Wakil Ketua Fraksi PPP DPRD NTB, H Nurdin Ranggabarani.
Mataram, Garda Asakota.-
Salah satu letak keberhasilan dan kehebatan
seorang pemimpin dapat dilihat atau diukur dari kemampuannya dalam membuat taksiran kenaikan
pendapatan daerah. Hari ini, Pemerintahan Duet Duo Doktor, Gubernur dan Wakil
Gubernur NTB, Dr Ir H Dzulkieflimansyah dan Dr Hj Sitti Rohmi Djalillah, harus
menghadapi suatu kenyataan dimana angka atau nilai yang ditaksir di dalam
Rancangan APBD Tahun 2019 diduga ‘raib’ atau turun cukup signifikan nilainya sebesar
Rp5,7 Milyar.
“Saya menduga ada konspirasi dari
para pembantu-pembantunya Doktor Dzul dan Umi Rohmi dalam merusak citra mereka
sehingga ketika mereka naik memimpin NTB ini lantas muncul image atau citra
buruk kepada mereka, koq Rp5,7 Milyar hilang?,” sorot Wakil Ketua Fraksi Partai
Persatuan Pembangunan (F-PPP) DPRD NTB, H Nurdin Ranggabarani, kepada sejumlah wartawan,
Jum’at 16 November 2018.
Menurutnya, angka terakhir APBD
Provinsi NTB masa kepemimpinan TGB-Amin TA 2018 adalah sebesar Rp5,7 Trilyun
lebih. “Sekarang diawal pemerintahan Dzul-Rohmi, justru turun menjadi Rp5,2
Trilyun lebih. Terpangkas sekitar Rp5,7 Milyar lebih. Saya khawatir ada sesuatu
yang tidak sehat didalam pemerintahan kita yang mengawal Dzul-Rohmi ini. Kalau
wajar dan lazim, tentu tidak akan menjadi masalah. Tetapi kalau ingin
mengesankan atau mencitrakan bahwa Dzul-Rohmi itu tidak memiliki kapasitas dan
kemampuan dalam rangka melakukan pengawalan fiskal daerah, maka itu adalah
sesuatu yang berbahaya dan harus diwaspadai,” tuding politisi senior PPP ini.
Dikatakannya, angka APBD 2018 sebesar
Rp5,7 Trilyun itu mestinya harus bisa dipertahankan diawal kepemimpinan Duet
Duo Doktor ini. “Jangan kemudian dibuat turun menjadi Rp5,2 Trilyun. Saya
mempertanyakan ini, jangan-jangan ada sebuah konspirasi untuk mengesankan bahwa
begitu dipimpin oleh Doktor Dzul ini hilang pendapatan daerah kita sebesar
Rp5,7 Milyar. Inikan adalah sesuatu yang berbahaya,” timpal Nurdin.
Nurdin mengaku tidak habis pikir,
bagaimana angka Rp5,7 Milyar itu bisa hilang didalam RAPBD 2019 ini, sementara
menurutnya, jika dilihat dari program-program awal yang dibangun oleh
Dzul-Rohmi tidak terlalu menghabiskan anggaran yang terlalu besar.
“Ini awal
loh Doktor Dzul dan Umi Rohmi ini membangun citra kepemimpinannya. Apalagi jika
dilihat dari program-program Doktor Dzul dan Umi Rohmi ini sangatlah bagus
seperti program sekolah ke Luar Negeri gratis, program Jumpa Bang Zul dan Umi
Rohmi juga tidak ada anggaran yang signifikan. Tetapi koq bisa hilang Rp5,7
Milyar ini?. Kita ini prihatin melihat kondisi seperti ini. Makanya Fraksi PPP
meminta agar angka Rp5,7 Trilyun dalam RAPBD 2019 itu dapat dikembalikan lagi.
Bahkan kalau bisa RAPBD kita 2019 itu bisa sampai Rp6 Trilyun lah,” tegas
Nurdin.
Ketua Fraksi PKS DPRD NTB, H Johan Rosihan ST.
Hal senada juga disampaikan oleh
Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPRD NTB, H Johan Rosihan ST.
Politisi senior PKS NTB ini juga mengkhawatirkan adanya ketidaksingkronan
antara program Pemerintah Dzul-Rohmi yang menghendaki adanya Akselerasi atau Pertumbuhan
(Growth) tetapi dari sisi fiskal atau anggarannya justru malah mengalami
penurunan.
“Turunnya itu sekitar empat (4) porsen.
Padahal kita sudah tetapkan bahwa angka pertumbuhan itu adalah sebesar 5 porsen.
Ini koq malah turun?. Padahal semestinya antara Kebijakan dengan Program serta
Anggarannya itu harusnya matching atau selaras. Nah inilah yang kami duga ada
konspirasi dibalik itu semua. Dan ini semestinya harus bisa dikembalikan lagi
dalam posisi normal atau malah bisa lebih dari itu,” kata Johan.
Bisakah nilai RAPBD 2019 itu
dikembalikan lagi ke angka Rp5,7 Trilyun?, Menurut Johan Rosihan, hal itu sangat
bisa dikembalikan salah satu contohnya adalah pada potensi pendapatan pajak
bahan bakar. “Pajak bahan bakar itu mereka pakai tarif lima (5) porsen. Padahal
didalam Perda Nomor 18, kita pengenaan tarifnya bisa mencapai sepuluh (10) porsen.
Tapi kita menggunakan tarif 5 %?. Padahal penggunaan tarif 5 % itu dilakukan ketika
ada subsidi. Mestinya pengenaan tarif bahan bakar ini dikenakan sesuai Perda 18
yakni sebesar 10 %,” ujar Johan.
Disisi lain, lanjut Johan, dari aspek
pengenaan Retribusi kita juga tidak maksimal dilakukan. “Masa dari sekian banyak
asset yang kita miliki, jumlah retribusi kita, hanya mencapai Rp6 Milyar saja?.
Padahal tahun-tahun sebelumnya kita pernah mencapai angka yang lebih dari itu
yakni sebesar Rp59 Milyar. Dan sekarang hanya ditargetkan sekitar Rp28 Milyar
sampai akhir masa NTB Gemilang. Nah pertanyaannya, apakah semurah itukah nilai
asset yang menjadi kekayaan daerah kita?. Sebenarnya masih banyak
potensi-potensi daerah kita yang masih bisa kita eksplore lagi untuk menaikan
tingkatan pendapatan kita, termasuk dana transfer daerah itu masih bisa
dinaikan lagi?, tapi kenapa dana transfer berkurang?, siapa kira-kira yang ‘main’
disini?. Jadi apa yang menjadi sinyalemen kita bahwa ada dugaan konspirasi
disini itu adalah fakta,” timpalnya.
Melihat adanya kondisi seperti
demikian halnya, dua politisi Udayana ini sepakat meminta agar Gubernur dan
Wagub NTB dapat segera meminta para pembantunya yang dianggap bertanggungjawab
terhadap turunnya angka RAPBD 2019.
“Kami minta kepada Gubernur agar
segera memanggil orang-orang yang bertanggungjawab terhadap kegiatan RAPBD ini. Lakukan pemanggilan dan
segera tanyakan kenapa bisa terjadi seperti ini?,” ujar dua politisi udayana
ini.
Kepala BPKAD Provinsi NTB, H Supran,
yang berusaha dimintai konfirmasi terkait dengan apa yang dipersoalkan oleh sejumlah
politisi udayana ini pasca mengikuti Rapat Paripurna DPRD NTB tentang Penyampaian
Pemandangan Umum Fraksi DPRD NTB tentang Raperda APBD 2019 mengatakan belum mau
memberikan pernyataannya. (GA. 211*).