Ketua Komisi I DPRD NTB, Syirajuddin, SH.,
Mataram, Garda Asakota.-
Ketua Komisi I DPRD NTB, Syirajuddin, SH., meminta kepada
Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Nusa
Tenggara Barat (NTB) dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemerintah
Provinsi (Pemprov) NTB agar dapat menjadikan rekomendasi yang dikeluarkan oleh
Komisi DPRD dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan Kebijakan
Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA PPAS) APBD Tahun
2023.
“Kami sangat berharap agar hasil rekomendasi Komisi Dewan
itu dapat dijadikan pertimbangan oleh Banggar dan TAPD,” ujar Ketua Komisi I,
Syirajuddin, kepada wartawan Senin 07 November 2022.
Hal tersebut menurutnya sangat urgen diperhatikan karena
menurutnya berdasarkan hasil Rapat Kerja (Raker) Komisi I dengan sejumlah mitra
kerjanya selama beberapa hari terakhir ditemukan adanya kondisi dimana
rata-rata pagu indikatif yang diatur oleh TAPD berada jauh dari harapan atau
apa yang menjadi program prioritas dari masing-masing OPD.
“Salah satu contohnya seperti anggaran Biro Hukum di
Sekretariat Daerah. Biro Hukum itu sebenarnya banyak hal yang harus
diselesaikan. Selama ini kita selalu kalah dalam soal peradilan atau gugat
menggugat dan sebagainya, mestinya Biro Hukum itu harus menyelamatkan
asset-asset kita yang ada di Provinsi, dan mestinya hal itu harus diiringi
dengan budget yang memadai,” terang politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
ini.
Menurutnya, alokasi anggaran yang tertuang dalam pagu
indikatif itu tidak pas dalam assistensi katakanlah oleh OPD bersama TAPD.
“Sebenarnya mereka harus cerdas dan cermat melihat mana
program-program atau skala prioritas yang mesti diselesaikan,” ujarnya.
Menurutnya, keberadaan Biro Hukum menjadi sangat urgen untuk
diback up dengan budgettingnya.
“Kenapa?, karena memang ada banyak hal yang harus kita
selamatkan terkait persoalan asset dan sebagainya. Contoh kasus asset gedung
wanita dan bawaslu, jadi ada banyak hal. Pertanyaannya kenapa kita selalu kalah
dalam setiap sengketa hukum? Karena kita tidak diiringi dengan penyiapan budget
yang cukup,” timpalnya.
Menurutnya, budget yang dialokasikan hanya sekitar Rp800
juta tidak cukup untuk memback up keberadaan Biro Hukum.
“Apa yang bisa dilakukan dengan anggaran seperti itu?.
Sementara permasalahan-permasalahan hukum didaerah ini cukup banyak. Ada
sekitar 16 masalah hukum yang harus dihadapi,” cetusnya.
Belum lagi pada OPD yang lain yang menjadi mitra Komisi I.
Katakanlah seperti BPSDM. Ada beberapa pelatihan yang memang mereka persiapkan
katakanlah untuk mengkualifikasi aparatur yang mumpuni untuk melaksanakan
tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.
“Tapi itu tidak bisa dilakukan karena keterbatasan anggaran,”
ujarnya.
Pihaknya berharap, dengan plotting anggaran yang sesuai
dengan pagu anggaran KUA PPAS diharapkan dapat dimaksimalkan sehingga bisa
memberikan solusi atau alternatif semestinya program yang memang dibutuhkan
atau masuk kedalam skala prioritas itu yang lebih didahulukan.
“Begitupun program pada OPD lain seperti di BKD tidak dapat
dituntaskan karena adanya kendala dengan keterbatasan kondisi fiskal kita,”
terangnya.
Anggota DPRD NTB dari Daerah Pemilihan VI ini berharap TAPD
dan Banggar dalam membahas anggaran KUA PPAS harus melakukan rapat klinis
berdasarkan rekomendasi Komisi yang telah melakukan Rapat Kerja dengan beberapa
mitra kerjanya.
“Karena Komisilah yang lebih tau dan lebih paham secara
teknis evaluasi dan program mana saja yang menjadi skala prioritas. Kan hal
seperti itu tidak ditau oleh Banggar dan TAPD terkait persoalan ini karena
memang ada AKD yang namanya Komisi yang bermitra dengan OPD mitra kerja. Jadi
tau persis,” jelasnya.
Jika rapat klinis itu tidak bisa diakomodir oleh Banggar dan
TAPD, menurutnya itu jelas menandakan pengelolaan anggaran kita tidak benar
atau tidak sesuai dengan apa yang menjadi target.
“Tidak akan ada perubahan, malah akan semakin merosot,” pungkasnya. (GA. Im*)