Siti Saodah, Amd, Keb |
Geliat politik pemilihan kepala daerah Kabupaten Bima memasuki fase fase kritis, ibarat seorang ibu yang melahirkan sudah memasuki fase kontraksi, mungkin itulah perumpamaan politik bima saat ini, karena sebentar lagi kita akan mengetahui siapa yang akan menjadi bakal calon pemimpin bima yang akan bertarung pada pemilihan bupati periode 2020-2024.
Pertarungan embrio calon pemimpin untuk mendapat satu tiket pencalonan dalam sebuah persalinan politik guna melahirkan calon-calon pemimpin masa depan harus saling menjenggal satu sama lain.
Berdasarkan Pasal 40 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menyebutkan bahwa Partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Daerah atau 25% dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan.
Merujuk pasal tersebut apabila dikalkulasikan dengan jumlah kursi DPRD Kabuaten Bima yakni 45 Kursi dewan, maka kandidat calon butuh 9 kursi partai atau gabungan partai politik untuk bisa mendaftarkan diri mengikuti kontestasi politik saat ini.
Menarik untuk kita cermati bersama, sebagai rakyat yang juga sangat mengantungkan diri pada siapa yang akan memimpin Bima kedepannya, tentunya tidak ingin ketinggalan informasi terkini terkait politik Bima.
Beberapa kandidat nama yang bakal menjadi calon kepala daerah bima kedepan mulai mengerucut. Petahana Hj Indah Dhamayanti Putri yang digadang-gadang akan diusung oleh Partai Golkar (9 kursi), Gerindra (5 Kursi) dan PKB (2 Kursi) telah mengamankan satu tiket untuk bisa bersaing di Pilkada depan, sementara itu Dokter Irfan yang kemungkinan akan diusung oleh partai PKS (4 kursi) dan PDIP (2 kursi) masih harus bekerja ekstra untuk bisa mengenapkan persyaratan pendaftran calon.
Kandidita lain yang tidak kalah mengejutkan adalah kemunculan Haji Arifin yang kini telah mengantongi mandat dari Partai Demokrat (4 kursi). Ibarat kuda hitam, kemunculanya mampu mempengaruhi peta politik pencalonan kandidat Bupati Bima yang lain.
Kemampuannya untuk melakukan lobi-lobi politik ditingkat pengurus elit partai memberikan pengaruh pada perubahan strategi politik kandidat lain.
Imbasnya adalah kandidat yang selama ini digadang-gadang menjadi calon kuat penantang petahana justru bisa kehilangan peluang. Haji Syafrudin yang merupakan mantan Bupati Bima periode 2014-2015 yang ingin maju mencalonkan diri kembali akan kesulitan mendapatkan kendaraan politik untuk bertarung dipilkada kali ini. Harapan tertumpu pada partai PAN (6 kursi) dan Partai Nasdem (4 kursi).
Pertarungan akan bakal seru diantara bakal calon untuk mengamankan dukungan partai berlambang matahari ini yang sekarang di nakhodai oleh M. Aminurlah (Maman) sebagai ketua DPD PAN Kabupaten Bima.
Haji Arifin yang notabene memiliki hubungan kekerabatan dengan salah satu petinggi pendiri PAN ditingkat Pusat, tentu tidak akan mensia-siakan lobi-lobi keluarga, karena penentuan kandidat calon Bupati berada di tangan pengurus DPP partai.
Apabila haji Arifin mampu mengamankan dukungan PAN, maka otomatis kandidat lain akan terelaminir dengan sendirinya. Bisa saja Haji Arifin akan merangkul kembali Ady Mahyudi (anggota Legislatif DPRD PAN periode 2019-2024) atau Maman yang merupakan petinggi DPD Partai PAN, bisa menjadi pilihan sebagai pendamping calon Wakil Bupati.
Bila skenario diatas terjadi maka tentu sisa beberapa partai yang selama ini diisukan akan mendukung kandidat petahana seperti Partai PPP (5 kursi), Hanura (3 kursi) dan PBB (1 kursi) masih saja mampu membentuk koalisi untuk memunculkan nama baru sebagai kandidat calon. Namun melihat peta politik dan waktu sosialisasi semakin singkat, maka kemunculan nama-nama baru sebagai kandidat calon akan sulit bersaing dikancah politik bima yang kondisi geografis dan geopolitiknya sangat unik.
Selain itu, nama-nama kandidat tersebut diatas telah lama melakukan sosialisasi dan konsolidasi tim di akar rumput, sehingga bila ada nama baru yang akan dimunculkan akan sulit bersaing dengan nama-nama tersebut diatas.
Kartu truf ada di tangan Petahana saat sekarang, apakah akan mengendorkan lobi-lobi politik atau akan memilih membentuk koalisi gemuk dengan tetap merangkul partai-partai tersebut. Bila melihat polarisasi suara tentunya petahana akan cenderung memilih menghindai pertarungan head to head dengan lawan politiknya. Sehingga kemungkinan maksimal 3 pasangan calon akan muncul dengan sendirinya.
Kembali lagi pada partai Nasdem yang selama ini telah melakukan polling internal dengan menggandeng lembaga survey nasional poltracking. Hasilnya bahwa elektabilitas petahana masih unggul dengan kandidat lainnya, sehingga bagi pengurus Nasdem akan sulit menghianati hasil pollingnya sendiri. Apabila Haji Syafrudin gagal mengamankan dukungan PAN maka kemungkinan besar Nasdem masih akan tetap dibarisan petahana.
Sementara itu, Dokter irfan tentu masih punya peluang merangkul beberapa partai diatas untuk bisa mengenapkan pendaftaran pencalonannya ataukah akan kandas dibabak awal pertarungan.
Dinamika politik pilkada Bima masih cair tapi nuansa aroma arah politik partai sudah mulai terbaca oleh rakyat. Lobi-lobi politik masih jalan sampai detik-detik akhir penetapan calon Bupati, bulan-bulan ini rakyat akan disajikan drama kolosal yang sangat menguras tenaga dan penuh emosional.
Berbagai kemungkinan bisa saja terjadi bongkar pasang calon, atau bisa jadi beberapa calon hanya akan menumpang pajangan baliho dalam kontestasi pemilihan bupati ini, patut kita nantikan siapa pemimpin yanga terlahir dari ‘rahim’ pemilihan Bupati periode 2020-2014 mendatang.*Penulis, Alumni Mahasiswa Universitas Kamarul Huda Lombok Tengah