Oleh : Nur Istiqamah S.Gz |
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto menyatakan sebagian besar kasus pasien positif virus corona (Covid-19) yang baru ditemukan saat ini kebanyakan berstatus sebagai orang tanpa gejala (OTG).
Yurianto menyatakan pasien dengan status OTG sama sekali tak merasakan keluhan dan tak merasakan sakit apapun meski sudah dinyatakan positif Covid-19.
"Secara keseluruhan sebagian kasus baru yang kita dapatkan pada hari ini adalah kasus baru yang tidak ada indikasi untuk dirawat di rumah sakit," kata Yurianto dalam konferensi persnya di Kantor BNPB, Jakarta, Minggu (12/7).
Melihat hal itu, Yurianto berpandangan pasien Covid-19 dengan status OTG wajib melaksanakan karantina mandiri secara ketat. Hal itu bertujuan agar tak menjadi sumber penularan bagi orang lain
Yurianto pun menyatakan beban Rumah Sakit tak terdampak sampai saat ini meski kasus baru positif Covid-19 mengalami peningkatan.
"Ini yang kemudian kita lihat kasus beban layanan rumah sakit tidak meningkat meskipun kasus baru kita temukan lebih banyak," kata dia.
Diketahui, jumlah kasus positif virus corona (Covid-19) di Indonesia mengalami penambahan sebanyak 1.681 orang per Minggu (12/7). Sehingga, total pasien positif corona di Indonesia secara kumulatif mencapai 75.699 kasus.
Dari total itu, sebanyak 35.638 orang dinyatakan sembuh dan 3.606 orang lainnya meninggal dunia.
Yurianto juga mencatat total ada beberapa provinsi yang mengalami penambahan kasus pasien sembuh lebih banyak dibandingkan kasus positif Corona per hari ini.
Provinsi itu diantaranya Bali dengan 59 sembuh dan 48 kasus positif baru. Banten dengan pasien sembuh 50 dan kasus baru sebanyak 12. Yogyakarta dengan pasien sembuh 2 orang dan penambahan kasus baru 1 orang.
Di Bima sendiri kasus positif COVID 19 makin bertambah jumlahnya, dan kebanyakan dari mereka yang merupakan OTG.
Beberapa Minggu yang lalu dilakukan test di Puskesmas Paruga. Dari 130 pegawai Puskesmas paruga menjalani rapid rest, 42 diantara reaktif. Saat itu juga menjalani karantina sambil menunggu hasil pemeriksaan swab. Rappid test dilakukan setelah salah seorang dokter di puskesmas paruga dinyatakan positif 19, bahkan suami dan anaknya dinyatakan positif dan saat ini sedang menjalani perawatan.
Jumlah pasien positif Corona tidak hanya berhenti sampai di situ saja bahkan Selasa siang (28/7/2020) warga Kota Bima dikejutkan dengan informasi actual yang menyebutkan ada 37 orang dinyatakan positif Covid-19.
Dari angka tersebut menjelaskan, 25 orang dari Puskesmas Paruga Kecamatan Rasanae Barat, 9 orang dari Badan Kepegawain Daerah dan 3 orang dari Rumah Sakit (RS) Asakota.
“Ini informasi terbaru yang kami terima hari ini. Namun, untuk selanjutnya kita masih menunggu realis resmi dari Pemprov NTB,” terang Walikota Bima melalui kabag Humas Setda setempat, HA. Malik SP, M.AP kepada Visioner, Selasa (28/7/2018). Visioner
Hingga tanggal 8 Agustus 2020 telah terkonfirmasi melalui web Humas Protokol Kota Bima, penambahan angka kasus Covid-19 di Kota Bima makin meningkat. Angka terkini sebanyak 51 orang dinyatakan positif Covid-19. Dan 1 orang dinyatakan meninggal dunia.
Penyebaran virus ini memang tidak bisa lagi terelakkan mengingat kontrol terhadap masyarakat saat ini sudah sangat longgar. Hilir mudik masyarakat yang sudah bebas serta tidak diperhatikannya APD untuk keselamatan diri. Ditambah lagi orang-orang yang terinfeksi positif banyak yang menunjukkan tanpa gejala spesifik tertentu.
Dalam publikasi world health organization (WHO) kembali memperbarui, ringkasan ilmiah transmisi SARS-CoV-2 yang diterbitkan sejak 29 Maret 2020. Isinya terkait, COVID 19 bisa menular melalui udara dan pola pencegahannya. Sebelumnya 239 ilmuwan dari beragam negara mendapati, virus Corona bisa menular melalui udara.
Hal itu berdasarkan riset mereka yang bertajuk : ITS time to addres airborne transmission of COVID 19. Temuan baru terhadap sebaran virus Covid seharusnya menjadi hal yang mengkhawatirkan untuk masyarakat agar tetap waspada dengan virus Corona. Namun longgarnya kebijakan yang ada serta kesadaran masyarakat yang kurang peduli tentu makin memperparah kondisi yang ada.
Sementara pemerintah mengonfirmasi temuan PBB bahwa ada peluang sebaran melalui udara (airborne), tidak ada kebijakan antisipasi terhadap pekerja serta mobilisasi masyarakat. semua rekomendasi berpulang pada kesadaran dan kehati-hatian individu.
Disatu sisi masyarakat tidak lagi waspada terhadap serangan virus ini. Karena mereka merasa virus ini sudah tidak memberikan efek mematikan sehingga tidak berbahaya. Padahal virus ini masih harus tetap diwaspadai karena masih terus memakan korban jiwa.
Pemerintah semestinya juga tidak menganggap sepele kasus kasus OTG karena alasan tidak membebani RS, karena OTG terutama dari kalangan milenial di era pelonggaran bisa menjadi sumber ledakan baru. Terbukti dengan bertambahnya jumlah orang yang terinfeksi virus saat ini.
Jika kita melihat kasus diatas maka akan bisa kita simpulkan bahwa suksesnya penanganan pandemi setidaknya dipengaruhi oleh dua faktor yaitu kebijakan pemerintah dan kedisplinan warga. Kurangnya kesadaran masyarakat akan bahaya virus Corona menyebabkan mereka abai terhadap keselamatan diri dan orang lain.
Dan sebenarnya sedikit tidak tingkat kesadaran ini juga bisa dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Karena tidak ketatnya kebijakan sehingga masyarakat biasa saja ketika melakukan kontak fisik atau berkumpul, ramai membuat kegiatan atau acara yang menjadi jalan penyebaran virus ini.
Kebijakan relaksasi PSBB dan era normal baru yang sebelumnya diambil oleh pemerintah, menjadikan masyarakat cenderung mengabaikan protokol kesehatan. Ditambah longgarnya -bahkan cenderung abainya- kontrol pemerintah terhadap penerapan protokol kesehatan dalam menyambut era normal.
Sebagai muslim tentu kita harus melihat dari sudut pandang Islam ketika menyelesaikan persoalan wabah. Negara sebagai periayah masyarakat harus bertanggungjawab penuh dalam mengambil kebijakan yang tegas dengan mencontoh apa yang sudah dialakukan oleh Rasulullah dan para sahabat ketika mengurus masalah wabah.
Islam adalah diin yang sempurna, sehingga tidak satu pun persoalan kehidupan manusia kecuali ada penyelesaiannya di dalam Islam. Hal ini telah ditegaskan Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang artinya, “Kami turunkan kepadamu al-Kitab (Alquran) untuk menjelaskan segala sesuatu.” (TQS An-Nahl [16]:89).
Penyelesaian Islam bukanlah asal, tetapi sesuai fakta persoalan, tuntas, manusiawi, dan pelestari kehidupan.
Terkait penyelesaian pandemi, di samping karakter tersebut, pada solusi Islam juga menyatu pandangan sahih bahwa kesehatan adalah kebutuhan pokok publik. Sebagaimana dituturkan lisan yang mulia Rasulullah ﷺ, artinya, “Siapa saja yang ketika memasuki pagi hari, sehat badannya, maka seolah-olah dunia telah menjadi miliknya.” (HR Bukhari)
kesehatan adalah kebutuhan pokok publik. Rasulullah ﷺ bersabda, “Siapa saja yang ketika memasuki pagi hari mendapati keadaan aman kelompoknya, sehat badannya, memiliki bahan makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia telah menjadi miliknya.” (HR Bukhari).
Tidak hanya itu, ia juga bermuatan pandangan sahih bahwa keselamatan nyawa manusia lebih utama daripada nilai materi (ekonomi). “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingkan unuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (Terjemahan HR At Tirmidzi)
Penyelesaian Islam pun memberikan ruang seluas-luasnya bagi pemanfaatan sains dan teknologi terkini.
Semua itu meniscayakan dalam penyelesaian Islam terwujud dua tujuan pokok penanggulangan pandemi dalam waktu yang relatif singkat. Pertama, menjamin terpeliharanya kehidupan normal di luar areal terjangkiti wabah; Kedua, memutus rantai penularan secara efektif, yakni secepatnya, sehingga setiap orang tercegah dari bahaya infeksi dan keadaan yang mengantarkan pada kematian.
Dua tujuan pokok tersebut tercermin pada prinsip Islam dalam memutuskan rantai penularan wabah.
Pertama, penguncian areal wabah (lockdown). Sebagaimana sabda Rasulullah (Saw.), yang artinya, “Apabila kalian mendengarkan wabah di suatu tempat, maka janganlah memasuki tempat itu, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu, maka janganlah keluar darinya.” (HR Imam Muslim)
Artinya, tidak boleh seorang pun yang berada di areal terjangkit wabah keluar darinya. Juga tidak boleh seorang pun yang berada di luar areal wabah memasukinya. Prinsip ini sangat efektif untuk pemutusan rantai penularan wabah.
Prinsip ini dengan sendirinya tidak saja menjamin masyarakat di luar areal wabah tercegah dari kasus impor (imported case), namun juga mereka dapat beraktivitas seperti biasa.
Selanjutnya bagi yang sudah terlanjur terinfeksi harus diisolasi agar tidak menularkan penyakitnya pada yang lain. Juga diobati agar sembuh dari sakitnya. Rasulullah (Saw.) menegaskan, yang artinya, “Sekali-kali janganlah orang yang berpenyakit menular mendekati yang sehat.” (HR Imam Bukhari).
Selanjutnya menghimbau masyarakat lewat informasi diberbagai media untuk tetap menjaga kesehatan dan menjamin terpeliharanya kesehatan di tengah masyarakat. Dan tetap mengikuti arahan pemerintah dalam menangani wabah.
Pelaksanaan prinsip ini secara bersamaan meniscayakan kehidupan di areal wabah berlangsung secara normal. Di saat yang bersamaan, pemutusan rantai penularan berjalan secara efektif dan secepat mungkin, sehingga setiap orang tercegah dari bahaya infeksi dan kondisi yang mengantarkan pada kematian.
Pelaksanaan prinsip tersebut niscaya dalam sistem kehidupan Islam karena didukung sepenuhnya oleh sistem kesehatan Islam. Termasuk menjamin ketersediaan fasilitas kesehatan yang memadai secara kualitas dan kuantitas, dana yang mencukupi, laboratorium diagnostik, SDM kesehatan, lembaga riset, dan industri alat kedokteran serta farmasi. Tuntutan ini begitu selaras dengan potensi dan kapasitas yang dimiliki negara.
Hal ini akan terwujud jika negara menerapkan sistem Islam dalam mengatur kehidupan kita...wallahualam.
Penulis; Muslimah Peduli Generasi