Anggota DPRD Kota Bima, Alfian Indra Wiryawan, S. Adm. |
Kota Bima, Garda Asakota.-
Sejumlah anggota DPRD Kota Bima mempertanyakan pembelanjaan anggaran Pusat sebesar Rp12 Milyar yang dikucurkan sekitar tanggal 23 Desember 2016 tanpa adanya persetujuan dari lembaga DPRD Kota Bima. Seperti diakui pihak eksekutif, dana sebesar itu masuk setelah pemerintah Pusat merespon proposal yang diajukan oleh Pemda, dan baru dikucurkan setelah penetapan APBD tahun 2017. Direncanakan, dananya dihajatkan untuk pembangunan lima Cekdam di Kota Bima. "Nah, ketika dana tersebut masuk setelah penetapan APBD 2017, harusnya diparkir dulu di rekening kas daerah (kasda). Berdasarkan peraturan menteri keuangan (PMK) seharusnya dana itu dibelanjakan atas persetujuan DPRD, baru bisa digunakan setelah dibahas bersama ekskutif dan legislatif, tetapi faktanya justru tidak dilakukan," ungkap anggota DPRD Kota Bima, Alfian Indra Wirawan, S.Adm, kepada Garda Asakota, Rabu pagi (2/8).
Pria yang akrab disapa Dae Pawan ini menjelaskan, dari hasil evaluasi dan monitoring pihaknya di Komisi III, bahwa dana itu sudah dilaksanakan tender, padahal harusnya dilaporkan dulu ke dewan. Hal ini diakuinya, berdasarkan PMK Nomor 162 pasal 12 tahun 2015, jelas menyebutkan bahwa penggunaan dana itu harus berkoordinasi dengan dewan. "Tapi ini tidak dilakukan, sehingga kami menduga ada konspirasi jahat yang dilakukan eksekutif. Saya di paripurna kemarin sudah mengangkat masalah ini, saya minta dievaluasi terkait anggaran itu," tudingannya. Pihaknya merasa sebagai anggota DPRD tidak dihargai oleh pihak eksekutif, makanya akan mengambil sikap politis dan hukum. "Kami benar-benar merasa tidak dihargai oleh eksekutif, bahwa dalam amanat UU antara eksekutif dan legislatif itu mitra kerja," tegasnya.
Hal senada juga dilontarkan oleh anggota dewan lainnya, Nazamudin. Kepada wartawan, ia mengaku justru mendapatkan informasi bahwa ada beberapa paket proyek dari dana tersebut yang sudah dilakukan pelelangan dinas BPBD Kota Bima melalui LPSE.vInformasi ini mencuat, kata dia, setelah pihaknya melakukan rapat dengar pendapat dengan dinas terkait, dalam hal ini BPBD dan LPSE. "Proses pelelangan ini rupanya sudah dilakukan sekitar Maret lalu. Padahal kami di dewan justru belum ada diinformasikan bahwa dana Rp12 Milyar ini mau dipakai, tapi justru DPA-nya sudah masuk ke dinas BPBD, ini tidak prosedural karena harusnya disampaikan dan dibahas dulu ke DPRD," tegasnya. Dia menyebutkan bahwa, karena dana ini masuknya setelah penetapan APBD murni 2017 maka dinilainya ada pelanggaran yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah. "Katanya mereka dari lima paket itu, sudah tiga paket yang dinyatakan sudah ada pemenangnys dan siap dikerjakan. Menurut kami, Ini suatu pelanggaran, nggak boleh," pungkas Nazam.
Sementara itu, Kepala BPBD Kota Bima, Ir. H. Syarifuddin, MM, yang dikonfirmasi wartawan Rabu pagi mengakui bahwa dana Rp12 Milyar tersebut merupakan respon Kementerian Keuangan terhadap proposal BPBD tahun 2015 silam, yang direalisasikan akhir tahun 2016 lalu setelah penetapan APBD 2017. "Dana itu langsung dari Kementerian Keuangan masuk ke kas daerah," akunya.
Terkait dengan bagaimana prosedur penggunaannya, kata dia, di daerah ini sudah ada Tim TPKAD yang memprosesnya karena pihaknya hanya pengguna anggaran. "Nah, terkait dengan proses masuknya ke dewan itu ada lembaga lain yang punya ranah, yakni Tim TAPD," ujarnya. Pihaknya menegaskan hanya melaksanakan program sesuai DIPA yang ada, dan tidak punya kewenangan untuk melaporkannya ke Dewan.
Di sisi lain, Kepala DPPKAD Kota Bima, Drs. Zainuddin, MM, yang juga dimintai tanggapannya justru membantah bahwa dana itu telah digunakan oleh Pemkot Bima. Adapun soal program dari sumber anggaran sudah dalam proses tender, ia dipersilahkan agar menfkonfirmasikannya ke dinas terkait. "Kita hanya mengurus keuangan saja, tapi yang jelas dananya belum digunakan. Tapi, kalau soal proses ke dewannya, jangan tanya ke kita yah," tandasnya. (GA. 212*)