon PMI melalui pengusaha PMI ini dapat dibuka kembali," imbuhnya.
Selain menyuarakan pencabutan SK 151/2020, Evi Epita Maya juga meminta kepada Pemerintah agar dapat membantu para pengusaha pekerja migran yang tengah berada didalam kesulitan akibat Pandemi Covid-19 ini untuk memberikan pinjaman uang jaminan kepada perusahaan pekerja migran sebesar Rp1,5 Milyar per satu perusahaan yang terimbas pandemi.
"Atas permintaan ini, Menaker RI, menyatakan akan melihat terlebih dahulu landasan hukum yang memperbolehkan pemberian pinjaman tersebut. Semoga saja apa yang kita suarakan ini dapat ditindaklanjuti dan langsung Ketua DPD RI menindaklanjuti aspirasi ini dengan mengirimkan surat resminya kepada Menaker RI," ujar Evi.
Evi menyatakan DPD RI terus melakukan komunikasi dan kordinasi dengan Kementerian Tenaga Kerja untuk menindaklajuti pertemuan tersebut. Evi optimis Menaker Ida Fauziyah akan mengambil sikap strategis.
"Ini demi PMI kita di NTB, sejak pandemi ini banyak di pulangkan dan kita tidak bisa mengirim lagi PMI karena terbentur surat dari Kemenaker. Inilah yang kami perjuangkan semoga ada hasil yang baik," kata Evi.
Sementara itu, Bendahara Pengusaha Pekerja Migran Indonesia (APPMI), Datuk Fetra Ezimon, mengungkapkan ditengah kesulitan ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia saat sekarang ini akibat wabah pandemi Covid19, menurutnya, pengiriman PMI menjadi salah satu solusi dalam mengatasi munculnya ribuan pengangguran di daerah.
"Ketika pengiriman PMI ini dihentikan sejak Maret 2020. Maka telah terjadi penumpukan pengangguran didaerah yang tentu akan menyulitkan daerah itu sendiri," cetusnya.
Pria yang juga merupakan Komisaris Utama PT Kijang Lombok Raya ini mengungkapkan sektor usaha yang paling berdampak terhadap munculnya wabah Covid-19 di Malaysia adalah pada sektor non formal seperti pembantu rumah tangga dan pada sektor industri dimana banyak pabrik yang tidak lagi beroperasi.
"Sementara pada sektor formal yang membutuhkan tenaga kerja seperti pekerja ladang kelapa sawit ini tetap beroperasi dan sangat membutuhkan PMI. Hal inilah yang membuat para pengusaha Kelapa Sawit di Malaysia itu berteriak dan mendesak Pengusaha Pekerja Migran ini agar dapat segera mengirimkan pekerja migran untuk dapat bekerja pada sektor ini," kata Datuk Ezi.
Akibat dari kurangnya tenaga kerja di sektor formal atau sektor pekerja ladang kelapa sawit ini, pengusaha Malaysia, menurut Ezi panggilan akrabnya, mengalami kerugian yang cukup besar yakni sekitar 4 juta ringgit per hari (Sekitar Rp12 Milyar per hari, red.). Hal inilah yang menyebabkan para pengusaha kelapa sawit yang ada di Malaysia mendesak para pengusaha pekerja migran yang ada di Indonesia ini untuk segera mengirimkan pekerja migran ini.
"Para pengusaha Malaysia ini juga sudah mempersiapkan mekanisme dan rancangan penyambutan PMI yang mengikuti Prokes ketat. Begitu pun prokes ketat pada saat pengirimannya. Sehingga inilah yang menyebabkan kami dari APPMI ini mendesak Pemerintah Indonesia melalui Disnaker Provinsi NTB agar kembali membuka diskusi dengan Pemerintah Malaysia terkait pengiriman 4000 PMI asal Lombok ini yang akan bekerja pada sektor ladang kelapa sawit di Malaysia agar dapat segera diberangkatkan," ujar Ezi.
Berdasarkan informasi, para pekerja migran yang bekerja di sektor ladang ini mendapatkan gaji pokok per bulannya sekitar Rp4 juta dan bisa meraup penghasilan per bulannya sekitar Rp10 juta. Semenjak dihentikannya pengiriman PMI ke Malaysia ini, dampak ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat yang bekerja di sektor ini sangat dirasakan. Inilah yang menyebabkan DPP APPMI ini bersuara lantang agar Pemerintah Indonesia dapat mencabut kembali Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 151 Tahun 2020 tentang penghentian pengiriman PMI pada sektor formal ke Malaysia.
"Disatu sisi para pengusaha Malaysia sangat membutuhkan PMI ini bahkan siap nenerapkan prokes Covid-19 secara ketat pada saat penyambutan PMI di Malaysia. Begitu pun pada saat pengirimannya, pengusaha pekerja migran yang bertugas mengirim PMI ini juga siap mengikuti mekanisme prokes Covid-19 yang ditetapkan oleh Pemerintah. Oleh karenanya sebagai salah satu upaya mengatasi kesulitan ekonomi masyarakat kita, maka alangkah baiknya Pemerintah membuka kembali ruang pengiriman ini dan segera mencabut Kepmen 151 Tahun 2020 ini," pungkasnya. (GA. Im*)