Konfrontir tiga saksi, Muhammad Maqdis, Rohficho Alfiansyah, dan PPK Agussalim di Pengadilan Tipikor Mataram, Jumat (22/3/2024). |
Mataram, Garda Asakota.-
Majelis Hakim Sidang Kasus dugaan gratifikasi dengan terdakwa mantan Walikota Bima, H Muhammad Lutfi (HML), mengkonfrontir kesaksian tiga saksi dalam lanjutan sidang yang di gelar pada Jum’at 22 Maret 2024 di PN Tipikor Mataram.
Tiga saksi yang dikonfrontir keterangannya itu yakni Muhammad Maqdis, Rohficho alias AL, dan Agussalim.
Majelis Hakim menegaskan konfrontir itu dilakukan karena adanya perbedaan keterangan antara saudara Rohficho dengan saudara Muhammad Maqdis.
“Disinilah akan diuji mana keterangan yang menjadi pertimbangan Majelis Hakim, Jaksa Penuntut Umum dan Penasehat Hukum. Makanya kami minta agar saudara saksi bersungguh sungguh dalam memberikan keterangan,” ujar Hakim Ketua.
JPU KPK memulai pertanyaan berdasarkan keterangan Rohficho sebelumnya, BAP Nomor 18, dalam persidangan sebelumnya saudara Rohficho menerangkan pada tahun 2019 itu banyak paket-paket pekerjaan yang prosesnya diikuti oleh saksi Rohficho, menerangkan bahwa qsebanyak 15 paket pekerjaan itu kesemuanya dimiliki oleh Muhammad Maqdis.
“Memang seperti itu?,” tanya JPU KPK yang dikemudian dibenarkan oleh saksi Rohficho.
15 paket pekerjaan tersebut baik yang menggunakan PT Risalah Jaya Konstruksi maupun menggunakan perusahaan lain itu dimiliki oleh Muhammad Maqdis.
“Tetapi tadi pak Muhammad Maqdis menerangkan semua paket pekerjaan yang ada di Pemkot Bima sebenarnya milik saudara Rohficho, bukan milik pak Muhammad Maqdis?. Betul tidak seperti itu?,” cecar JPU KPK lagi.
Rohficho pun menjawab bahwa dirinya adalah anak buahnya Muhammad Maqdis. “Saya kan anak buahnya pak Maqdis,” ujar Rohficho.
Apakah saudara Rohficho sering meminta bantuan modal untuk mengerjakan paket-paket pekerjaan tersebut?. “Ndak ada,” jawab Rohficho.
Berarti 15 paket pekerjaan itu semuanya miliknya pak Maqdis?. “Iya pak,” kata Rohficho.
Bagaimana pak Maqdis? Maqdis pun menampiknya. “Nggak benar itu, sesuai dengan akta notarisnya milik saudara Rohficho, dia yang ikuti lelang," ujar Maqdis.
Hakim Ketua, Putu Gde Hariadi, SH, MH, kembali menegaskan pertanyaan kepada Rohficho, dasar kepemilikan 15 paket proyek itu oleh Muhamad Maqdis? Coba jelaskan apa dasarnya bahwa proyek ini milik pak Maqdis?
“Berdasarkan jaminan di tim penawaran, pak Maqdis kan ke pak Jamaluddin, kemudian Jamaluddin minta tolong ke saya untuk saya bantuin buat penawarannya,” kata Rohficho.
Maqdis kembali membantah keterangan Rohficho. “Tidak benar,” tegasnya.
JPU KPK kembali bertanya ke Agussalim yang saat itu merupakan PPK proyek Nungga-Toloweri, apakah proyek itu miliknya Maqdis atau Rohficho?.
Agussalim menjawab berdasarkan akte dan surat lainnya milik saudara Rohficho. Tapi berdasarkan fakta pelaksanaan di lapangan itu kepunyannya pak Maqdis.
"Saya sih tidak pernah berhubungan langsung dengan pak Maqdis terkait dengan pelaksanaan pekerjaan ini, tapi pelaksana seperti Edward (Rizal Afriansyah), pelaksana-pelaksana yang ada dibawah itu mereka menyebutnya Muhamad Maqdis.
Saya sering ketemu dengan saudara Rohficho ini di pelaksanaan pekerjaan misalnya saya check fisik tapi hanya sebatas itu. Dan dia tidak pernah mengurus pekerjaan seperti ngurusin tukang," tutur Agussalim.
"Dan menurut pengakuan Rohficho dan keterangan orang-orang di lokasi itu Rohficho adalah anak buahnya pak Maqdis," timpal saksi Agussalim.
Menjawab keterangan Agussalim, Muhamad Maqdis menegaskan bahwa hal itu hanyalah asumsi.
“Tapi faktanyakan, tergantung pada akte ini pak siapa pemiliknya. Seperti yang saya kemukakan tadi pak, Rohficho dengan aktenya dia punya hak untuk mampu membelanjakan uang itu,” tegasnya seraya membantah semua pernyataan.
"Saya hanya suplier," tegasnya.
Baik Rohficho maupun Agussalim, membantah bila yang dikatakan Maqdis itu, hanya sebagai suplier. "Tidak benar," kata Rohficho.
Saat dikonfrontir terkait pencairan uang pekerjaan itu baik berupa uang muka, pembayaran termin pekerjaan. Menurut Rohficho, untuk uang muka langsung masuk ke rekening PT RJK Bank NTB atas nama Rohficho, kemudian dari Bank NTB langsung mentransfernya ke rekening Muhamad Maqdis.
“Semuanya yah?. Katanya pak Maqdis hanya sebagian?,” tanya JPU KPK. “Semuanya,” jawab Rohficho.
Seperti setoran tunai di Bank BNI melalui Tiwi, uang muka pekerjaan Jalan Jatibaru CV Zafirah dan CV Nawi Jaya pekerjaan Oi Fo’o 1.
Awalnya uangnya berada di rekening perusahaan dulu baru kemudian ditake over ke rekening Muhamad Maqdis.
“Dari bendahara Pemkot ditransfer ke rekening CV Nawi Jaya di Bank NTB, begitu pun CV Zafirah Bank NTB, uang itu belum terpotong uang pembayaran pinjam bendera, nilainya sebesar Rp1,3 M. Setelah itu uang dibawa ke bank BNI atas perintah Maqdis," tegas pria yang akrab disapa AL ini.
Kok bisa pembayarannya CV Nawi Jaya disetorkan ke rekening Muhammad Maqdis?, kenapa bisa?. "Karena proyeknya pak Maqdis yang punya, dipinjam benderanya," timpal Rohficho.
Atas keterangan Rohficho tersebut, Muhamad Maqdis mengaku lupa. Akan tetapi ia mengaku ingat ada dirinya saat itu di Bank bertiga dengan Rohficho dan Direktur Nawi Jaya.
Akan tetapi keterangan Maqdis itu dibantah Rohficho saat itu tidak ada Maqdis saat mereka menyetor uang ke rekening Maqdis.
Begitu pun uang yang ada di rekening PT Risalah Jaya Rp1 M di Bank NTB langsung disetor ke rekening pak Maqdis. “Semuanya atas perintah Bos yakni pak Maqdis,” kata Rohficho.
Dari beberapa kali transfer atau mutasi uang, yang pertama 1 November 2019 sebesar Rp2,7 M lebih, termin pertama Nungga-Toloweri PT Risalah Jaya, kemudian saksi Rohficho tarik Rp400 juta dan diserahkan ke pak Maqdis atas perintah pak Maqdis. "Saya lupa pak," jawab Maqdis ketika dikonfrontir Jaksa.
Kemudian pada 05 November 2019 ada penarikan tunai lagi sebesar Rp1 Milyar yang kemudian disetor lagi ke rekening pak Maqdis BNI atas perintah pak Maqdis.
“Yang minta Rp1 M kan istrinya pak Maqdis yakni ibu Nafila,” kata Rohficho. "Tidak benar itu pak," tepis Maqdis.
Pada saat menyetorkan Rp1 M itu, pada 05 November 2019 , saksi Rohficho juga mengaku disuruh Maqdis untuk mengantar check senilai Rp500 juta ke pak Salmin di Toko Meubelnya.
“Cek itu diisi Pak Maqdis 500 juta kemudian disuruh bawa ke pak Salmin di toko mebelnya. Salmin ini iparnya terdakwa atau kakak kandungnya isteri terdakwa,” pungkas Rohficho. (GA. Tim*)