Mataram, Garda Asakota.-
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
Provinsi NTB, Mohammad Khuwailid, S.Ag., MH., menyesalkan sikap Komisi
Pemilihan Umum (KPU) Lombok Tengah yang melempar tanggungjawab pencoretan
pencalegan Baiq Sumarni dari Daftar Caleg Tetap (DCT) kepada Bawaslu Lombok
Tengah paska digeruduknya KPU Lombok Tengah oleh puluhan massa pendukung Baiq
Sumarni.
“Massa pendukung Baiq Sumarni meminta
KPU untuk mencabut kembali putusannya. Namun oleh KPU Loteng menyarankan kepada
mereka bahwa perubahan putusan itu melalui Bawaslu. Nah ini yang membuat massa
Baiq Sumarni ini mendapat gambaran yang tidak pasti. Padahal berdasarkan Asas
Hukum Contrarium Actus, yang bisa membatalkan putusan itu adalah PTUN, yang
kedua adalah Pejabat yang mengeluarkan keputusan itu. Semestinya KPU Loteng tidak
lagi mendorong persoalan ini kepada Bawaslu. Karena yang membuat keputusan
pencoretan itu adalah KPU. Bukan Bawaslu,” tegas pria yang dikenal ramah ini
kepada wartawan media ini, Senin 01 April 2019, di Kantor Bawaslu NTB, Jalan
Udayana Kota Mataram.
Sebagaimana diberitakan sejumlah
media, puluhan massa Baiq Sumarni yang berasal dari Kecamatan Pujut Lombok
Tengah sejak Jum’at 29 Maret 2019 lalu hingga tadi Senin 01 April 2019,
menggeruduk kantor KPU Lombok Tengah dan Bawaslu Lombok Tengah untuk meminta
pencabutan keputusan pencoretan Baiq Sumarni, Caleg Partai Golkar Lombok
Tengah, yang telah dikeluarkan oleh KPU berdasarkan keputusan PN terkait tindak
pidana pemilu.
Pada 19 Februari 2019 lalu, Baiq
diputuskan bersalah karena melanggar Pasal 280 UU Nomor 07 Tahun 2017 tentang
Larangan Kampanye Melibatkan ASN. Atas dasar putusan PN itulah, kemudian KPU
melakukan pencoretan Baiq Sumarni dari Daftar Calon Tetap (DCT). Namun, oleh
kuasa hukum Baiq Sumarni, Muhanan SH., mengatakan dasar pencoretan nama Baiq
dari DCT itu semestinya harus memenuhi dua (2) unsur pelanggaran yakni
pelanggaran Pasal 280 tentang melibatkan ASN dan yang kedua pelanggaran pasal
284 tentang money politik.
Baiq Sumarni sendiri menurut Muhanan, hanya melanggar pelibatan ASN
yakni pasal 280 UU 7/2017, sementara pasal 284 nya tidak ada yang dilanggar
oleh Baiq Sumarni. Atas dasar itulah, puluhan massa ini kemudian menggeruduk
kantor KPU dan Bawaslu Loteng untuk meminta pencabutan Keputusan KPU tentang
pencoretan tersebut.
Hanya saja selaku Ketua Bawaslu NTB,
Khuwailid, menyesalkan sikap KPU Loteng yang mendorong penyelesaian tuntutan
puluhan massa pendukung Baiq Sumarni itu kepada Bawaslu lagi dengan mengatakan
bahwa putusan KPU itu akan berubah ketika ada rekomendasi dari Bawaslu.
“Bagaimana mungkin penyelenggara Pemilu
seperti KPU, mendorong orang atau suatu institusi untuk melakukan suatu
pelanggaran terhadap regulasi. Jadi ini akan menjadi sebuah catatan bagi kita
sebagai Pengawas Pemilu. Kalau memang KPU yang membuat keputusan itu, maka KPU
harus bertanggungjawab terhadap keputusan yang telah dikeluarkannya,” kata
Khuwailid dengan nada keras.
Bawaslu sudah menegaskan bahwa gugatan
sengketa pihak Baiq Sumarni terhadap putusan KPU itu tidak mungkin bisa
diregister dan mengeluarkan rekomendasi untuk merubah keputusan KPU karena
Bawaslu berdasarkan Surat Edaran (SE) Bawaslu RI Nomor 0312 mengatur aturan
yang tidak lagi menerima gugatan sengketanya.
“Mestinya KPU sebagai pejabat yang
telah membuat putusan itu mengambil resiko atas putusan yang telah
dikeluarkannya. Jangan kemudian KPU melempar lagi tanggungjawabnya itu ke
Lembaga yang lain. Kalau KPU tidak percaya diri atau yakin dengan keputusan
yang diambilnya, kenapa harus mengeluarkan keputusan yang demikian?,” pungkasnya.
Sementara itu Ketua KPU NTB, Suhardi
Soud, yang dikonfirmasi oleh wartawan media ini, meminta kepada KPU Loteng agar
dapat bersikap konsisten dengan apa yang telah diputuskan oleh KPU RI sebagaimana
diatur dalam Surat Edaran (SE) 31 tahun 2019 yang mengatur pencalonan Caleg
yang tidak memenuhi syarat (TMS) paska penetapan Daftar Calon Tetap (DCT).
“Yang jelas kita menginginkan agar
KPU Loteng dapat mengikuti aturan yang sudah ditetapkan oleh KPU RI tentang
adanya Caleg yang terkena kasus pidana pemilu. Kan pengaturannya diatur didalam
SE KPU Nomor 31 tahun 2019. Cukup KPU, konsisten aja dengan aturannya,” ujar
mantan Ketua HMI Cabang Mataram ini saat dikonfirmasi wartawan.
Dalam SE KPU Nomor 31/2019 dikatakan,
Caleg dinyatakan TMS jika terbukti melakukan tindak pidana berdasarkan Putusan
Pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap atau inkrah.
Jika inkrah terjadi saat surat suara
sudah dicetak, maka nama Caleg tidak dapat dihapus. Akan tetapi didalam SE
31/2019 itu diatur, KPU akan mengumumkan ke TPS bahwa yang bersangkutan sudah
tidak memenuhi syarat sebagai Caleg. Tetapi jika yang bersangkutan tetap
mendapat suara pada hari pemilihan, maka perolehan suara akan dikembalikan ke
Partai. (GA. 211*).