Kuasa Hukum terdakwa Ismud dan Sukardin, Syarifuddin Lakuy SH MH dan Adhar SH MH. |
Mataram, Garda Asakota.-
Saksi ahli kasus dugaan korupsi Dana Bantuan Kebakaran Dinas Sosial Kabupaten Bima, Syamsul Hidayat
SH.MH., menegaskan uang negara yang sudah masuk kedalam rekening seseorang yang
menerima bantuan, maka secara keperdataan sudah menjadi milik penerima bantuan.
“Tidak bisa dihubungkan dengan delik atau tindak pidana
korupsi terkait kerugian negara. Tapi nanti ada norma hukum yang lain yang
mengatur,” kata Saksi Ahli yang juga merupakan Ketua Jurusan Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Mataram, saat persidangan kasus tersebut di PN
Tipikor Mataram, Selasa 14 Maret 2023.
Sementara dalam konteks ketika seorang bawahan dalam sebuah instansi
yang mendapat perintah atasannya dan menjalankan perintah pimpinannya tersebut
dikatakan Ahli tidak bisa dikenai pertanggungjawaban pidana.
“Yang bertanggungjawab itu orang yang memberi perintah atau
yang menyuruh melakukan. Karena pihak yang disuruh itu berada dalam posisi
sebagai alat. Kedudukannya sebagai instrumen untuk mewujudkan sebuah perbuatan
pidana yang tidak ingin dilakukan sendiri oleh orang yang punya maksud.
Sehingga orang ini tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana,” terang Ahli
menanggapi pertanyaan Kuasa Hukum terdakwa Ismud dan Sukardin, Syarifuddin
Lakuy SH MH dan Adhar SH MH, terkait dakwaan berkaitan dengan Pasal 55 Ayat 1 ke-1.
Dalam konsep pemidanaan, lanjutnya, seseorang baru bisa
dipidana jika dia melanggar suatu peraturan yang didalamnya ada sanksi
pidananya.
“Yang kedua, dia memiliki pertanggungjawaban pidana dalam
arti dia memiliki kesalahan bisa dalam bentuk kesengajaan dan bisa berbentuk
kelalaian, tergantung pasal yang dikenakan,” ujarnya dihadapan Majelis Hakim
yang dipimpin Muhklas SH MH.
Pengenaan Pasal 12E, yang unsurnya adalah ‘dengan maksud’, “Pegawai
Negeri atau penyelenggara negara dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau
orang lain menggunakan kekuasaan yang dimiliki,” maka inilah bentuk dari
pertanggungjawaban pidananya. Sebab ada dua syarat pemidanaan yaitu dia
melakukan perbuatan pidana dan memiliki kesalahan. Keduanya harus terakumulasi.
“Sehingga jika ingin menarik seseorang sebagai pelaku turut
serta delik penyertaan, maka dia harus punya ‘kehendak’ untuk melakukan suatu
delik,” terangnya.
Ahli juga menyatakan untuk menyatakan dakwaan itu apakah
memenuhi unsur atau tidak, maka akan diuji melalui fakta persidangan.
“Tapi intinya dalam suatu keputusan seseorang bisa
dibebaskan jika tidak terpenuhi unsur pidananya. Tetapi jika terbukti unsurnya,
terdakwa harus dihukum. Itu tergantung nanti hakimnya,” pungkasnya.
Usai sidang, Kuasa Hukum terdakwa, Syarifuddin Lakuy SH MH.,
menilai keterangan yang disampaikan oleh Saksi Ahli tersebut sangat memenuhi
kesempurnaan pembuktian.
“Berdasarkan keterangan Saksi Ahli itu, kami berharap agar
Majelis Hakim dapat menjadikannya sebagai pertimbangan dan membebaskan
kliennya,” pungkasnya. (GA. Im*)